Prolog

3 0 0
                                    

Langit mendung gelap menggantung menghiasi nuansa sore hari ini. Awan hitam yang kian lama kian menebal itu membuat kemungkinan besar jika rintik hujan sebentar lagi akan turun.

"Bang el, buruan! Entar keburu hujan tuh." Teriak Rachel dengan suara melengking khasnya sambil mengetuk pintu kamar abangnya tiada henti.

"Iya chel, sabaran kenapa sih. Kamu ngomong sama papi dulu sana!"  Teriak Elvan dari dalam kamarnya.

Elvan Raditya Ferdinand, putra sulung dari keluarga Ferdinand pengusaha sukses terkenal yang memiliki aset dimana-mana. Dia merupakan pewaris utama saham ferdinand group. Berwajah tampan dengan predikat cowok famous disekolahnya. Putra kesayangan ferdinand dan claudia, dan juga abang kesayangannya Rachel.

Rachel berlari kecil kearah ferdi -papinya- yang sedang membaca berkas-berkas kantor di ruang kerjanya. " pi. Ssst. Mami mana?" Rachel berbisik-bisik.

"Mami ada tuh di..." perkataan ferdi tertahan kala melihat pelototan tajam dari anak gadisnya.

"Pi tolong lah jangan besar-besar ngomongnya, entar kalau ketahuan gimana? Kan ga surprise lagi."

"Kenapa? Kenapa? Kita mau nyolong perhiasan mami ya?" Tingkah bodoh ferdi keluar lagi membuat Rachel menatap malas papinya. Sumpah demi apa pak ferdinand ini bisa jadi pengusaha terkenal dengan tingkah bodoh kaya gini. Batin rachel

Elvan turun dari kamarnya dan langsung berbicara to the point kepada ferdi dengan suara yang kecil. "Yaudah pi, El sama Rachel langsung ngambil cake nya ya biar ga keburu hujan nih."

"Pake mobil El, bentar lagi mau hujan tuh. Kalian gamau kan kalo sampe kehujanan dan ga bisa pulang?" Suara bariton Ferdi menghentikan langkah Rachel.

"Pake motor aja pi, sekalian mau makan angin. Sumpek kalo pake mobil ga bisa menghirup udara segar." Alasan Rachel.

"Hirup polusi udara baru bener!" Ucap Elvan

"Yaudah, nanti kalau hujan jangan pulang dulu, papi suruh orang buat jemput kalian."

"Siap bos" sahut keduanya berbarengan dengan gaya yang sama. Ala-ala hormat kepada komandan.

***

Rachel memeluk erat pinggang Elvan, ia suka sekali suasana seperti ini. Jalan-jalan sore sambil menghirup polusi udara kota jakarta. Yang membuatnya senang adalah karena dia bersama Elvan. Sosok kakak yang selalu menjaganya, saat bersama Elvan tak ada hal yang perlu ia takutkan.

"Bang El, kok pake serba hitam sih hari ini? Harusnya kan kalau langit lagi mendung gini kita itu harus keliatan cerah jangan ikutan muram kaya langit dong, kayanya abang harus ngikutin style nya Rachel deh besok-besok. Cerah." Oceh Rachel dari balik punggung Elvan.

Elvan yang memiliki postur tubuh tinggi membuat adiknya yang duduk di jok belakang tidak kelihatan. Memang berbeda, Rachel sering sekali diejek Elvan karena pendek. Padahal keluarga mereka semuanya memiliki postur tubuh yang tegap. Tapi kata Claudia -mami Rachel dan Elvan- itu karena Rachel masih kecil dan belum pubertas.

"Apa salah nya coba, lo tuh masih kecil ga ngerti apa-apa. Cewek-cewek itu suka banget liat cowo pakek baju hitam. Lo sih jamet." Teriak Elvan dari balik helm full face nya. "Apalagi kalo yang makeknya abang lo yang ganteng nya ga tertanding ini, auto klepek-klepek sih cewe." Elvan melirik spion dan melihat ekspresi Rachel yang hampir muntah mendengar jawabannya. Dari balik helm itu, tersenyum sendiri.

Meski suasana mendung, yang namanya Jakarta pasti tak akan sepi dari kata macet.

"Eh bocil, makan tuh polusi udara, katanya lo mau makan angin tadi." Elvan merengangkan tangan saat berhenti di lampu merah.

Jeda diantara kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang