Bukan Hujan Tahun Baru (Part 2)

85 13 1
                                    

"Anak ini adalah harapan baru bagi keluarga kita, keluarga pawang hujan."

Kobo membuka mata. Tersengal. Peluh menetes dari pelipis. Jantung berdegup kencang. Mengatur napas. Mimpi itu lagi. Atau ... ingatan itu lagi. Au ah. Capek.

Kobo mematikan jam beker di atas nakas, lalu meraih ponsel di sampingnya. Pukul 15.00. 31 Desember.

Notifikasi pesan grup muncul di layar. Dari Kaela.

Kumpl di kntor sblum jm 5. Jgn sampai telat. Trtama yg bw petasan.

Kobo berdecih. Baru bangun langsung kena omel. Iya-iya bawel! Kobo mengetik. Otewe. Kirim.

Beberapa menit setelah itu, Kobo hanya duduk di kasurnya kayak orang linglung. Iler masih menempel di pipi. Kepalanya rada pusing. Ingat, jangan tidur siang dalam waktu yang lama.

Sepulang para senpai dan Pak S.O.S, Kobo langsung memulai ritual pemindahan hujan. Ada dua metode. Langsung dan nggak langsung.

Metode langsung dilakukan pada tempat dan waktu di mana hujan hendak turun. Metode ini terbilang mudah karena Kobo bisa langsung merasakan energi alam di sekitar lokasi. Lalu, menstimulasikan mana di tubuh untuk memindahkan hujan yang akan turun.

Namun, beda halnya dengan metode nggak langsung yang terpaksa Kobo pilih. Metode nggak langsung cukup sulit dilakukan untuk pawang hujan pemula sepertinya. Sebab, Kobo nggak berada di TKP. Selain itu, ia juga perlu memprediksi di mana titik dan waktu awan yang mengandung air berkumpul di langit. Sebenarnya bisa pakai bantuan satelit cuaca, tapi siapa yang butuh alat ciptaan manusia saat kamu punya anugerah kekuatan yang diberi Tuhan?

Meramal dan memindahkan hujan. Dua kali kerja. Dua kali lipat mana terkuras. Pantas saja setelahnya Kobo langsung cosplay kebo tidur.

Kobo menepuk-nepuk pipi. Ayo siap-siap! Makan siang, mandi, disambarnya jumpsuit biru favorit dari lemari.

"Hay, cantik, mau ke mana?" Mami tiba-tiba masuk, bersandar di kusen pintu.

"Tahun baruan. Sama Zeta dan Kaela, di kantor." Kobo menata poninya di depan cermin. Susah, sebab rambut birunya acak-acakan kayak ombak. Keunikan fisik yang hanya dimiliki keluarganya.

Air muka Mami berubah, dari yang awalnya ramah menjadi galak. "Nggak boleh!"

"Kok gitu?!"

Kobo sudah hendak mendebat, sebelum Mami tertawa, "Kalo bukan Mami yang nganterin. Mami keluarin mobil dulu, ya."

Kobo cemberut. "Bercandanya burik."

Mami pun beranjak menuju garasi. Terdengar teriakannya memanggil Papa, menanyakan letak kunci mobil. Kebiasaan, Papa selalu lupa di mana ia meletakkan kunci. Entah itu kunci mobil, rumah, hingga kunci gitar. Mami sampai geram. Namun, ada satu kunci yang nggak pernah Papi lupa di mana letaknya. Kunci hati Mami. Aaaa melting!

Untungnya, sifat pelupa itu nggak menurun ke Kobo. Kobo mampu bertanggung jawab dengan kunci yang ia punya. Jadi, nyawa Kobo terselamatkan dari amukan Mami atas persoalan kunci.

Kobo mengambil tas selempang, lalu mengunci pintu kamar. Langkahnya menuju mobil yang sudah siap berangkat terhenti ketika ia melewati sebuah kamar dengan pintu yang tertutup rapat. Kobo mendesah. Harus diakui, nggak semua kunci Kobo miliki. Dan yang ini, sangat sulit untuk dibuka, bahkan jika ia punya kunci sekalipun.

Bukan Hujan Tahun Baru [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang