Episode 6

204 38 6
                                    


*SELAMAT MEMBACA*

"Sini, masuk aja." Gentari mendorong pintu dengan angka 108.

Senyum Gentari terus mengembang, efek seorang Shabina sebesar ini ya. Tangan Shabina di tarik dibawa masuk ke dalam kamar rawat inapnya. Tidak ada yang berubah jauh dari terakhir kali Gentari pergi. Hanya posisi duduk Zeila yang berubah tetapi masih di atas sofa.

Mata Zeila tak ubahnya seperti robot control yang langsung menengok saat menyadari kehadiran dua  manusia yang usianya tidak jauh beda.

Gentari menyadari kebingungan Zeila dari kerutan di dahinya. Mata Zeila intens menatap Shabina. Tatapan sinis dan menyelidik Zeila tak bisa dihindari Gentari apalagi Shabina.

"ini Shabina, Zei." jawaban atas pertanyaan dan kebingungan Zeila. Zeila mengangguk paham dan kembali ke fokus sebelumnya.

"ini adik lo yang cover itu ya?" tanya Shabina memastikan.

Gentari mengangguk sambil tersenyum bangga. Bangga pada pencapaian adiknya, Zeila.

Shabina duduk pada sofa sebelah Zeila dan diikuti Gentari. Tak ada percakapan, Zeila sesekali mencuri pandang ke arah Shabina. Memperhatikan perempuan yang membuat kakaknya selalu senyum sendiri dan merasa sehat jika bertemu.

"Shabin," panggil Gentari.

"Shabina, pake a, jangan diputus. Ada apa?" tanya Shabina.

"Gak papa, itu minta tolong ambilin snack deket Zei," Zeila yang sadar namanya disebut dengan cepat mengambil snack tersebut, membuka dan memberikannya langsung pada kakaknya.

"Makasih, Zei." ucap Gentari.

Shabina tersenyum melihat interaksi antara adik kakak tersebut. Snack yang berbentuk kripik dengan rasa rumput laut itu terdengear renyah di pendengaran Shabina. Di kamarnya pun Gentari sering kali makan snack dan selalu terlihat menggemaskan. Apa karena pipinya? tingkahnya atau apa?

Shabina mengalihkan pandangannya pada Zeila yang bangkit dari duduknya.

"Mau kemana?" tanya Gentari sambil meletakkan snacknya.

"Keluar bentar," Zeila menyodorkan satu botol minum yang sudah di buka tutupnya.

"Makanya kemana?" tanya Gentari lagi setelah meminumnya.

"Kantin Rs, mau beli minuman berasa, knpa? lo mau juga? jangan aneh aneh deh kak." Zeila mengambil botol air dari Gentari dan menutupnya lagi, Zeila pergi setelah meletakan botol itu ke atas meja.

Shabina hanya memperhatikan keduanya. Zeila sangat act of service. Persaudaraan mereka terlihat harmonis, kenapa Shabina tidak bisa ya? tapi itu bukan salah Shakel, itu salah Shabina, benar?

Zeila hilang di balik tembok yang sedikit memisahkan antar  pintu dan tempat mereka duduk.

Shabina mengambil tissu basah di atas meja dan menarik tangan Gentari. Shabina menaruh tangan itu di atas pahanya sebelum akhirnya di lap untuk menghilangkan sisa rumput laut kecil-kecil dari tangannya.

"keluarga lo harmonis ya, lo sama zeila juga gitu, kalian akur banget." Shabina meletakan kembali tangan Gentari ke atas pahanya sendiri.

"Ngga juga, shabin. Semua keluarga kayaknya punya ceritanya masing-masing. Malah kadang gue ngerasa, guenpengin di posisi lo, punya kakak, punya adik, punya mamah yang always support lo dan selalu mencoba ngertiin dunia lo. Mungkin lo ngerasa mereka jahat karena hal yang di luar kendali kalian semua yang lo rasain selama ini. Tapi belahan dunia yang ga lo tau, malah ada yang mau kehidupan baik yang lo jalanin. Lo punya kakak yg tanggung jawab, Lo punya mamah yang selalu mencoba mengerti lo, lo punya adek yang sayang banget sama lo." Gentari menjeda ucapannya, sekarang ia tatap penuh retina milih gadis yang lebih tinggi darinya itu, tersenyum. "Apalagi lo punya Shakel, terlahir spesial, dia cerdas tau Shabina,  dia sayang lo banget, sedikit perbincangan gue sama dia pas itu gue bisa pastiin dia sayang lo banget," Gentari sekarang beralih mengbil air yang di hadapannya. Merasa terlalu banyak bicara sampai Shabina terdiam melihatnya berbicara.

Februari dan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang