Setelah ketua OSIS selesai dengan pidatonya semua siswa-siswi digiring untuk menjadi beberapa kelompok. Zira dan Fira berpisah, kelompok mereka berbeda.
Setiap kelompok akan dipimpin oleh tiga anggota OSIS. Dibaginya kelompok bertujuan untuk mengelilingi sekolah.
Saat sudah selesai mengelilingi sekolah. Kelompok Zira singgah di sebuah kelas. Di sana salah satu OSIS kembali menjelaskan tentang sekolah yang akan dimasuki oleh Zira.
"Oke! Sekarang saya minta kalian maju satu persatu kenalin diri kalian di atas ini, terus ucap satu kata yang menggambarkan diri kalian sendiri. Singkat-singkat aja, ya," ujar OSIS itu setelah selesai dengan pidatonya.
Zira terdiam di tempatnya. Dia menggaruk-garukkan alisnya bingung.
'Gue harus bilang itu nih?'
Satu persatu siswa maju ke depan dan mengatakan dengan tenang jati diri mereka.
Tiba saatnya giliran Zira. Dia maju dengan canggung. Menatap semua yang ada di ruangan dengan gugup.
"Nama saya Zira Naira Putri. Bisa dipanggil Zira, atau apapun terserah kalian. Saya anak tunggal. Cita-cita saya ingin menjadi dokter jiwa. Dan saya gila. Sekian."
Setelah itu Zira kemudian kembali ke tempatnya semula. Semua yang ada di ruangan cengo. Mereka menatap Zira dengan wajah jenaka, tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu.
Zira yang ditatap seperti itu hanya diam dengan wajah lugu, dia menatap mereka dengan polos.
Sedetik kemudian semua yang ada di ruangan tertawa dengan terbahak-bahak. Selain karena omongan dia tadi, wajah Zira juga terlihat lucu.
Salah satu OSIS di sana berdehem untuk meredakan tawanya. Setalah itu dia memerintahkan agar mereka semua yang ada di dalam ruangan berhenti tertawa dan melanjutkan perkenalkan yang sempat tertunda tadi.
***
"Tahu nggak?" tanya Zira kepada Fira. Saat ini mereka sedang berada di pintu gerbang sekolah. Sedang menunggu jemputan.
"Apa?"
"Gue tadi di ketawain," ujar Zira dengan bangga.
Fira tersenyum. "Kenapa lo diketawain?"
Zira menggaruk-garukkan alisnya malu. "Karena gue bilang gue gila. Malu banget diliatin, Fir."
Fira memukul kepala Zira pelan. "Tahu malu juga lo ternyata, syukurin tuh malu!"
Zira menatap Fira bingung. Emangnya dia tahu Zira malu karena apa?
"Emangnya lo tahu gue malu karena apa?
Fira mengerutkan keningnya. "Emangnya karena apa?"
Zira tersenyum malu-malu. "Ada OSIS ganteng, Fir. Dia senyum ke gue pas selesai ketawa. Anjir ganteng banget."
Fira kembali memukul kepala Zira, kemudian membuang muka karena sudah lelah dengan sikap seorang Zira.
Beberapa saat kemudian jemputan mereka datang secara bersamaan.
***
Satu minggu berlalu dengan cepat, sekarang Zira dan Fira resmi menjadi siswi SMA. Keduanya pun memiliki kelas yang sama, sepertinya takdir tak ingin memisahkan mereka.
"Ra, liat deh kayaknya cuman kita yang nggak punya teman," ujar Fira melihat sekeliling. Saat ini sedang jam kosong, siswa yang lain sibuk mengobrol dengan teman se-geng.
Selama satu minggu itu sudah banyak siswa yang membentuk lingkaran pertemanan yang membuat kelas terbagi menjadi beberapa kelompok.
"Mau lihat hal gila, nggak?" tanya Zira yang keluar dari konteks pembahasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Megaloma
Roman pour AdolescentsHidup itu gila tapi lebih gila Zira, lebih gila dari orang gila yang ada di rumah sakit jiwa. Kalo kata Zifan beda lagi, Zira itu lebih gila dari orang jenius yang sering dikatakan gila. Cerita ini tentang Zira, cewek gila yang kadang gilanya tuh bu...