Mungkin dirinya sedang dibohongi oleh pikirannya.
Dia mengerjap, pandangannya buram dan telinganya terus berdengung. Sehun di hadapannya menatapnya seperti khawatir. Namun, mungkin itu hanyalah sebuah ilusi.
"Aku tak bisa mendengarmu, Sehun."
Dia mengatakan itu sekali lagi. Ingin tahu apa yang akan lelaki itu lakukan ketika menanggapinya.
Visinya memudar kembali. Kendati begitu, dia tahu suasana masih kacau balau. Acara pertemuan dengan keluarga besar Sehun tidak berjalan damai. Sanak saudaranya samar-samar terdengar ricuh dalam kepanikan tetapi mereka masih duduk. Hanya Sehun, dia, si gadis kecil, yang berdiri. Saudara yang tadi memancing Sehun tumbang, jatuh terduduk di permukaan rumput hias memeluk lutut kirinya yang ditembak Sehun.
Walau demikian, dia tidak melihat kemana perginya senjata api tersebut perginya. Dia memperhatikan tangan Sehun yang kosong, yang mana sekarang keduanya sibuk menopang si gadis kecil ke dalam dekapan. Sehun terlihat sangat peduli melihat betapa eratnya pelukan tersebut. Namun, mata pemuda itu fokus padanya.
Dia tidak mengerti dan tidak bisa menebak apa yang Sehun ucapkan dari gerak bibirnya. Dia menggelengkan kepala pada Sehun.
Lalu Sehun tiba-tiba mengalihkan pandangannya. Laki-laki itu kini menatap pria paruh baya yang duduk tenang di ujung meja. Semakin pria tua itu berbicara, semakin wajah Sehun tidak terbaca. Tidak ada ekspresi selain tatapan intensnya.
Dia mengerjap, menyesuaikan visualnya yang kembali memudar. Saat dia menatap Sehun lagi, lelaki itu meliriknya sekilas.
"Pulanglah."
Entah mengapa satu kata itu terdengar jelas di telinganya yang berdengung-dengung. Wajahnya terasa pasi seketika. Lidahnya kelu. Dia hanya mampu menatap Sehun yang menuntunnya menjauh dari kericuhan.
Gadis kecil itu masih dalam dekapan Sehun. Sementara dirinya dipaksa masuk ke dalam mobil yang akan mengantarnya pulang. Sehun tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia yakin. Pria itu bahkan tidak menengok padanya setelah berbicara sebentar dengan sopir pribadi.
Tatapannya konstan tertuju pada Sehun meski kendaraan beroda empat mulai melaju. Dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Sehun tampak lebih peduli pada saudaranya. Lebih mementingkan ketimbang dirinya yang sudah jelas sama-sama membutuhkan kepedulian.
Namun, Sehun acuh. Pria itu menyadarkan dirinya akan posisi dirinya. Bahwa dia bukanlah siapa-siapa melainkan wanita asing yang kebetulan akan dinikahinya. Sehun membuatnya sadar siapa prioritas paling utama bagi pria itu tanpa harus membaca dari kertas biodata tentangnya.
Tubuhnya duduk tegak, tangannya di atas pangkuan terkepal. Dia menatap jendela tanpa fokus. Selain karena pikirannya berkecamuk, bulir air mata menghalangi pandangannya. Dia menelan senggukan. Tidak membiarkan satu suara lolos dari mulutnya. Kendati air matanya tidak dapat dikontrol. Berjatuhan begitu saja seperti gerimis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Don || Hunrene [Ongoing]
Dragoste[On going] - [Silhouttes Throne Series] He is the boss, the authoritative one would made you fell to your knee. He is the boss, the predator one would hunt you down if you cross the line. He is the boss, the protector, so you can hide under his wing...