-happy reading 🏀
-sorry for typo(s)—Everest—
Veritas Horizon Senior High School, salah satu sekolah swasta elite yang biaya gedungnya saja sudah ratusan juta. Sudah dipastikan, para orang tua dari murid-murid di sana minimal adalah seorang pengusaha di kelas menengah ke atas. Jika bukan pengusaha, berarti Ayahnya anggota DPR. Tapi bukan Dpr Ian.
Noah, Khai, dan Kale, adalah salah tiga murid di sana. Bahkan menjadi bagian anak-anak famous di angkatan. Jika angkatan dua belas memiliki, Marvin dan teman-temannya sebagai anggota famous, maka angkatan sebelas memiliki Kaleo dan sayap kanan kirinya, Noah dan Khai.
"Bang, kalo angkatan sepuluh gue termasuk kan? Gue kan adeknya lo, walaupun kata Mami kita jelek, tapi gue masih ada gantengnya dikit lah kalo diliat lebih baik mah."
Waktu itu Kale baru saja pulang sekolah, di hari pertamanya menjadi siswa kelas 11. Adiknya, Kazio, yang sama-sama baru pulang dari sekolah yang sama, langsung menodongnya dengan pertanyaan tanpa arah itu.
Kale menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tengah, perutnya lapar, tapi rumah besarnya hanya terisi dirinya dan sang adik.
"Lo ngomongin apa sih Zi?"
Kazio berdecak, seraya ikut mendudukkan dirinya di sofa lain di sana, "Itu loh Bang, Veritas Vibes. Gue denger, lo, bang Khai sama bang Noah itu termasuk Veritas Vibes angkatan sebelas. Keren lo Bang."
Kale tersenyum congkak mendengar perkataan sang adik, "Gue kan emang keren, mulai hari ini lo nggak boleh kaget kalo denger hal-hal keren tentang gue yang lainnya."
Raut antusias Kazi seketika lenyap mendengar nada congkak dari perkataan sang Kakak. Mungkin jika Papi dan Mami dengar, Abangnya itu akan mendapat setidaknya pukulan di rahangnya atau tamparan di pipi.
"Tapi Zi, saran gue, enakan jadi siswa biasa. Lo bebas lakuin hal yang lo suka tanpa komentar-komentar dari orang. Catatan BK lo juga pasti bakal bersih."
"Hah?"
Kale terkekeh, berdiri dan mengusak surai adiknya sebelum kemudian ia berlalu menaiki tangga menuju kamarnya.
"Kalo ada Noah atau Khai, bilang gue lagi tidur ya. Jangan bolehin masuk, gue lagi cape."
Kazi mengangguk tanpa bantahan, tapi sedetik kemudian matanya melotot, "Lo oke, Bang?!" Tanyanya panik.
"I'm totally fine, gue cape doang dikit. Lo nggak usah lebay."
Sekepergian sang kakak, Kazi menyandarkan lemas punggungnya pada sandaran sofa. Ini juga hari pertamanya sekolah, tepatnya hari pertamanya menjadi siswa Senior High School. Lelah, banyak kegiatan yang ia harus ikuti di hari pertama sekolah. Dibanding dengan sang Kakak, Kazio memang sedikit lebih kuat perihal imun tubuh, tapi hanya sedikit. Dua bersaudara itu terlahir dengan otak yang cerdas dan tubuh sempurna, tapi tidak dengan kesehatan di dalam tubuhnya.
Kesempurnaan hanya milik Tuhan, kan?
Bunyi bell beberapa kali membuyarkan lamunan Kazi. Tanpa harus repot berjalan membukakan pintu, orang-orang penyebab bell berbunyi sudah masuk ke dalam rumahnya dengan sendirinya.
"Bang Kale lagi tidur, nggak mau diganggu," katanya. Tanpa menoleh untuk mengetahui siapa yang datang. Dari langkah kakinya saja rasa-rasanya Kazi sudah hapal siapa yang datang.
"Widih, anak Senior High School nih. Gimana Zi hari pertama? Kata Zhai lo langsung dimintain nomor whatsapp sama kakel."
Kazi melirik tak minat teman Kakaknya yang kini duduk di pegangan sofa merangkul dirinya. Kazi lebih memilih beralih pada satu lagi teman sang Kakak, yang hanya tersenyum tipis dengan kedua tangan berada di saku celana pendeknya.
