Ancaman.

110 16 2
                                    


~Happy Reading~


Ujung matanya— menangkap sesosok pria berada didalam gang kecil sempit sedang terduduk dengan baju lusuh berwarna putih, rambut acak-acakan dengan full bercakan darah diawali dari rambut hingga ujung kaki.








"REO!"

__

Nagi sontak berlari dengan teriakan yang membuat semua orang menaruh perhatian  ke Nagi, tapi hanya sementara, justru tak ada yang sama sekali memedulikan apa yang surai putih tujukan dengan berlari melewati mobil-mobil yang melaju cepat tersebut, belum saatnya lampu merah.

Netranya berfokus pada sosok muda yang berada digang kecil tersebut, sedetik pun tak pernah ia memalingkan pandangan.

Lututnya terserempet oleh aspal-aspal ditepi jalan, buru-buru menarik sang kekasih kedekapannya dengan tepukan tepukan kecil dipipinya. "Reo! bangun! kenapa....b—" Ah... tidak, pikirnya, ini adalah moment yang harus dirayakan.

Nagi tersenyum sinis.

Walau begitu, Nagi tetap selalu mencintai dan menyayanginya, senyumannya kembali pudar serta mengubah ekspresi wajahnya. Sekarang ia menjadi tak rela melihat Reo berlumuran darah, dekapan semakin kuat.

Menggendongnya ke dengan terbirit birit meninggalkan motornya yang masih berada diseberang jalan, tak peduli, pikirnya.

Tanpa permisi atau sepatah kata ia justru mendorong pintu pintu kaca rumah sakit dengan tubuhnya, membuat orang orang terpaku dengan kedatangannya.

Yang berada disana pun lantas ikut membantu buat merebahkan tubuh Reo yang terluka, darah terus mengalir entah dari mana. Dengan sigap Reo dibawa oleh pekerja yang disana, tanpa Nagi.

Dokter mulai meneliti apa saja yang membuat Reo berakhir terbaring dirumah sakit seperti ini. Tetapi anehnya, dokter itu perlahan lahan menyelesaikan penelitiannya dengan cepat karena ada sesuatu yang menjanggal pasiennya.

Langkahan kaki serta suara pintu yang berdecit membuat Nagi sontak berlari kepada dokter tersebut.

"Dok! Gimana keadaan Reo?!"

"Jangan panik Tuan, relax." Arahan dokter ditujukan kepada Nagi.

Sesuai arahan Nagi membuang nafas dan berusaha tenang.

"Tuan Reo baik-baik saja, tak ada luka sama sekali"

"Tak ada luka? Apa-apaan itu, terus dari kepala sampai kaki Reo itu darah siapa kalau bukan darahnya!?"

"Tuan, relax. Saya serius mengatakan kalau Tuan Reo tak mengalami luka apa-pun."

"Apa coba, lo gila? Ga mungkin darah orang dilumurin sama Reo, ga waras." Kerasnya.

"Saya ga gila Tuan. Saya juga tahu ini adalah hal yang aneh, dan saya tak tahu dari mana darah itu berasal. Tapi mungkin perkataan anda benar bahwa itu darah orang lain."

"......
           — apa-apaan."

Lama setelahnya perbincangan itu berlangsung Reo terbangun dari tidurnya— tidak, ia tidak tidur atau pun pingsan, melainkan hanya menutup mata.
Reo tak mengatakan apapun dan hanya menatap Nagi yang terfokus dengan ponselnya.

Satu helaan nafas dari Reo yang terdengar jelas menyadari jika Reo yang disampingnya telah terbangun, tetapi dibalas dengan reaksi yang biasa.

"Reo udah bangun? Ayo makan" Ajaknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

-Pembunuh, 2 topeng.- [nagireo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang