ii. Anomalous

19 6 0
                                    

Tepatnya, setelah malam yang aneh. Sepanjang waktu dihabiskan dengan duduk di anak tangga. Kadang, berkisar pada kursi di meja makan. Berepetisi. Sesekali menatap diam perempuan yang berkutat layaknya pengurus rumah. Sambil selipkan tanya berulang: atau barangkali, memang seperti ini? Tidakmaksudnya, sejak kapan?

Sejak kapan ada penghuni selain dirinya di rumah ini?

Lalu tatap dengan sorot aneh diterima; juga sebuah respon dan tanya balik. "Berhenti menjadi aneh. Kau tidak lihat Ibu sedang sibuk?"

Tapi pikirnya segala kerapian di dalam penglihatan tidaklah membutuhkan sibuk seperti itu. Debu? Hingga helai demi helai rambut pergi pun, jelas telinga dan mata tidak bisa menyambutnya dengan normal.

Satu hal yang pasti, perempuan itu, adalah ibunya dan selalu bersama ia di sini; begitu katanya. Barusan juga menanggapi, 'itu mungkin suara rumah tua yang bernyanyi' usai harap jelas lewat penuturan tentang hal-hal anomali di kala malam.

Sejenak merapatkan bibir. Berkata, "Tidak." Sadar bahwa tidak ada yang biasa, sejak awal. "Rumah ini memang tidak normal."

"Sudahlah." Sang Ibu menyela, sambil melenggang ke luar bersama gras cutter di tangan (tanpa sedikit saja menoleh). "Kau aneh sekali hari ini." Hingga punggung menghilang dan masih bisa terdengar: Apa yang sudah kau lakukan sampai banyak pikiran seperti itu?

Emma bungkam. Detik selanjutnya, jatuhterpingit jauh dalam hening. Sebab, tidaklah sesederhana itu bila kudu dicerna.

Ada apa dengannya?

Coba alihkan perhatian di mana perempuan tadi lenyap. Mula-mula, sebelum berpikirmenerka━lebih jauh mengenai apa yang sudah ia lakukan sehingga isi batin menjelma sinting luar biasa, buru-buru berdiri lekas menyusul ke luar atau ia akan gila.

"Tunggu dulu, Ibu."

Yang disebut setengah berbalik. "Ada apa lagi?"

"Hanya ingin membantu." Hanya ingin lari dari kegilaan pikir ini. "Bolehkah?"

Demikian gelengan pelan adalah jawab, berpaling siap merapikan rumput di halaman seolah tak peduli. Namun, sengaja ditahan dengan kembali menoleh. "Gorden di lantai dua," katanya. "Sibakan karena Ibu lupa menyibakannya."

Dilihatnya punggung itu mulai bekerja sebelum berpindah mendongak sekedar cari para jendela di atas. Lama Emma diam sebelum menimpali, "Baiklah ...." Seraya angkat kaki.

Semuanya tidak berjalan lancar, pastinya. Salah satu pintu ruangan kerap mengusik fokus. Emma rasa wajar. Bayangkan, ada suara seseorang bersama dentingan piano atas jari-jari menghuni di dalam sana (sementara kau tak mendapati siapa pun selain sunyi menyengat). Dan Emma, tetap melakukan tugasnya sambil setengah mati upaya abai.

Memang tiada henti mendadak dalam tiap langkah selain untuk sibakan gorden sebagaimana adalah tujuan utama, tetapi ketika berdiri menghadap jendela akhir yang menyuguhkan belantara belakang rumah, semuanya seolah menjadi tak biasa. Dari lebat pohon-pohon menjulang yang sejenak mengirimkan terpaan angin dingin kepadanya hingga gorden dan surai bergerak-gerak beri sambut, apakah semacam bentuk panggilan?

Atas waktuentah berapa banyak━yang akan disita olehnya sekedar larut memandangi dari sana,

keanehan apalagi

kira-kira?[]

Haunting PresenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang