Tak Lagi di Sini

10 2 7
                                    

"De, warung Mak Kacih masih buka nggak?" tanyaku pada adik sepupu yang sedang tiduran di atas sofa sambil memainkan gamenya. "Teteh mau jajan tapi males ke bawah," tambahku mengingat tangga yang harus dituruni cukup banyak―pulangnya akan sama banyaknya.

"Udah meninggal yang punyanya kan, jadi gak dilanjut sama anaknya," balas laki-laki yang masih terlihat seperti anak kecil di mataku meski sebenarnya dia mahasiswa semester 5.

Aku kecewa. Pantas saja saat aku berjalan lewat tempat itu kemarin, jendela geser berwarna biru pucat yang menjadi ciri khasnya tertutup. Aroma dan suasananya masih sama. Tapi tak sepersis dulu. Sepi. Waktu memang berlalu secepat itu.

"Ah, harus ke bawah, ya?" Hanya bisa menghela napas. Aku tak bisa menyalahkan siapapun. Bahkan pemilik rumah ini―nenek―sudah tak ada lagi di sini. Suasana ramai yang dulu biasa menguasai tempat ini pun jelas menghilang.

Lantas, malam lebaran dengan minuman soda kaleng yang biasa kubeli di warung itu pun tak bisa lagi kubeli di sana. Padahal, aku masih bisa mengingat dengan jelas hari itu.

"Cieee, kangen ya jajan di sana," celetuk sepupuku.

"Kamu juga sama," balasku tak mau kalah.

"Hehe, bener." Kami hanya bisa merenungi satu persatu hal yang tak lagi ada di sini. Berubah secara konstan. Mau tidak mau.

Aku hanya bisa tersenyum.

END

***

Bogor, 3 Februari 2024

Kimiiro Palette - NPC 29 Daily Writing Challenge 2024 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang