Episode 1

652 47 2
                                    

SELAMAT MEMBACA

Namanya Shabina Nadira, perempuan dengan rambut panjang sepunggung yang sedang duduk di bangku taman Rumah Sakit Harapan. Tangannya di gips, patah katanya.

Shabina termenung duduk sendirian, menatap kosong banyaknya manusia lalu-lalang di hadapannya. Bahkan beberapa menggunakan baju rumah sakit berwarna putih, sama dengan yang di gunakan. Sudah terhitung di hari ketiga dia rawat inap, dirinya masih sendiri, hanya kadang kakak laki-lakinya--Daffa-- akan datang dengan istrinya--Risa-- yang dua bulan lalu baru melangsungkan pernikahan. Hanya sekedar membawa keperluan dan menengok adiknya yang ugal-ugalan ini. Setidaknya begitu pikir kakak laki-lakinya.

Shabina tidak menyesali perbuatannya, tabrakan menggunkan motor gede milik kakaknya bukan sesuatu yang harus di sesali. Walau akhirnya dia luka-luka dan patah, setidaknya ada perasaan senang dan lega dari dirinya yang berhasil terlepaskan.

"Hai..."

Pandangan Shabina terhalang, ada tubuh yang menutupinya, berdiri tepat dihadapannya. Dipandangan Shabina yang sejurus ini hanya ada perut dan sampai dada saja, baru saja mengangkat wajahnya untuk melihat siapa orang di hadpannya dengan pakaian rumah sakit yang sama, dia sudah menyapa lagi. Pasalnya Shabina tidak mengenal pasien disini. Shabina hanya mengenal dokter Orlan dan susternya Indah.

"Hai..." Ini ketiga kalinya, saat atensi Shabina sudah sepenuhnya menatap bingung ke arah sosok perempuan di hadapannya.

"Apa? Lo siapa?" tanya Shabina dengan bingung dan tidak membalas ucapannya.

Perempuan itu ikut duduk dan pandangan Shabina juga mengikuti. Wajahnya sedikit pucat tapi tidak ada infus atau apapun yang menempel di tubuhnya, seperti tidak sakit.

"Ga papa, gue cuma mau nyapa lo doang, abisnya bengong gitu," balasnya.

"Gue Gentari, Lo pasien baru ya? tumben liat," lanjutnya sambil sesekali melirik Shabina yang masih menatapnya.

"Iya, gue Shabina" setelah itu Shabina kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Sedangkan Gentari hanya mengangguk.

"mending aja gue ngobrol, jangan ngelamun, ntar lo kesambet suster ngesot rumah sakit" Gentari, perempuan itu menampilkan wajah pura-pura ketakutan.

Seketika tawa pelan terdengar, iyaa Shabina tertawa. Saat sadar dirinya tertawa Shabina langsung diam, bingung karena tertawa oleh hal yang tidak jelas.

Shabina bangkit dari duduknya, namun Gentari langsung menarik tangannya.

"Apa lagi? jangan sok kenal" kali ini Shabina sedikit kesal.

"Kan tadi udah kenalan, gue Gentari dan lo Shabina, jadi kita udah kenal" Shabina semakin di buat aneh oleh perempuan ini.

"Sini, duduk dulu"

"kurang sejam lagi dokter visit di ruangan gue, gue mau balik"

"masih lama"

"Lo maunya apa?" kali ini dengan posisi sudah duduk lagi, Shabina memelankan nadanya, lebih lembut. Entahlah Shabina lelah harus berdebat. Walaupun itu makanannya sehari-hari di keluarga.

"ngobrol aja, gue baru liat lo disini soalnya," Shabina bingung mau menanggapi apa. Shabina terlalu sering sendiri dan malas berinteraksi.

"Iya, baru tiga hari," jawab Shabina sekenanya saja.

Gentari mengangguk paham, kemudian kembali terdiam. 

Lima menit berlalu dan tidak ada pembicaan lanjutan dari mereka berdu. Shabina berdiri untuk kedua kalinya, kali ini dia harus benar-benar kembali ke ruangan inapnya.

"Kok berdiri lagi? mau balik sekarang? padahal gue lagi mikirin topik obrolan," Gentari cemberut dan lagi-lagi Shabina tertawa ringan.

"Aneh banget cewek ini," batin Shabina.

" Lo lantai berapa?" tanya Gentari.

"Tiga, udah ya gue balik." Shabina berlalu meninggalkan Gentari yang menatap punggung Shabina yang masuk ke area gedung.

"Eh nomer berapa?" Gentari melirik Shabina yang memasuki gedung. "Shabinaaa nomer berapaa?!" Gentari berteriak, namun sayang Shabina mana dengar.

Akhirnya Gentari kembali menatap depan sebelum lima menit berikutnya memilih untuk meninggalakan taman.

****

Hai Gaisseu!!

Selamat datang di Universe Shabina dan Gentari👏👏

semoga betah ya shengku🥰

jangan lupa vote+komen yaaa.

bai sayangku.

isi tello dong

tellonym.me/yyashaniii

Februari dan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang