Iseng Bareng Borgol

945 5 0
                                    

Dita dan Dian pulang sekolah dengan langkah lesu. Matahari masih menyengat meskipun sudah menjelang sore. Mereka berdua terlihat lelah setelah menjalani jam olahraga yang cukup melelahkan.

Dita mengenakan seragam olahraga sekolah berwarna biru lengan panjang yang ketat dan memperlihatkan lekuk tubuhnya, dengan bawahan rok abu-abu yang juga, sehingga menonjolkan bentuk pantatnya. Dia juga memakai hijab sport untuk menutupi kepala dan rambut.

Sementara itu, Dian juga mengenakan seragam olahraga sekolah berwarna biru, namun lengakap dengan celana yang lebih longgar. Hijab sportnya terbalur rapat di kepalanya, menahan rambutnya yang berkeringat.


"Phew, Dian, kamu merasa seperti aku? Ini lari 12 menit benar-benar menguras energi," keluh Dita sambil mengelap keringat di dahinya.

Dian mengangguk setuju sambil menyeka keringatnya juga. "Iya, Dita. Tapi setidaknya kita sudah selesai. Sekarang saatnya pulang dan bersantai di rumah."

Keduanya berjalan pelan menuju rumah Dian, langkah mereka sesekali terhenti karena lelah. Begitu sampai di rumah, mereka langsung menuju ruang tamu untuk duduk dan menghilangkan kelelahan.

Dian membuka lemari dan mengambil sebotol air minum. "Minum dulu, Dita. Kita butuh cairan setelah olahraga tadi."

Dita menerima air minum yang ditawarkan Dian dengan senang hati. "Terima kasih, Dian. Kamu memang teman yang perhatian."

Mereka berdua minum dengan lahap, merasakan kesegaran air mengalir ke tenggorokan mereka. Setelah puas minum, mereka duduk bersama di sofa sambil mengobrol.

"Kita mau ngapain nih, Dian?" tanya Dita penasaran.

Dian memikirkan sesuatu dengan wajah cerah. "Aku punya ide! Kenapa kita tidak nonton film saja di rumahku? Aku punya beberapa film seru yang belum pernah kita tonton."

Dita tersenyum antusias. "Bagus ide! Apa filmnya?"

Dian mengambil remote dan menyalakan TV. "Nanti kita lihat saja. Ayo, kita ke ruang tengah."

Mereka berdua berjalan ke ruang tengah dan duduk di depan TV. Dian memilih film horor yang cukup menegangkan. Mereka berdua mulai menonton dengan serius, terbawa suasana cerita yang mendebarkan.

Tiba-tiba, adegan yang cukup mencekam muncul di layar. Seorang perempuan terborgol di kursi, berteriak meminta tolong. Dian terlihat sangat antusias dengan adegan tersebut, sementara Dita menutupi wajahnya dengan bantal.

"Dian, aku nggak mau lihat! Adegan ini terlalu seram," kata Dita dengan suara gemetar.

Dian tersenyum jahil. "Ah, Dita, jangan takutlah. Ini kan cuma film."

Tanpa menunggu jawaban dari Dita, Dian langsung berlari ke kamar dan kembali dengan sebuah borgol milik ayahnya dan dua gulung lakban hitam.

"Dian, apa yang kamu lakukan?" tanya Dita dengan rasa cemas.

Dian tertawa ceria. "Kita main adegan ini, Dita! Seru kan?"

Dita terkejut dan berusaha mundur. "Tidak, Dian! Aku nggak mau! Lepaskan aku!"

Namun, Dian tidak mengindahkan permintaan Dita. Dia dengan cepat memborgol tangan Dita ke kursi dan memasukkan kaos kaki kemulut Dita dan menutupnya dengan lakban.

Dita meronta-ronta dan berteriak minta dilepaskan. "Mmmpphh! Mmmpphh!"

Dian kegirangan melihat reaksi Dita. Dia bahkan mengambil lakban dan mulai melakban kaki dan paha Dita.

"MMMMMMPPPPPHHH!" teriak Dita dengan kesal.

Namun, Dian malah melanjutkan memasukkan kaos kaki ke mulutnya dan menutupnya dengan lakban kemudian lanjut memborgol tangannya sendiri ke belakang. Dia berhasil memborgol dirinya sendiri dan duduk di sebelah Dita.

"Mmmpphh! Mmmpphh!" teriak Dita sambil meronta-ronta mencoba melepaskan diri yang disertai rasa panik melihat Dian mengikat dirinya sendiri.

Mereka berdua terjebak dalam situasi yang lucu dan konyol. Mereka meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri, tapi semakin mereka berusaha, semakin erat pula borgol dan lakban yang mengikat mereka.

Setelah dua jam berlalu, mereka akhirnya merasa lelah dan frustasi. Dian memutuskan untuk mengakhiri lelucon ini dan mengambil kunci borgol untuk membuka dirinya sendiri dan kemudian menyusul membuka borgol Dita. Mereka berdua pun melepaskan lakban dan memuntahkan kaos kaki di mulut.

Dita merasa kesal dan sedikit marah pada Dian. "Kamu membuatku tidak berdaya, Dian! Itu tidak lucu sama sekali!"

Dian meminta maaf dengan tulus. "Maaf, Dita. Aku tidak bermaksud membuatmu kesal. Aku hanya ingin bersenang-senang, tapi sepertinya aku melewatinya batas."

Mereka berdua pun akhirnya tertawa mengenang kejadian yang baru saja mereka alami. Meskipun itu adalah lelucon yang berujung pada kekacauan, tetapi itu adalah salah satu momen yang akan mereka ingat selamanya sebagai sahabat yang selalu bersama dalam suka dan duka.

Short Story: Dita dan DianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang