FAMILIAR NAME

19 5 1
                                    

Nara terbaring diatas kasur empuknya itu. Ingin tertidur tapi kepalanya sangatlah berisik, di isi oleh pertanyaan pertanyaan yang tak penting. Beberapa kali Nara mengubah posisi tidurnya. Mencari sisi yang nyaman, namun ia rasa tidak ada.

Apakah yang diucapkan Sheina tadi siang benar? Apakah ada yang namanya seperti itu? Siapa? Alaut Anantara namanya? Ah sungguh, pertanyaan seperti itu terus berlalu lalang dipikiran Nara.

Sheina berhasil membuat Nara mati penasaran dengan apa yang ia katakan kemarin. Seperti apa sosok anak baru yang bernama Alaut Anantara itu? Namanya sungguh mirip seperti Nara menamai laut yang ia sering kunjungi. Bukan lagi mirip, tetapi sama. Siapa dia? Bagaimana bisa nama laut yang Nara kasih khusus untuk laut yang sering dikunjungi dipakai oleh orang lain?

"Aku bisa gila kalau terus memikirkan anak orang yang bahkan aku kenal saja tidak" ia mengacak acak rambutnya frustasi.

Memikirkan hal yang tak penting membuatnya stress. Nara berpikir lebih baik ia menenangkan dirinya di laut. Salah satu tempat Nara merenung serta berbagi cerita padanya.

Dan Nara bergegas mengambil hoodie yang tergantung pada ujung pintu. Langkahnya meninggalkan kamar serta menutup pintu rumah dengan hati yang tak sabar ingin menemui laut.

Pada pukul 5 sore, Nara terduduk di dermaga. Menatapi tenangnya ombak laut serta senja yang indah mulai terbenam dari barat sana. Sesekali ia tertegun dengan keindahan alam yang Tuhan ciptakan ini. Nara bersyukur, karena Tuhan menciptakan alamnya begitu indah saat dipandang.

Selir angin kencang dari arah laut seperti berdansa dengan rambut coklat tua miliknya. Nara menikmati pemandangan yang ada di depannya, tak pernah sedikit pun ia memalingkan pandangannya dari laut.

Suatu pertanyaan terbesit di pikiran Nara. Pertanyaan pertanyaan yang sejak tadi mengganggu isi pikirannya.

"Hari ini aku ingin memberitahu suatu hal padamu" Berharap setelah menceritakan tentang apa yang ada di pikirannya kepada laut akan membuat ia merasa lega.

"Siapa Alaut Anantara selain dirimu?"

Orang yang melihat pun akan mengatakan bahwa ia orang aneh yang berbicara sendiri pada laut. Sejatinya laut adalah makhluk hidup yang tak dapat berbicara.

Tapi bagi Nara itu hal yang tak aneh. Apa salahnya berbicara dengan laut? Pikirnya. Karena bagi Nara, laut seperti sahabat dan tempat berkeluh kesah dirinya.

Alih alih laut menjawab, tetapi hanya deburan ombak saja yang terdengar. Nara mendengus kesal, kalau saja laut itu bisa berubah wujud menjadi manusia dan bisa berbicara sudah pasti akan menanggapi ocehan ocehan yang tiap hari Nara ucapkan padanya.

Tiba tiba saja perasaan penasarannya kini berubah menjadi perasaan sendu. Seperti sedang merindukan seseorang yang sudah lama tak ia jumpai.

"Ah sial, lagi lagi aku merindukan Ayah." Air matanya jatuh dan mengalir dengan deras begitu saja tanpa izin, membasahi pipi Nara.

Merindukan kehadiran Ayah yang tak pernah hadir dalam hidup Nara. Ia bahkan tak tahu ayahnya siapa. Ibu selalu diam ketika Nara menanyakan tentang Ayah.

"Mengapa Ayah tak disini? Rasanya aku ingin sekali memeluk Ayah dengan erat. Lalu menceritakan semua isi pikiranku padanya. Apa kau tau laut? Aku bahkan tak tau Ayah ku siapa" Ia tertawa. Tawa yang membungkus tangis.

Sore ini Nara menangis ditemani ombak ombak laut yang seakan menyahut. Tak terasa matahari telah terbenam. Onggokan onggokan jingga dilangit barat membawa malam.

°°°


Nara pulang. Menaiki bus dengan perasaan yang masih ingin memeluk laut erat. Harapan saat pulang, bertemu Ayah di depan rumah dengan senyum gembira. Berlari ke arah Nara dan memeluknya. Hanyalah imajinasi Nara yang tak pernah menjadi nyata.

Nara dan Lautnya || Choi Soobin [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang