1.2 Insiden

68 3 0
                                        

Degungan keras pada kepalanya dari arah belakang membuat Lily yang sedang berjalan-berniat beristirahat ke kantin-kembali berbalik. "Hai, Nura. Makin cakep aja lo," pujinya ketika bersitatap dengan perempuan berambut pendek itu.

"Gue memang cantik dari lahir." Nura tersenyum bangga. Namun, wajah ketus dan pandangan jijiknya belum sirna. Ia menggebuk dada Lily dengan buku tulisnya, "Kerjain tugas gue. Bukunya jangan sampai kotor, masih baru."

Nura berucap songong seperti itu seolah merasa paling berkuasa. Padahal Nura hanyalah cewek biasa, lebih terkenal prestasi Lily ke mana-mana.

Nura akan lanjut berjalan, tetapi tidak jadi begitu pundaknya dirangkul oleh seseorang. Leher jenjang sampingnya sedikit tercekik. Merasa resah, ia menengok siapa pelakunya. "Eh?" Ia menghempaskan lengan gadis asing di sampingnya. Ia kira yang merangkulnya adalah salah satu temannya. "Siapa lo?"

"Linda?" Lily sedikit cemas. Seharusnya gadis itu sedang ada di lapangan basket, bukan menemukannya di waktu yang tidak tepat seperti ini.

"Ekhem! Mau kerjain tugas? Kenapa gak kerjain sendiri? Gak bisa? Terlalu bego, ya? Aduuh, kacian." Cewek yang merangkul Nura tadi bergerutu. Menaruh wajah penuh dendam kepada Nura. Ia juga sempat menengok Lily dan memelototinya, memberi isyarat bila kejadian tadi tak boleh terulang kembali.

"Suka-suka, dong. Ini kan kemauan gue," sahut Nura sinis, tak kalah menatap tajam kepada Linda.

Linda mengangkat satu alisnya. "Memang lo siapanya Lily?"

"Lily itu pembantu satu sekolah. Ya, gapapa dong-"

"Jangan ngehalu, nyet! Kalau lo gak tau, Lily itu cewek pintar, berprestasi, bokapnya ngantor, lo nyimpan kata 'pembantu' karena prihal apa?" Linda maju selangkah, auranya sudah seperti ingin membacok orang.

"Dih? Emang lo siapanya? Temen?" Nura spontan tertawa lepas tanpa membuang keanggunannya. "Lo temennya dia?"

"Kalau iya kenapa? Udah sedeng itu anak!" Linda hendak melakukan penyerangan tetapi lengannya cepat dicekal oleh Lily.

"Gapapa, Nda. Udah, yuk. Kaze pasti nunggu."

Linda meski tak terima itu menurut. Namun, matanya yang jatuh pada buku Nura yang digenggam Lily membuatnya kembali emosi. "Kembaliin buku itu. Gak usah dikerjain! Oke?"

Lily tersenyum kaku dan pergi begitu saja tanpa memberikan buku yang digenggamnya kepada Nura. "Udah, Nda. Makan, yuk!"

Linda kembali menengok kepada Nura. "Lo masih berurusan dengan gue," tuturnya penuh penekanan, terlontar sebagai ancaman.

Nura tersenyum manis. "Silakan. Gak ada yang melarang lo untuk masuk ke permainan gue," nada manisnya menggelap bersama ribuan awan mendung yang ikut menyeringai.

Linda berdecih. Ia lebih baik menyusul Lily yang tidak tahu bahwa dirinya sedang memendam murka.

Mereka sampai di kantin setelah berjalan sebentar. Mereka duduk di meja berisikan tubuh Kaze yang sedari tadi menunggu mereka. Tak ada yang mengawali percakapan sebelum memesan makanan.

Kaze yang sudah datang lebih awal ke kantin, juga tidak tahu terjadinya keheningan mencekam itu akhirnya bertanya, "Kalian berdua kenapa, sih?"

Linda akhirnya mulai mencerocos. "Tau nih, Lily. Masa iya dia dibilang 'pembantu' sama cewek sok cantik tapi malah ngebales pake senyuman patuh doang? Terus, udah jelas cewek tadi manfaatin lo, Ly, tapi malah bilang 'iya, iya' aja. Seharusnya lo itu pake senyum psikopat, cekik lehernya, silet pipinya! Nggak kayak tadi ...."

"Gue gapapa, Nda," sahut Lily tetap sibuk pada buku Nura, ingin tahu apa tugas yang didatangkan pada kelas sebelah.

"Dan nasib lo yang bukan gapapa!" Linda mengeraskan rahangnya, "Gue jadi curiga kenapa lo disebut pembantu?" selidiknya disetujui oleh Kaze.

Lily Kacamata - [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang