DELAPAN

79 21 0
                                    

Assalamu'alaikum teman-teman masih ada puasa hari ini?
Gimana kabar kalian? Semoga kalian selalu sehat yaa!!!

Sebelum membaca, sholawatan dulu yuk, biar hati kita semakin tersambung dengan Rasullulah.

(اَللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ)

"Allahumma Sholi Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala Ali Sayyidina Muhammad"

*

Happy reading!

*

Naya menghempaskan tubuhnya ke kasur berguling ke sana kemari, lalu memejamkan mata, memikirkan lusa nanti ia akan menikah, menjadi seorang istri dan meninggalkan tempat ternyamannya.

Naya menghembuskan napas kasar, kemudian bangkit dari tidurnya, saat sedang menelusuri ruangan matanya menatap satu figuran berisi Naya yang berada di pundak Bapaknya.

Naya tersenyum tanpa terasa air mata Naya mengalir bebas membasahi pipinya. "Sebentar lagi Naya akan menikah... dengan laki-laki pilihan Bapa." Naya mengelus wajah ayah kandungnya di dalam foto.

"Harusnya Bapa ada di sini, jadi wali nikah aku," lanjutnya terisak. Sejak kecil ia selalu membayangkan Bapaknya akan menemaninya di altar pernikahan, memeluknya dan menyerahkan dirinya pada laki-laki pilihannya.

"Naya takut Pa... "

"Takut gagal dalam pernikahan, takut gagal menjadi istri, juga takut memulai keluarga baru." Naya semakin terisak. Naya mencoba memaksakan senyum melihat Bapaknya tertawa bahagia menatap kamera.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamarnya, Naya buru-buru menghapus air matanya saat Aira dan Dinda memasuki kamarnya.

"Aunty Naya..." Senyum Aira luntur saat melihat sisa air mata Naya.

"Jangan nangis..." Naya terkekeh kecil melihat Aira yang berusaha mengusap air matanya.

"Aunty nggak nangis, kok." Berbeda dengan ucapannya, air matanya justru semakin mengalir entah kenapa.

"Bohong itu dosa tau!" cicit Aira ikut menangis membuat Naya kembali terkekeh.

Pandangan Naya beralih, menatap Dinda yang tersenyum tulus, Naya langsung memeluk tubuh Dinda melampiaskannya di sana. "Kamu pasti bahagia, laki-laki itu pasti bisa menjaga kamu menggantikan tugas Bapa, Ayah dan Aa kamu." Dinda mengusap punggung Naya yang bergetar kembali menangis.

Merasa diabaikan, Aira menatap cemburu Naya dan Dinda yang sedang berpelukan kemudian Aira ikut menerjang memeluk masing-masing sebelah kaki Naya dan Dinda karena tubuhnya yang kecil.

"Aku juga mau ikutan!" Keduanya terkekeh melihat Aira yang mengulurkan tangan meminta untuk digendong.

***

"Nih." Ryan menyerahkan sekantong plastik berisi es krim mochi. "Biar gak sedih terus." Ryan menarik paksa sebelah tangan Naya saat Naya menatapnya bingung, setelah itu Ryan langsung bergabung kembali dengan Haidar dan Ical.

Our destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang