🍫 Coklat 6

48 32 3
                                    

Malam pukul 23:00 di London. Salju kembali turun menutupi jalanan kota. Kali ini lebih deras dari kemarin. Butir-butir salju itu seperti serbuk putik bunga dandelion yang ditiup terbang tanpa beban. Mereka menari bebas di udara, tidak malu menjadi tontonan setiap mata sampai akhirnya ia jatuh dan menyatu bersama teman tamannya.

Salju tahun ini benar-benar tebal. Sudah 3 hari berturut-turut hujan salju terus turun. Setiap pagi, mobil yang bertugas membersihkan salju di jalan sudah harus beroperasi dari sebelum jam berangkat kerja dimulai. Suara sekop besar mobil yang bergesekan dengan aspal selalu berhasil membangunkan Tara yang meringkuk di bawah selimut tebal di kamar apartemen yang ia sewa selama tinggal di London. Tepat di jam orang-orang mu'min melaksanakan sholat subuh.

Apartemen yang disewa Tara tidak jauh dari 2 tempat ibadah umat manusia. Jika ia melihat dari kaca jendela dapur apartemennya, matanya akan disuguhkan dengan pemandangan sebuah bangunan gereja yang berdiri kokoh diantara gedung gedung apartemen lain. Lonceng gereja itu tidak pernah absen berdentang di setiap pergantian jam, menyampaikan salam keselamatan kepada setiap umat yang mempercayainya.

Dan jika Tara melihat dari balkon apartemennya yang menyatu dengan kamar mandi dan sudut untuk mesin cuci, matanya akan disuguhkan dengan pemandangan sebuah bangunan masjid yang tidak pernah sepi pengunjung. Bangunan masjid itu lumayan besar. Masjid itu seperti magnet yang berhasil menarik setiap umat muslim untuk datang kesana. Sang muazzin selalu dengan lantang mengumandangkan azan setiap 5 kali dalam sehari dan setiap umat muslim yang mendengarnya akan berbondong-bondong mendatangi masjid itu, menembus lebatnya hujan salju padahal jelas jelas mereka terlihat begitu kedinginan dengan merapatkan tubuhnya di balik jaket tebal mereka.

Terkadang Tara sendiri heran dengan magic yang dimiliki bangunan masjid itu. Penasaran dengan apa yang ada di dalamnya. Apa yang membuat bangunan itu tampak menarik di mata orang muslim. Padahal jika dilihat, bangunan itu layaknya bangunan bangunan pada umumnya. Bukan bangunan yang temboknya terbuat dari emas dan berlian. Mungkin bedanya hanya terletak di atapnya saja. Atap setiap masjid selalu berupa kubah.

Tara selalu pergi dan pulang melewati masjid itu dan matanya tidak pernah mendapati masjid itu dalam keadaan sepi apalagi jika malam jumat. Sejak sore, bangunan masjid itu sudah ramai karena masjid itu selalu mengadakan pengajian setiap hari kamis sore yang berlangsung sampai maghrib dengan diselingi sholat sholat sunnah yang dilaksanakan secara berjamaah dan diakhiri dengan ramah tamah sehabis sholat isya.

Awalnya Tara tidak begitu mengerti dengan kegiatan yang mereka lakukan setiap hari kamis. Kemudian karena sangking penasarannya, saat ia melewati jalanan di depan masjid, Tara tidak sengaja berpapasan dengan seorang mahasiswa Indonesia yang juga ikut menghadiri acara itu. Mereka berkenalan sejenak dan mahasiswa itu menjelaskan kegiatan mereka.

"Awalnya kegiatan ini tidak dibuka untuk umum sih mas, hanya untuk kalangan kita saja; mahasiswa mahasiswa muslim Indonesia yang kuliah disini soalnya izin legalisasinya susah banget. Sempet ngga dibolehin juga. Trus kan ada salah satu teman kami yang keluarganya kerja di kantor KBRI, nah dibantu pihak KBRI akhirnya izin legalisasinya dipermudah. Berjalan sekitar satu dua bulanan gitu mas, takmir masjidnya minta agar kegiatan ini dibuka untuk umum dan alhamdulillah sampai sekarang terus berlanjut tanpa ada kendala. " Ujar Dimas, mahasiswa Indonesia yang ditemui Tara menjelaskan tentang asal mula kegiatan pengajian yang mereka adakan.

Tara hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Dimas. Matanya tidak berhenti memperhatikan setiap orang yang datang seolah olah bangunan masjid itu dapat menampung seluruh manusia di muka bumi.

Azan ashar berkumandang, menandakan jika kegiatan pengajian akan segera dimulai.

"Mas nya kalau mau ikut juga ngga pa pa loh, " Ajak Dimas.

HIDDEN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang