Feelin

2 0 0
                                    

Segelas air berwarna biru muda kuteguk. Rasanya lebih pahit dari biasanya. Namun dalam sekejap membuat reaksi bergejolak di kepala. Sensasi yang menyenangkan. Suara jeritan yang seolah mencengkram dada terasa. Membuat tanganku bergerak lincah di keyboard virtual yang hanya bisa terlihat olehku semata.

Asyik dengan dunia penuh tekanan dan kecemasan orang-orang. Sungguh, ciptaan Diavel si jenius itu bisa dikembangkan sejauh ini. Padahal semula, aku hanya tak sengaja menemukan buku sihir kuno di pasar gelap, memadukannya dengan semua itu, dan ... voila!

Membuatku bergelimang harta. Meski itu bukan tujuan utamanya. Tapi sensasi cemas dan jerit para pembaca yang bisa sampai lewat feelin―cairan yang menjadi bayaran orang-orang untuk membaca cerita yang kutulis sangatlah menyenangkan. Mereka bersedia menukar rasa penasaran dengan kecemasan tak berujung demi membacanya. Dasar makhluk yang bukan lagi manusia.

Drrrt

Sensor di telingaku bergetar. Refleks menoleh dan melirik pada sosok yang datang mengganggu imajiku yang masih mengapung bebas―sebelum akhirnya kujatuhkan bersama dengan harap makhluk-makhluk yang turut andil membaca kisah yang kutulis.

"Readin, laporkan saja cepat," titahku tak ingin berbasa basi karena makhluk berusia lebih dari sepuluh ribu tahun itu akan mengoceh hal yang tidak perlu lebih banyak daripada intinya. Dasar nenek-nenek.

"Kau meminum feelin lagi?" tanyanya, "Kau bisa ikut mati kalau setengah dari para pembaca itu kehilangan nyawanya karena ulahmu sendiri."

Ck, sudah kubilang.

"Kaulupa sesuatu yang dinamakan narko―"

"Jangan samakan dengan benda itu, feelin tak ada di zamanmu dulu." Jelas, istilah kapan itu? Terlalu tua untuk disebut lagi. Dan sejauh ini tak ada korelasinya meski sama-sama bisa mengakibatkan kematian jika berlebihan mengonsumsinya.

Tapi siapa peduli. Kecerdasan yang meningkat saat seseorang terus membaca itu sangat berharga. Nilai feelin yang mereka miliki semakin meningkat dan rasanya akan semakin enak. Kalau sudah begitu, aku akan menulis lebih banyak, meneguk feelin yang menjadi inspirasi dan bahan bakar. Terus berputar. Sampai titik di mana kematian menyeret aku dan mereka ke dalam garis yang sama.

Readin terdiam. Menatap sesuatu yang kosong di hadapanku. Setidaknya itu yang dilihat olehnya. Tidak denganku.

"Kalau kau mau berhenti silakan." Aku mengalihkan pandangan dari makhluk itu. Kemudian kembali sambil menyodorkan satu gelas lain cairan yang sama dengan yang kuteguk beberapa waktu lalu. "Tapi aku tahu kalau kau tak kan menolak ini."

***

Bogor, 25 Februari 2024

Kimiiro Palette - NPC 29 Daily Writing Challenge 2024 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang