Hey, It's Me. The Problem is Me

508 52 5
                                    

Ketika Fourth terbangun keesokan harinya, tubuhnya terasa jauh lebih ringan. Malah terlalu ringan. Mengingat kejadian semalam, rasanya seperti terbangun dari euforia yang aneh. Fourth menunduk dan menatap celana kain yang dikenakannya semalam. Benar, semalam ia belum membersihkan diri dan tidur begitu saja.

Selama beberapa detik Fourth berkutat dengan isi kepalanya sendiri. Menyusun jadwal apa saja yang harus dia lakukan hari ini. Biar bagaimanapun ia harus berkemas dan keluar dari rumah ini. Fourth menurunkan kakinya dari ranjang dan meraba-raba jaket yang ia kenakan semalam mencari ponselnya.

Ditariknya keluar ponsel usang itu dan mencari nomer seseorang. Ditempelkannya benda itu ke telinganya sembari menunggu teleponnya terhubung.

"Halo, Mae." Sapanya lembut ketika teleponnya tersambung.

"Mae, hari ini aku kembali ke kamar lamaku ya. Masih ada kan? Tidak apa-apa. Nanti saja kuceritakan. Sekarang? Di rumah mantan suamiku, dimana lagi. Iya mantan. Itu juga nanti saja kuceritakan ya. Aku harus membereskan barang-barangku dulu. Iya, iya. Sampai nanti, Mae."

Usai melakukan panggilan itu, Fourth beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Di depan cermin besar yang ada di kamar mandi itu, Fourth menatap tubuh telanjangnya. Sekarang, tubuhnya benar-benar hanya tersisa tulang dan kulit. Tidak ada daging menonjol kecuali perut hamilnya yang berusia 4 bulan. Tidak ada lagi kulit putih bersih bersinar. Hanya ada kulit putih pucat keabu-abuan. Fourth bertanya-tanya apakah kematiannya bisa datang lebih cepat agar tidak terlalu lama merepotkan Mae Phan.

Wanita yang ia hubungi tadi bukanlah ibu kandungnya. Wanita itu adalah pengasuh sekaligus pemilik panti asuhan tempat ia dibesarkan dulu. Dana panti asuhan ia dapatkan dari menjalankan bisnis properti dan menyewakan kamar kondominium sederhana yang murah. Biasanya penyewanya adalah pelajar atau pekerja yang memiliki uang terbatas. Seperti dirinya.

Fourth tinggal di salah satu properti itu saat ia kuliah sambil bekerja dulu. Mae Phan yang sejak dulu begitu baik padanya, menyewakan kamar itu untuknya hingga setengah harga lebih murah. Padahal uang sewanya perbulan sudah sangat murah. Mae Phan selalu menolak pembayaran penuh Fourth dengan dalih kamar yang ia tempati itu sebenarnya berhantu. Hanya saja menurut Fourth, itu hanyalah alasan Mae Phan untuk tidak menerima uang dari anak yang sudah diasuhnya di panti asuhan sejak ia berumur 3 tahun hingga remaja.

Fourth sudah menjadi yatim piatu sejak berumur 3 tahun. Ia tidak ingat siapa ayah dan ibunya, bagaimana rupa mereka. Termasuk apa yang terjadi hingga ia berakhir di panti asuhan itu. Walaupun menjalankan bisnis, dana untuk panti asuhan tidaklah banyak. Karena itu, Fourth mulai bekerja di usia yang baru 15 tahun. Menjadi pelayan, asisten koki, tukang cuci piring, apapun.

Mulanya ia tidak ingin melanjutkan sekolah karena lagi-lagi masalah biaya, tapi Mae Phan ngotot agar ia melanjutkan pendidikan bahkan sampai kuliah kalau bisa supaya ia bisa mengangkat derajat hidupnya sendiri. Semangat Mae Phan yang begitu membara, membuat Fourth ikut bersemangat untuk mati-matian belajar dan mencari beasiswa. Lalu ia berhasil, mendapat beasiswa penuh untuk jurusan manajemen ekonomi di Chulalongkorn University. Hari dimana ia menerima kabar bahagia itu, Mae Phan merayakan besar-besaran dengan memanggang daging barbeque bersama anak-anak panti asuhan lainnya.

Kemudian ia bertemu Gemini. Gemini yang misterius dan perhatian dengan caranya sendiri. Mengingat itu membuat Fourth mendengus. Selama ini rupanya ia hanya berkhayal bahwa Gemini perhatian padanya. Kisah cinta pangeran dan rakyat jelata tidak akan pernah bisa menjadi kenyataan. Hari ini ia akan berhenti berkhayal dan kembali ke realita dimana dunianya yang sebenarnya berada.

Saat Fourth keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya yang basah, ia mendapati satu nampan penuh sarapan yang terdiri dari telur goreng, bacon, sosis, roti isi, buah-buahan, susu dan yoghurt yang diletakkan di atas meja riasnya. Lagi-lagi Fourth mendengus. Seumur hidup ia tinggal di rumah ini, tidak pernah satu kalipun asisten rumah tangga disini baik padanya. Satu dua kali mereka berseloroh untuk menunduk dan mengingatkan bahwa mereka di strata yang sama.

It's Ok, I have MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang