Tanggung jawab anak pertama? Siapa yang mengatakan itu pertama kali hingga sekarang kata-kata itu begitu membebani pikiran semua anak pertama.
Mungkin lebih tepatnya bukan siapa yang mengatakan lebih dulu, tapi poin dari kata-kata itu adalah, perasaan yang dirasakan anak pertama hingga menjadi sebuah pertanggung-jawaban baginya.
Bagaimana pun juga perasaan itu alami dan murni karena ada sosok adik yang harus diberikan contoh yang baik agar tidak salah langkah, agar adiknya tidak tersesat, apapun itu tanggung jawab anak pertama nyata adanya.
Seperti sekarang.
"Lo kalau gak bisa ngoding ya belajar Ci."Tutur Gino.
Gino dan Ghesyi. Kedua anak yang paling kecil di keluarga itu tengah berdebat dengan Ghesyi yang sudah berkaca-kaca matanya.
"Ya apa salah nya sih Abang tinggal bantuin aja?!"Seru Ghesyi kesal. Muka nya sudah memerah.
"Bentak lagi coba. Sopan Lo begitu?"Gino mendekat, menantang Ghesyi yang sudah menciut, bentakannya membangkitkan emosi Gino yang awalnya masih sabar.
"Ya adek tuh gabisa bang!"Suara Ghesyi meninggi lagi.
"Temen gak ada yang mau kasih liat kodingan mereka.."Ucapnya lagi kontras dengan sebelumnya, kali ini dengan nada pelan.
"Lo yang gak bisa kok temen pake dibawa-bawa. Aneh."Kata Gino pedas.
Terdengar suara isakan. Tangis Ghesyi baru saja pecah, perasaannya terluka oleh kata-kata Gino. Walaupun apa yang dikatakan Gino benar adanya.
"Yaudah sih kalau ga mau bantuin tuh bilang aja..ga usah pake marahin adek segala!"Tandas Ghesyi sebelum berjalan menuju kamarnya dengan kaki yang terhentak-hentak keras di sepanjang langkahnya.
Brak.
Ghesyi menutup pintu kamar dengan keras mengejutkan sang Ibu yang baru saja datang dari arah dapur membawa minuman jahe ditambah serai, untuk detoks katanya, masih bermanfaat untuk kesehatan tubuh.
Melihat itu Gino naik darah. Ikut menyusul Ghesyi ke depan kamar gadis itu, berdiri disana dan mengetuk pintu dengan keras "Buka gak!"Katanya.
"Assalamu'alaikum."Sahut Jio baru masuk ke dalam rumah, baru pulang kerja.
Saat salim dengan Gina, matanya melirik bingung kepada Gino yang kini terlihat berapi-api di depan pintu kamar Ghesyi.
Jio bertanya kepada Gina lewat tatapan matanya "Berantem, masalah tugas."Kata nya memberitahu Jio.
"Papa mana Ma?"Tanya Jio.
"Lagi di mesjid."
Jio mengangguk, menyusul Gino. Awalnya hanya ingin tahu permasalahan yang diributkan adik-adiknya.
"Ada apa?"Tanya nya.
"Liat tuh kelakuan adek, bikin tugas gak paham, minta bikinin ke Gino, oke..mau aja Gino tapi pas dinasehatin yang bener malah bentak-bentak, pake nyalahin temen nya lagi."Jelas Gino.
"Apasih!"Kata Ghesyi dari dalam kamar. Rupanya mendengar Gino dan Jio yang tengah membicarakannya. Dengan emosi yang masih tinggi, Ghesyi melempar sesuatu dari dalam kamar ke arah pintu, sukses menyulut emosi dua orang kakaknya yang sedang berdiri tepat di depan pintu.
"Eh apaan tadi?"Tanya Jio sambil mengetuk pintu Ghesyi lebih keras dari Gino.
"Siapa yang ngajarin begitu?"Tanya nya lagi.
"Buka pintu nya Ghesyi."Ucap Jio menyebut nama lengkap sang adik. Bukan dengan panggilan adiknya yang biasa dipanggil 'Adek' atau 'Eci'.
"Kurang ajar lo ya."Kata Gino.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR PRINCESS
Fiction généralePunya banyak kakak laki-laki memang enak. Kenapa? ada yang jagain, dilindungi, ngerasa aman lah. Tapi, ada tapi nya. Apa? Banyak. "Yang pasti, walaupun banyak tapi-nya, rasa sayang ku ke mereka ga butuh kata 'tapi' alias sayang tanpa apapun tanpa ba...