iii. Tangled Whispers

8 6 0
                                    

Adalah kegelapan, yang disuguhkan kepadanya.

Di sana, dia masih berdiri. Sosok mungil serupanya itu. Antara lebat pohon-pohon ujung pandang.

Sementara Emma sendiri berdiam di seberang. Tiada suara lantang memastikan, atau sekedar satu patah, juga tak keluar. Karena memang tidak sekali punya niat. Tidak begini, seharusnya; bukan di sini ia berada. Kapan dan apa yang terjadi; isi kepala menolak duga tatkala dihuni dengan tanya yang tetap sama.

Maka ketika berbalik dengan niat satu tarikan napas.

"Hei."

Sebuah suara (menahan pergerakan), tapi pikirnya rupa yang begitu jauh lampaui mustahil terdengar seolah selangkah di belakang.

Kapan kali terakhir rasa takut menghampirinya seperti kini? Ia sungguh-sungguh dikuasai. Sengaja memejam kuat-kuat dengan keyakinan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Namun, kembali suara itu terdengar.

"Kau ..., butuh bantuan?"

Lalu, kelopaknya dibuka perlahan. Langit-langit kamar, Emma menatapnya lekat. Kemudian tersadar bahwa ia masih berbaring di dalam kamarnya.

Hembusan napas keluar berat.

Lagi. Tiga malam berturut-turut. Mimpi yang sama lagi. Hutan, gelap, sunyi, juga ..., dirinya.

Mungkinkah orang yang benar-benar gila sering merasa kurang lebih seperti apa yang kini ditimpanya?

Tapi sejujurnya, ia takkan bisa mengerti.

Hal-hal absurd ini

tidak.

Sejak awal mata membuka dan dapati diri bernaung di rumah tua ini, hanya ada kepelikan di sekitarnya.

Karena segala yang di sini takkan pernah bisa normal. Tidak akan ....

Emma menarik napas dalam-dalam. Dari tempat berbaringnya seraya berganti duduk di tepi, ia melihat pada celah bawah pintu. Ada siluet sepasang kaki. Lalu sebuah ketukan langkah mengisi sunyi. Emma tahu, bukan Ibu. Perempuan itu (yang mengaku sebagai ibunya) entah kemana usai pertemuan di pagi itusetidaknya, yang ia temukan; pun tak peduli. Setelah ini ruang musik terbengkalai di atas akan dipenuhi oleh suara-suara dengan mereka sebagai dalangnya. Biasanya begitu, tapi ketika Emma berkedip beberapa kali hingga tanpa sengaja menatap salah satu sudut kamar yang gelap, ada yang membalas tatapannya.

Jeritan kaget itu keluar memenuhi kamar.

Yang aneh adalah, matanya membuka dan menghirup kuat-kuat udara, sadar bahwa ia masih berbaring.

Mimpi?

Pintu membanting keras. "Aku menemukanmu!" Sebuah seruan memenuhi.

Dengan cepat kepala menoleh.

Namun, hening.

Seraya usaha duduk dengan mata membeliak; memutar gelisah.

Di mana━

hilang ...?

Mulutnya menganga dengan suara yang habis; mempersilahkan decitan pintu mengisi seolah kian mencekiknya di saat tak ada siapa pun selain ia seorang.

Emma jelas lihat terkecuali wajahnya lantaran gelap menghadang, sosok yang duduk meringkuk di sudut membelakangi dengan kepala menghadap padanya; juga seruan asing ketika pintu membuka. Sedikit ia tahu, adalah mereka yang selama ini selalu berkeliaran di tengah malam dan tiada henti mengusiknya.

Jadi,

apa yang para arwah hilang arah itu inginkan darinya?[]

Haunting PresenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang