"Nyonya Willhem?" perempuan bersurai coklat itu menyapa seorang wanita paruh baya yang duduk di salah satu sudut ruangan.
"ah, Nona Refasya ya?" wanita paruh baya itu tersenyum lembut meraih tangan perempuan di hadapannya.
"panggil saja saya Alana, Nyonya" Alana tersenyum manis. Syukurlah Nyonya di hadapannya ini tidak seperti yang dia takutkan.
"ya ampun anda manis sekali" Nyonya Willhem mengelus pipi Alana gemas. Kemudian ia mempersilahkan perempuan cantik di hadapannya untuk duduk.
"terimakasih Nyonya, maaf sudah membuat anda menunggu, padahal anda juga sibuk" sesalnya.
"itu tidak masalah, kamu juga bukan orang yang gampang ditemui, jadi kita impas kan" suara Nyonya Willhem terdengar riang. Entah kenapa rasanya dia senang sekali bertemu dengan Nona muda ini.
"nah, Alana, kamu sudah baca email dari saya kan? gimana tanggapan kamu? kamu mau jadi menantu saya?" Nyonya Willhem tersenyum lembut.
"saya sudah membacanya Nyonya, tapi maaf sepertinya saya tidak memenuhi kriteria anda dengan baik" Alana berucap tenang. Sejujurnya ia bingung sekali, pasalnya Nyonya Willhem yang terkenal dengan selektif ini tiba-tiba mengirimkan email kepadanya minggu lalu. Hal itu saja sudah cukup mengejutkan untuknya, sampai ketika ia membaca isi email tersebut, jantungnya serasa berhenti sejenak. Nyonya Willhem melamar dirinya untuk salah satu putranya.
"kalau kamu tidak memenuhi kriteria keluarga kami, mana mungkin saya mengirim email untuk mu kan" Nyonya Willhem meraih tangan Alana dan mengusap pelan.
"apa mungkin kamu sendiri yang tidak mau lamaran ini?" Nyonya Willhem bertanya memastikan.
"ah, tidak seperti itu Nyonya, hanya saja keluarga anada adalah keluarga yang sangat terpandang, saya hanya tidak percaya anda memilih saya yang tidak ada bagusnya ini" Alana merendah. Bukan sebab ia minta di puji, tapi memang ia bukan berasal dari keluarga yang ramai di kenal orang. Meskipun soal finansial keluarga cukup terpenuhi, tetapi tetap saja akan sangat jauh bila di bandingkan dengan keluarga Willhem.
"siapa bilang? kamu cantik dan manis seperti ini pasti banyak yang mau. Kamu juga ga kalah terkenal kok, kamu sukses di profesi kamu sekarang, bukan kah itu sudah cukup?" Nyonya Willhem kembali tersenyum ramah.
"ah terimakasih Nyonya" Alana masih berpikir. Selama seminggu ini ia merenung soal lamaran yang tiba-tiba. Keluarga tersohor negri ini mengajukan lamaran kepadanya untuk putra bungsu mereka. Padahal setau Alana, putra bungsu mereka merupaka seorang yang sudah menikah, meskipun istrinya sudah meninggal, tapi apa harus di nikah kan lagi?
Alana juga berpikir soal usia, tahun ini usianya menginjak 32 tahun, dan ia belum ada rencana menikah sama sekali. Teman-temannya yang lain tentu saja sudah memiliki anak, hanya dia yang terlalu fokus pada karir hingga tidak peduli lagi soal rumah tangga. Namun ketika email itu sampai padannya, ia mulai berpikir kembali. Apa dia harus menerima lamaran ini? Apakah sudah sampai waktunya ia untuk menikah? Meskipun laki-laki yang akan ia nikahi adalah seorang duda anak tiga?
Tidak, Alana tidak pernah mempermasalahkan itu, setipa orang punya masa lalu kan? yang ia takutkan sekarang adalah, apakah keluarga itu tidak mengetahui kondisi dirinya yang sebenarnya? Bahwa ada alasan tersendiri mengapa ia sampai sekarang belum memilih untuk menikah.
"Alana?" teguran halus Nyonya Willhem menyadari lamunannya.
"ah maaf kan saya Nyonya" Alana menggaruk lehernya canggung.
"sebelum saya menjawab, ada yang ingin saya tanyakan" perkataan Alana menarik atensi Nyonya Willhem seluruhnya. Ia menaikkan alis tanda silahkan pada gadis di hadapannya.
"saya di vonis tidak bisa hamil karena rahim saya lemah" Alana berucap pelan. Mau tidak mau ia harus mengatakan kenyataan ini. Sebelum nanti berakibat fatal karena ketidak jujurannya. Benar, tujuh tahun silam Alana pernah hampir menikah dengan kekasihnya. Tapi ketika tes kesehatan berlangsung, vonis dokter terhadapnya membuat ibu dari pihak laki-laki memaksa untuk menghentikan persiapan pernikahan. Mereka tentu marah besar dan menganggap Alana adalah seorang penipu. Padahal, Alana juga baru saja mengetahui kenyataan pahit itu. Setelahnya ia tentu saja terpuruk, pernikahan yang batal, cemohan keluarga dari pihak laki-laki dan kekasihnya sendiri menghianatinya dengan menikahi perempuan lain di tanggal yang sama yang seharusnya dirinya menjadi seorang pengantin.
"Itu bukanlah suatu masalah nak, zaman sekarang teknologi sudah canggih, kamu tidak perlu khawatir, karena kami akan rela menghabiskan berapapun biaya untuk kebahagiaan anggota keluarga kami. Kalaupun itu memang mustahil, kita masih bisa mengangkat anak kan? ada banyak anak-anak yang lucu dan gemas yang tidak mendapat kan kesempatan hidup yang layak di panti" Nyonya Willhem mengelus punggang tangan Alana. Ia merasakan ketakutan perempuan di hadapannya saat menyampaikan kenyataan itu.
"Alana, apa saya terlihat seperti orang yang mudah men-judge orang lain hanya karena satu kekurangan? terlepas dari itu kamu orang yang sangat mandiri dan professional, kamu sempurna dalam karir, bukan kah ada banyak yang iri terhadapmu karena ini? Kamu sudah luar biasa nak" kata-kata Nyonya Willhem mengalir merdu di telinga Alana.
perempuan bersurai coklat itu tertegun, ia bahkan sudah siap dengan hinaan yang akan di sampaikan, tapi ternyata yang terjadi sebaliknya. Matanya tiba-tiba saja terasa panas. Satu tetes air mata lolos dan meluncur bebas di pipinya. Ah, ia terharu sekali.
Nyonya Willhem yang melihat itu segera berpindah duduk dan menarik Alana dalam pelukannya. Ia mengelus punggung Alana lembut. Kekhawatiran perempuan ini sampai pada relung hatinya, dan itu membuat Nyonya Willhem semakin menaruh perhatian sayang. Anak ini harus segera jadi menantunya.
1 bulan kemudian.Kabar baiknya, Alana menerima lamaran tersebut. Namun, kabar buruknya adalah kehadirannnya tidak di sambut baik oleh ketiga anak dari Erland ( calon suaminya ). Hal itu cukup membuat Alana frustasi dan hampir mengajukan pembatalan pernikahan.
Nyonya Willhem yang mengerti kondisi itu juga memberikan Alana kesempatan untuk menolak, ia juga tidak mau menjebak Alana pada situasi yang merugikan perempuan itu. Namun, tepat dua minggu sebelum pernikahan, Alana memutuskan untuk tetap menjalankan pernikahan ini. Masalah penerimaan bisa di atasi seiring berjalannya waktu, tapi keluarga yang akan menerima kondisinya yang seperti ini tidak akan datang dua kali.
Dan ketika hari pernikahan terjadi, untungnya anak-anak Erland tidak nekat menghancurkan gelaran acara mereka. Jujur saja sebenarnya Alana sedikit takut jika ketiga putra sambungnya itu menunjukkan penolakan ketika acara pernikahan berlangsung.
Dalam pernikahan ini, Alana berusaha maksimal meraih perhatian ketiga putra sambungnya yang hatinya sudah tertutup rapat. Sedikit banyak ia mengorek rahasia masa lalu yang menyebabkan para tuan muda ini menutup akses dan membangun tembok kokoh atas dirinya. Alana memaklumi tindakan itu, tapi tidak mengurungkan niatnya untuk melunakkan ego masing-masing dari anak sambungnya.
Ia hanya berharap, keluarga ini akan menjadi keluarga terakhir tempatnya berlabuh, meskipun banyak yang ia harus korbankan untuk tetap utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA : The Journey of a Stepmother
RandomAlana Refasya, perempuan berusia 32 tahun dengan karir sempurna sebagai seorang disainer gaun ternama. Butiknya seolah menjadi rujukan prioritas bagi mereka yang perhatian terhadap penampilan. Layar-layar lebar di tengah kota hampir setiap hari mema...