ii. eternity of destiny

84 11 1
                                    

“lalu? apa yang harus aku lakukan sekarang?” adalah pertanyaan yang entah untuk ke berapa kalinya telah meluncur bebas dari mulut zoro, direktur utama salah satu perusahaan terbesar di jepang.

semenjak kepalanya di nyatakan menerima benturan keras dengan meja kerjanya sendiri. tingkah pria bersurai hijau itu menjadi benar-benar tidak terkendali, dan berada di luar prediksi.

sampai-sampai robin, sang sekertaris pun bingung dengan perubahan sikap sang atasan. yang menurutnya terlalu jauh dari kepribadian nya yang dulu terkesan begitu dingin, dan tidak peduli dengan keadaan sekitar.

bahkan zoro akan selalu mendahulukan kepentingan dalam hal pekerjaan di bandingkan apapun. hal itu memaksanya menjadi pria kaku, yang tidak tertarik dengan kehidupan bermasyarakat.

namun sepertinya saat ini, pria itu benar-benar berada di luar kendali. seakan robin tengah bekerja untuk seorang direktur baru, yang lebih cerewet dan merepotkan.

“oi, robin! aku bertanya pada mu! lancang sekali kau mengabaikan atasan mu seperti itu!” lihat, betapa menyebalkan nya tingkah zoro akhir-akhir ini. bahkan robin sempat ingin mengundurkan diri dari pekerjaan nya sekarang ini.

“tuan direktur, saya bekerja di sini untuk mengatur jadwal pekerjaan anda. bukan sebagai konsultan percintaan,” keluh robin memperbaiki letak kacamatanya, dan kembali fokus pada laptop yang berada di pangkuan nya.

“kau seharusnya memberikan ku saran untuk kembali mendapatkan hatinya,” zoro kembali bergumam. seakan tengah mengadu hal tidak menyenangkan yang tengah menyelubunginya.

“bagaimana pun hati ku terasa sakit, saat flare .. maksud ku nami. mengabaikan seluruh perhatian yang ku berikan. dan yang lebih parahnya lagi, aku melihat dia berjalan dengan pria lain. tepat di belakang ku!”

suara meja kayu yang di pukul kuat, menjadi akhir dari cerita menyedihkan sang direktur. sebelum kemudian pria itu kembali menghantamkan keningnya pada meja kerja di hadapannya, membuat kening lebar itu terlihat sedikit memerah.

“oh, itu bagus! dari sana kita bisa simpulkan bahwa nami menolak anda, karena ia telah memiliki pria lain. dan anda harus menemukan perempuan lain, tuan direktur.” penuturan tenang dari sang sekertaris hampir membuat zoro melemparkan vas bunga di pojok ruangan, jika saja ia tidak ingat bahwa sang sekertaris merupakan seorang perempuan.

ayolah, meski egois. zoro tetap menghargai seorang perempuan, tanpa pandang bulu. meski terkadang tak terlihat sedikit pun.

“sekertaris sialan, aku benar-benar akan memecat mu! tapi tidak untuk saat ini,” robin menggelengkan kepalanya pelan, bagaimana pun senyum tipis nya tak pernah hilang dari wajah cantik nya. meski sebenarnya ia benar-benar sangat tertekan sekarang ini.

“cobalah untuk bersikap seperti biasanya, tuan direktur.” sarannya, mengundang tatapan bingung dari sang atasan.

“aku memang begini sejak lahir. memangnya bagian mana, yang harus ku ubah untuk mendapatkan hati nami?”

“anda haruslah bersikap layaknya seorang roronoa zoro, yang cenderung lebih tenang dan selalu berkepala dingin. bukan sebagai shimotsuki ryuma, atau siapa pun yang menghuni tubuh anda saat ini.” zoro menggaruk kepalanya, sejenak menimbang-nimbang saran dari sang sekertaris. sebelum perasaan asing kembali menghampiri benaknya.

“baiklah kalau begitu. sekarang ajari aku, bagaimana menjadi seseorang yang selalu berkepala dingin dan memiliki banyak ketenangan.”

oke. bolehkah sekarang robin angkat kaki dari perusahaan yang telah mengangkat namanya ini?

𓇼.

waktu istirahat adalah hal paling di tunggu-tunggu oleh para karyawan, yang telah lama bekerja untuk perusahaan besar milik keluarga roronoa itu.

rewrite the stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang