Aku, Arthur, pemuda desa yang lahir dan tumbuh dalam ketenangan kampung halaman. Namun, di balik ketenangan itu, ada impian besar yang selalu tumbuh dalam diriku: pergi ke kota besar, mencoba peruntungan, dan meraih kesuksesan. Itu yang membuatku berdiri di sini, di sebuah terminal bus kecil dengan satu tas ransel yang isinya seakan jadi saksi dari perjalanan baruku. Tentu saja aku gugup—Jakarta, kota yang aku dengar begitu ramai dan penuh tantangan. Namun, semangat dan tekadku mengalahkan semua rasa ragu.
Bus yang kutumpangi berangkat tepat pukul 16.00, melewati sawah, perbukitan, hingga akhirnya masuk ke jalanan yang semakin ramai. Perjalanan ini terasa panjang, tapi setiap kali aku menghela napas dan melihat ke luar jendela, hatiku kembali bersemangat. Aku membayangkan segala hal yang akan kutemui di sana: gedung-gedung pencakar langit, hiruk pikuk kota yang kontras dengan suasana desa, dan, mungkin, harapan akan kesempatan baru yang bisa merubah hidupku.
Aku tiba di Jakarta hampir tengah malam, sekitar pukul 23.00. Saat pertama kali keluar dari bus, hawa kota besar langsung terasa. Lampu-lampu yang menyala terang, deru kendaraan yang seakan tak pernah berhenti, semuanya terasa baru bagiku. Di sini, tidak ada ayam yang berkokok atau angin sejuk dari pepohonan. Hanya ada deru kota yang hidup dan tak pernah tidur.
Dengan sedikit ragu, aku mulai melangkah menuju pintu keluar terminal. Sebenarnya, aku sudah menyiapkan alamat tempat Paman Samuel tinggal, tetapi karena waktu sudah malam dan tubuhku terasa letih, aku memutuskan untuk mencari hotel terdekat dulu. Di dekat pintu keluar terminal, aku melihat deretan taksi yang menunggu penumpang. Tanpa pikir panjang, aku melambaikan tangan, dan sebuah taksi segera berhenti di hadapanku.
“Selamat malam, Pak. Cari hotel, ya?” tanya sang sopir dengan ramah, seolah sudah memahami kebutuhan penumpang yang baru saja tiba di kota ini.
“Iya, Pak. Hotel terdekat yang ada kamar kosong,” jawabku. Aku mencoba terdengar percaya diri, meskipun hatiku sedikit tegang.
Perjalanan menuju hotel tidak memakan waktu lama. Aku menyaksikan deretan gedung-gedung tinggi yang seolah menyentuh langit malam. Lampu-lampu jalanan bersinar terang dan memantulkan bayangan-bayangan misterius yang tampak tak berujung. Aku berpikir dalam hati, “Inilah Jakarta, kota yang tidak pernah tidur.”
Sesampainya di hotel, aku disambut oleh suasana yang nyaman dan bersih. Resepsionis di sana menyambutku dengan senyum ramah, dan ketika aku meminta kamar, ia dengan cepat mengurus semuanya.
“Ini, Pak, kunci kamar di lantai dua, nomor 203,” ucapnya sambil menyerahkan kunci kamar dengan senyum hangat.
“Terima kasih, Mbak,” jawabku sambil membalas senyum itu. Rasanya, keramahan ini memberi sedikit kenyamanan di tengah perasaan asing di kota besar.
Dengan lelah yang mulai terasa di seluruh tubuh, aku pun menuju kamar, menaiki lift untuk pertama kalinya dalam hidupku. Sensasinya cukup aneh, perutku sedikit mual saat lift mulai bergerak naik, namun aku mencoba menenangkan diri. Sesampainya di lantai dua, aku berjalan menyusuri koridor hotel yang bersih dan sepi, mencari nomor kamarku. Begitu sampai di kamar, aku langsung membuka pintu, dan di sana terpampang sebuah kamar sederhana namun bersih, dengan kasur empuk yang seakan memanggilku untuk segera beristirahat.
Tanpa banyak berpikir, aku meletakkan tas di sudut kamar, membuka sepatu, lalu merebahkan diri di kasur. Kenyamanan kasur itu membuatku langsung merasa tenang, seolah seluruh perjalanan panjang dari desa hingga ke sini terbayar lunas. Mataku pun perlahan-lahan tertutup, dan tanpa disadari, aku langsung terlelap.
Malam itu, meski tidur dengan lelah yang menumpuk, hatiku terasa lega. Aku akhirnya berada di Jakarta—sebuah awal dari mimpi besar yang selama ini hanya kupendam. Ini adalah permulaan. Tanpa aku sadari, di balik tidurku yang tenang, ada perasaan bahwa hari esok akan membawa petualangan baru yang menantang, dan aku siap menghadapi semuanya dengan semangat baru.
𝙋𝙀𝙉𝘼𝙎𝘼𝙍𝘼𝙉 𝙆𝙀𝙇𝘼𝙉𝙅𝙐𝙏𝘼𝙉 𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼 𝙉𝙔𝘼?!!! 𝙅𝘼𝙉𝙂𝘼𝙉 𝙇𝙐𝙋𝘼 𝙏𝙄𝙉𝙂𝙂𝘼𝙇 𝙆𝘼𝙉 𝙅𝙀𝙅𝘼𝙆 𝘼𝙋𝘼𝙋𝙐𝙉!!! 𝙆𝙀𝙇𝘼𝙉𝙅𝙐𝙏𝘼𝙉 𝘾𝙀𝙍𝙄𝙏𝘼 𝘿𝙄 𝘽𝘼𝙒𝘼𝙃!!! 👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Threads of Us: A Journey Through Love and Distance
Science FictionArthur, seorang seniman muda yang baru saja pindah ke kota, mendapati dirinya tinggal bersama pamannya, Samuel, yang juga seorang seniman berpengalaman. Meski mereka berbagi kecintaan pada seni, pandangan dan pendekatan mereka sangat berbeda. Arthur...