Terannia Bramana, pria dengan wajah cantik bagaikan anime di dunia nyata yang digemari oleh beberapa kalangan. Hidup bagaikan alunan cerita dongeng anak-anak yang memiliki segalanya membuat pria cantik tersebut terlihat tanpa celah.
Hidup tanpa campur tangan keluarga membuat Tera tumbuh dengan kepercayaan diri berlipat ganda. Kata insecure enggan untuk ia lekatkan pada diri harap-harap takut membenci diri sendiri.
Ia terlahir sebagai cucu satu-satunya dari keluarga Konglomerat tidak membuat pria mungil bermata coklat terang itu sombong. Tera selalu berusaha untuk tidak mencolok dalam segi apapun. Mulai dari cara berpakaian, sikap dan kelakuannya sendiri. Namun tetap saja dirinya selalu mencolok dimata orang lain.
Tera benci ketika orang luar sana memandangnya rendah. Kalimat yang paling ia benci hingga sekarang "karena dia kaya." Kalimat tersebut bagaikan cambuk untuknya.
Hidup seperti layaknya pangeran selama ini, mulai membuatnya jengah, ia bosan mengeliling dunia hanya untuk menghabiskan waktu seusai lulus kuliah. Pikiran Tera masih buntu untuk melanjutkan kegiatan apa yang akan ia lakukan selain berlibur.
Kakek dan orang-tuanya tidak pernah ikut campur dalam keinginan Tera. Ia menyetir masa depannya sendiri, itulah yang selalu Tera tanamkan dalam diri. Ia tidak ingin salah dan menyesal dikemudian hari hanya karena mengikuti keinginan keluarga semata untuk menaikan derajat atau keinginan pribadi.
"Apa tidak sebaiknya Tera menikah saja, mengingat umurnya sudah memasuki usia matang." Ujar pria tua yang diakui Tera sebagai adik tiri dari Kakek Tera.
Ucapan pria bangkotan tersebut mendapatkan perhatian lebih dari seluruh penghuni ruang makan. Mendadak suara benturan sendok besi dan piring kaca hening seketika. Bagaikan semburan api menjalar ke diri Tera.
Tara— ayah dari Tera dan Anita—ibu Tera saling beradu pandang ketika usulan tersebut membuat Tera mematung ditempat. Hal tersebut sangat tidak tepat untuk di utarakan sekarang, mengingat Tera baru saja pulang dari Eropa setelah lulus dari kuliahnya.
"Mengingat Tera, sudah selesai kuliah. Usulanku sedikit masuk akal, bukan?" Katanya sambil terkekeh.
Bramana menatap sinis adik tirinya dan menatap Tera yang masih mematung. Bramana tidak munafik, ia sangat ingin melihat cucunya menikah disaat dirinya masih hidup seperti sekarang ini, hanya saja Bramana tidak berhak sama sekali dan enggan memasuki ranah pribadi cucunya.
"Tutup mulutmu, Lex. Kita sebagai Kakek tidak berhak ikut campur urusan anak dan cucu." Desis Bramana mengingatkan.
"Tapi Bram, cucuku sudah banyak yang menikah. Lihatlah Tera terlalu kau manja hingga tidak mengerti apa itu cinta." Kata Alex terus terang. Bramana semakin membelak kaget dengan ucapan adik tirinya yang semakin kelewatan.
Tera menunduk, ucapan Kakek Alex membuat Tera ingin mengutarakan pendapatnya. Sebelumnya, belum ada yang pernah menyinggung masalah sensitif ini padanya. Tapi Tera bukan lagi anak kecil, ia paham jika Kakek dan kedua orangtuanya juga cemas dengan masalah tersebut.
"Tera akan menikah, Kek. Tentu saja, kalian semua jangan cemas." Hanya itulah kata yang mampu Tera ucapkan untuk menenangkan suasana yang sangat canggung di meja makan.
Anita menatap anaknya dalam. Terbesit rasa penasaran mengapa anaknya itu sangat yakin, Tera tidak pernah berkencan dengan pria manapun Anita tau itu. Tentu saja Anita yakin anaknya itu berbohong hanya untuk mencairkan suasana.
"Bagus kalau begitu. Sebentar lagi Mera bakal menikah dalam waktu dekat, sebelum kalian mendengar dari media aku terlebih dahulu mengumumkan." Kata Kakek Alex sambil tersenyum bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Life
FanfictionBak pangeran kerajaan dari lahir, Tera terlahir sebagai anak tunggal dari salah satu keluarga konglomerat. Hanya bermodalkan kredit card tanpa batas dari sang Kakek, Tera sudah bisa berkeliling dunia. Tera berbeda dari anak orang kaya diluar sana, j...