5. Lau Rey

2 1 0
                                    

"Rey?" panggil Laura mengguncang kecil tubuh kekasihnya yang duduk di sampingnya dengan tatapan kosong ke depan.

"Ya? Kenapa?" tanya Rey menghadapkan wajahnya kepada Laura.

"Panas-panas gini enaknya makan minum yang dingin-dingin gak sih?" kode Laura mengibaskan telapak tangannya ke arah wajah. Hari menjelang sore namun hawanya masih saja panas.

Rey tersenyum dengan tingkah kekasihnya itu, tanpa berkata lagi ia menggandeng tangan Laura dan membawanya ke suatu tempat.

Laura menatap dua laki-laki di depannya saling berinteraksi, ia terus mengibas wajahnya dengan telapak tangan. Andai ia tidak melupakan kipas angin mininya, Laura tidak akan kesusahan sendiri seperti ini.

"Yuk," ajak Rey ke tempat yang teduh.

Laura duduk dengan tenang di atas rerumputan yang hijau, matanya menatap fokus ke tangan Rey yang memegang sesuatu. Tanpa sadar gadis itu menjilat bibirnya beberapa kali.

"Rey, aku juga mau," manjanya menatap ice cream Rey yang tampak sangat lezat.

"Mau?" Laura mengangguk beberapa kali.

Laki-laki itu memiringkan wajahnya lalu menunjuk pipi kirinya, tanpa banyak bertanya lagi Laura langsung menyerbu pipi kiri Rey dengan beberapa ciumannya.

Gadis itu menjadi sangat riang setelah diberi ice cream oleh Rey, mereka berdua pun menikmati sore di bawah pohon dengan daun yang rimbun sambil menatap jauh ke depan banyak pemotor yang berlalu lalang.

"Rey," panggil Laura.

"Apa lagi?"

"Soal Sakti," Nada suara Laura mengecil saat menyebut nama itu. Sudah berapa kali Rey terus menghindar jika ia mencoba membahas soal kejadian hari itu lagi. Laura akui memang Rey berusaha untuk membuatnya tidak trauma dengan apa yang dilihatnya, tapi Laura sudah melupakan itu, mungkin. Dan sekarang ia hanya penasaran dengan orang yang dilihat oleh Rey di atap hari itu.

"Nanti malam bisa jalan, kan?" Rey mengalihkan topik pembicaraan seperti yang sudah diduga.

"Rey, kamu kenapa sih, setiap aku bahas soal itu nggak mau ngomong?" heran Laura menatap kekasihnya.

Laki-laki itu menghela napas panjang lalu menghadap ke Laura, "Kan udah aku bilang berulang kali, aku belum yakin."

"Bilang aja kamu nggak mau kasih tau." Cemberut Laura membelakangi Rey.

"Bisa jalan nggak nih?" tanya Rey kembali.

Tak ada jawaban dari sang lawan bicara, Laura masih membelakangi Rey. "Kalau nggak jawab sampai tiga detik aku tinggalin," ancam Rey mengetahui kalau gadis itu tidak membawa dompetnya, membuat ia tidak bisa melakukan apa-apa. Semuanya berada di tas yang saat ini masih setia berada di dalam kelas.

"Satu, dua, tiga." Hitung Rey dengan tempo yang cepat lalu bangkit setelah angka tiga terucap dari bibirnya.

"Iya, iya." Teriak Laura.

"Iya apa, nih?" tanya Rey.

"Iya, nanti malam bisa jalan-jalan," balas Laura masih dengan wajah kesalnya lalu meninggalkan Rey dengan kaki dihentak-hentakkan ke tanah layaknya anak kecil.

"Ayo!" seru Laura yang sudah siap di atas motor.

Rey bergegas menghampiri gadis itu namun dering ponsel menahan langkahnya, "Kenapa?" tanya Rey begitu ponsel didekatkan ke telinganya.

"Motor gue mana?" teriak Adnan membuat Rey menjauhkan sedikit ponselnya.

"Ada, ini."

"Isi bensin."

"Iya iya, gue lebihin."

"Dapat gak?" tanya Naufal berbisik menggantikan Adnan sebagai lawan bicara.

"Iya, tunggu aja. Nanti gue telfon." Tutup Rey lalu kembali berjalan dan melajukan motor milik Adnan ke sekolah dengan sesuatu yang dipegang oleh Laura di jok belakang.

Jalanan tidak begitu ramai tapi masih harus berhati-hati, keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Rey sibuk menyetir motor karena Laura tidak mengajaknya berbicara selama perjalanan, sedangkan gadis itu sibuk menatap benda di tangannya, sangat indah.

"Rey," panggil Laura.

"Kenapa?"

"Nanti malam beliin aku yang kayak gini, ya?" teriak Laura.

"Hah?" bingung Rey memelankan laju motor untuk mendengar lebih jelas. Laki-laki itu tersenyum dan mengiyakan setelah Laura mengulangi perkataannya.

"Aku mau yang warna merah juga, kayak gini," takjub Laura pada benda itu.

"Mau banget?"

"Iyalah."

Tak menjawab, Rey kembali fokus ke jalanan. Sebentar lagi mereka akan tiba dan akan membuat sebuah kejutan bersama yang lainnya.

Hari ini adalah ulang tahun Naila, setelah beberapa kali bujukan dari Laura akhirnya teman-temannya setuju memberikannya kejutan. Tidak banyak, hanya sebuah bouquet dengan beberapa lembar uang berwarna merah sebagai pemeran utamanya.

Laura dan Rey bertugas mengambil pesanan mereka begitu sekolah selesai dan lima orang lainnya bertugas untuk mencegah Naila pergi ke mana pun.

Karena jalanan di depannya tampak sepi, Rey menambah kecepatan motornya. Namun saat tiba di pertigaan jalan, sebuah mobil tiba-tiba datang dari arah kanan dengan kecepatan tinggi dan menabrak motor yang ditumpangi Rey dan Laura.

Keduanya terhempas begitu saja bagaikan bulu tertiup angin, motor Adnan hancur sebagian karena benturan pada sebuah tiang besi juga karena efek dari tabrakan itu.

Tubuh Rey dan Laura terpental cukup berjauhan, keduanya sama-sama dalam kondisi yang parah. Rey dan Laura benar-benar tidak sadarkan diri setelah tubuh mereka menghantam kerasnya aspal dan melukai beberapa bagian tubuh.

Beberapa pengendara dan warga yang melintas dengan cepat membantu mereka, tiga korban akibat kecelakaan itu segera diangkut dan dibawa ke rumah sakit terdekat setelah dimasukkan ke dalam mobil ambulance.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Find the KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang