I

1.5K 85 6
                                    

tok tok tok

suara ketukan itu menyadarkan dirinya dari lamunan, kini ia berjalan dengan langkah gontai menuju pintu untuk melihat siapa yang datang.

ceklek

"Ah, Bunda. ada apa datang kesini?" tanyanya.

orang yang dipanggil Bunda itu menyodorkan sebuah kardus, "Ini barang milik Gito"

Perempuan itu mengambil kardus yang di serahkan Bundanya itu dengan wajah penuh tanya, "untuk apa Bunda kasih barang milik Gito ke Shani?" tanyanya sambil menatap barang yang ada di tangannya itu.

"Kamu lebih berhak untuk barang itu Shani, Bunda mewakili Gito untuk minta maaf ke kamu. Bunda tidak tahu apa saja yang sudah Gito perbuat selama ini. Sekarang kamu sudah tidak perlu menderita lagi, cari kebahagiaan kamu dan jangan menangisi kepergian Gito, karena itu bukan kesalahan kamu" ujarnya sambil mengusap air mata Shani yang sudah lolos sedari tadi.

"Bun-"

"sudah, Gito pasti ingin kamu bahagia sekarang" ujarnya memotong ucapan Shani.

Shani masih sesegukan menangisi kepergian Gito, mantan suaminya itu. 2hari setelah mereka bercerai, Shani menerima kabar bahwa mantan suaminya mengalami kecelakaan yang menghilangkan nyawanya.

"Shani, meskipun kamu sama anak Bunda sudah bercerai dan sekarang anak Bunda juga udah tidak ada. Kamu akan tetap jadi menantu perempuan keluarga Jayanegara."

Shani tertegun mendengar ucapan mertuanya itu. Meski hubungannya dengan Gito sudah berakhir, tapi rasa sayang dari keluarga mantan suaminya itu masih utuh untuknya.

Dengan suara parau Shani berkata, "Terima kasih Bunda. Maafkan Shani yang tidak bisa menjaga Gito dengan baik."

Bunda Gito menggeleng pelan. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri Nak. Semua ini sudah ditakdirkan Tuhan. Sekarang yang terbaik adalah kita jalani saja, dan berusaha ikhlas menerimanya."

Shani mengangguk, air matanya masih mengalir. Bunda Gito lalu memeluk Shani erat, berusaha menguatkan menantu kesayangannya itu.

"Sekarang kamu istirahat, Bunda pamit dulu ya, Nak." kata Bunda Gito sambil melepaskan pelukannya.

Shani mengangguk dan mengantar mertuanya itu ke mobil dan menunggu hingga mobil hilang dari pandangan Shani.

Setelah Bundanya pamit untuk pulang, Shani berjalan menuju kamarnya dengan membawa barang milik Gito.

Dikamar, Shani memandang setiap sudut dimana kamar ini menjadi perdebatan kecil dan tempat ternyaman untuknya meskipun selama menikah, Gito tidak pernah menyentuh Shani sedikitpun.

Shani melihat foto pernikahan mereka, kemudian tersenyum simpul. Shani mengusap foto pernikahan mereka, "Git, kenapa?!" gumam Shani.

kemudian matanya menangkap benda yang ada di kardus, Shani menggenggam erat benda itu dan air matanya mengalir kembali.

Shani memandang cincin pernikahan mereka dengan mata berkaca-kaca. Ia menggenggam erat cincin itu,

"Kalau memang kamu nggak cinta, kenapa kamu nggak nolak perjodohan kita?!" ujar Shani lirih.

"Kenapa masih mempertahankan, sedangkan kamu nggak pernah mencintaiku sedikitpun..." Air mata Shani mengalir deras.

"Kenapa cincin pernikahan kita masih kamu simpan?!" pekik Shani frustasi.

"Kenapa, Git...kenapa?" isak Shani tersedu-sedu.

Shani jatuh terduduk sambil memeluk cincin pernikahan itu. Perasaannya campur aduk, antara sedih, kecewa, dan bingung.

EUREKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang