02. Everest : Rumah kedua

644 93 3
                                    


-happy reading 🏀
-sorry for typo(s)


—Everest—

Sekilas tidak ada beda antara Khaindra dan Zhaidan, keduanya sama-sama tumbuh dengan sayang yang rata dari kedua orang tuanya, dan Khai maupun Zhai paham akan hal itu. Dua saudara itu begitu ceria, mudah berteman dan memiliki prestasi yang setara di sekolah. Mama dan Papa juga memandang sama kedua putranya, putra yang begitu membuat keduanya bangga atas apapun yang berhasil keduanya capai.

Mama Papa tidak pernah menaruh beda pada kedua putranya.

Tetapi, orang-orang tidak.

Orang-orang yang tidak paham benar bagaimana Khai dan Zhai adalah orang-orang yang berlagak seolah mereka tahu semuanya tentang dua anak itu.

.

Jika di lihat dari wajah, Khai dan Zhai memang tidak ada kemiripan, kecuali lengkung senyum dibibirnya yang sama-sama cerah layaknya matahari pagi. Dari sifat pun, walau keduanya sama-sama ceria, tapi Zhai lebih penurut di banding Khai. Tapi perbedaan itu tidak membuat Mama dan Papa keberatan, toh setiap anak pasti memiliki beda. Ketidak patuhan Khai juga masih di tahap yang wajar, pun dengan kenakalan-kenakalan yang putra sulungnya lakukan. Viona maupun Bram masih memaklumi, anak mereka laki-laki.

Tapi orang-orang sering tidak memaklumi, termasuk keluarga besar mereka. Mereka selalu dengan lantang mengatakan perbedaan antara keduanya, terkadang terang-terangan di hadapan Khai maupun Zhai.

Seperti saat ini.

Biasanya, makan malam keluarga kecil Khai dan Zhai selalu hangat. Mama akan selalu memasak menu yang disetujui oleh semua anggota keluarga, itu menjadi alasan semua akan makan dengan lahap. Kemudian Papa akan selalu pulang bekerja sebelum jam makan malam, agar kepala keluarga itu bisa menambah hangat suasana rumah atas kehadirannya. Kemudian Khai dan Zhai akan menjadi pelengkap, mengomentari rasa masakan Mama, dan menjawab pertanyaan Papa yang bertanya, ada cerita apa hari ini.

Keluarga mereka hangat, Mama Papa selalu merengkuh dua putranya dalam hangat.

Tapi tidak jika om dan tantenya tiba-tiba saja datang berkunjung tanpa pemberitahuan sebelumnya. Khai tidak pernah suka orang-orang itu mendatangi rumahnya, untuk apapun tujuan mereka, bahkan jika Oma dan Opa yang menyuruhnya sekalipun.

"Ada perlu apa Om sama Tante semua dateng ke rumah, udah dadakan, semuanya dibawa pula."

Khai bersuara, setelah sedari tadi menahan rasa kesalnya karena rumahnya yang tenang berubah menjadi bising karena ulah para sepupunya. Padahal ini waktu makan. Mama juga sudah masak banyak, tapi apa itu, mereka malah memesan makanan dari luar, alih-alih seharusnya menghargai usaha Mama yang sudah terburu memasak untuk mereka semua.

"Kamu nggak berhak ngomong begitu Khaindra, ini rumah adik saya, bebas kapanpun kita datang. Kamu ini memang nggak punya sopan santun."

Khai berdecih, melengos dengan sebelah sudut bibir terangkat.

"Aku anaknya, Tante. Aku anaknya orang yang Tante sebut adik Tante itu. Aku berhak, karena kalian menganggu waktu kami."

"Nak, Khaindra," tegur Viona lembut.

Khaindra membuang napasnya, melirik wajah-wajah angkuh di sana, sebelum kemudian ia memilih pergi menjauh. Lama-lama berada satu ruangan bersama om dan tantenya, emosi Khaindra selalu tidak bisa ia kendalikan. Khaindra sudah terlalu hilang hormat pada saudara dari Papa dan Mama.

"Anakmu masih saja begitu, Bram? Tidak punya sopan santun."

"Tidak ada yang bisa di harapkan dari putra sulungmu itu."

Everest || 00 ft 02 liner Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang