Public Cemetery.
DUAR!
Kilat menyambar bertalun-talun, angin bertiup kencang disertai hujan yang turun dengan deras malam ini. Tepat pukul sebelas malam lebih dua puluh menit upacara pemakaman baru selesai dilangsungkan setelah melalui berbagai proses guna memperoleh titik terang. Para pelayat berduyun-duyun meninggalkan area rumah abu menyisakan remaja yang kini terduduk di lantai sembari memegang figura foto.
Wajahnya kusut dengan poni panjang menjuntai menutupi kedua matanya yang tampak sembab, bibirnya kering dengan pandangan kosong menyorot pada dua guci abu di depan yang masing-masing terukir nama paling berharga dalam hidupnya. Dirinya seakan belum dan tidak akan pernah bisa menerima fakta yang baru saja menimpa keluarga kecilnya.
Jungwon tak pernah menyangka akan membawa dua guci sekaligus untuk diantar ke kolumbarium, ini bahkan terlalu cepat karena Minggu depan seharusnya mereka berdua duduk di tribun untuk menyaksikan Jungwon bertanding, memori-memori indah mulai berputar kembali di kepala.
Jungwon tidak pernah tahu bagaimana hidupnya dalam beberapa detik ke depan namun ia juga tidak pernah menyangka akan mendapatkan garis hidup seperti ini. Tuhan punya rencana lain dan untuk beberapa hari ke depan mungkin Jungwon akan menghabiskan setengah harinya di gereja untuk berlutut memandangi patung bunda Maria seperti yang selalu mamanya lakukan tiap kali datang ke tempat ibadah tersebut. Jungwon sadar ia bukan anak yang taat beribadah, bahkan dalam setahun belum tentu ia berucap "pastor, berkatilah saya orang berdosa." saking sibuk dengan dunianya sendiri.
Jungwon mungkin marah pada takdir yang ia dapat namun ia juga lupa bahwa takdir ada karena Tuhan. Semua tentang apa yang sudah dilantaskan di masa lalu dan Jungwon harus merenunginya.
"Jungwon."
Tahu-tahu pria dengan setelan jas hitam dan tatanan rambut apik berdiri di samping Jungwon. Tangannya terulur untuk menyentuh bahu Jungwon yang bahkan tak bergeming dari tempat meskipun namanya baru saja diserukan.
"Udah malem, ayo pulang." Ajaknya sembari mendudukkan tubuh di samping lelaki tersebut agar lebih mudah guna membujuk.
"Aku masih pengen di sini." Suara Jungwon nyaris tak terdengar saking lirihnya. Tenggorokannya terasa sakit karena terlalu banyak meraung dan menahan tangis, pandangan lelaki tersebut masih menyorot ke depan tanpa menghiraukan keberadaan pria yang tengah mencoba peduli.
Pria di sampingnya tertegun, merasa iba dengan Jungwon, lelaki itu tampak seperti seonggok daging tak bernyawa beberapa hari terakhir. Saat ini ketenteraman yang ia butuhkan setelah beberapa hari lalu hanya teka-teki tak bersambung yang ia dapat. Jungwon lebih memilih mendengar para pelayat yang memuji Tuhan selama pemakaman atau mendengarkan khotbah pendeta dari pada harus mendengar segerombol manusia yang menyebut penyebab kematian orang tuanya tanpa bukti khusus.
Sesaat keadaan kembali hening dengan rintikan hujan deras di luar yang menemani, pria tersebut membiarkan Jungwon tentram barang sebentar namun, teringat akan satu hal yang harus segera disampaikan ia berlekas merogoh saku jas dalamnya guna mengeluarkan secarik amplop yang terdapat beberapa bercak darah samar.
"Saya nggak mau ganggu ketenangan kamu tapi..." Ia menjeda sekejap ucapannya sembari menyerahkan amplop tersebut pada Jungwon. "papa kamu punya sesuatu buat kamu."
Spontan kepala Jungwon menengok pada pria di sampingnya. Pandangannya berpindah ke arah amplop yang sudah tersuguh di hadapannya, sejenak ia berpikir mungkin masih ada harapan meskipun agaknya mustahil.
"Papa?"
"Ya. Beliau ada surat buat kamu."
Jungwon memang tak ingin kembali menghias dunianya dengan awan kelabu setelah berangan-angan damai barang sepintas, ia butuh waktu untuk menerima segala sesuatu yang sudah terjadi dengan sukarela kendatipun waktu yang diperlukan berlipat-lipat. Menata hati serta pikirannya yang berselerakan, Jungwon bahkan tak ingin memikirkan hal lain selain kesehatan mental dan fisiknya saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Happy House
Mistero / Thriller【 ft. TXT 】 Kedua orang tuanya meninggal secara misterius membuat Jungwon harus terjebak di sebuah panti bersama segerombol manusia gila dengan berbagai peristiwanya. Orang bilang, panti ini biasa disebut " The Happy House" sama s...