Setan itu sangat kuat menguasai tubuhnya, wajah lehernya telah berpeluh keringat karena berontak terus sedari tadi.
Penjaga gerbang sekolah maupun 2 ibu kantin rupanya juga telah lama berkumpul di kelas bernuansa horror ini.
Mereka memegangi kedua lengan serta kedua kaki Luna yang telah terbaring di atas lantai, meracau tak jelas.
Sedangkan Aran, menyiapkan sebuah botol aqua lalu menyimpratkan air itu pada wajah Karina yang selanjutnya memekik kesakitan.
"PANASSSSH! PANASSSHH! APA ITUUU APA ITUUUUU!!! JAUHINNN....!" pintanya kemudian menangis.
Aran meminta yang lainnya untuk menegakkan kembali tubuh Karina agar terduduk dengan 2 kaki terjulur yang masih di tahan oleh kedua ibu kantin yang ikut membantu.
Aran menggenggam rahangnya, "buka mulut kamu," saat ia hendak memberikan minum segelas Aqua tadi.
"Ngak! Itu racun! Aku nggak bodoh, ya!" tatapnya tajam pada Aran.
Mendapati itu Aran pun langsung memasukkan ujung botol itu hingga beberapa air kemudian lolos ke tenggorokannya.
Dan berhasil, tak lama Luna mengerjapkan mata dengan sambil memegang sebelah kepalanya yang terasa berat. dan bergumam pelan dengan raut lelah, "Aku pusing..."
"Na, kamu--"
Belum sempat Nalan melanjutkan kalimatnya, Karina telah kembali terkikik, tertawa tak jelas. Dan mengatakan bahwa ia telah kembali. Telah kembali pada tubuh Karina.
Aran terus membaca sebuah ayat suci lagi dan lagi, untunglah bahwa dahulu ia pernah di ajar oleh kakeknya bagaimana menghadapi orang yang tengah kerasukan.
Telapak tangan kananya telah berada di puncak kepala gadis itu, bacaan ayat suci tak pudar terucapkan di mulutnya.
"AAAAAAAAKKKHHHHh.... PAANASSSSHh.... PANASSSSSSSHhh..." pekiknya mengeleng-geleng lagi dengan mata ia pejam erat seperti menahan kesakitan.
"JANGAN BACA ITUUUUU!"
"KUPINGKU PANASSSS!!"
"DIAM! DIAMMMMMMMMM.......!!!"
"KUPINGKU TERBAKARRRR!"
"DIAMM!! DIAM!!"
Tiba-tiba ia menggigit tangan yang memegang lengannya hingga kedua pria itu memekik kesakitandan di kesempatan itu pulalah ia memukul tangan ibu kantin di kedua kakinya.
Kakinya terlepas, Nalan sempat menahannya namun ia mendorong dada Nalan kuat dan kabur ke arah kerumunan.
Semua kaget melihat pergerakan Karina menuju mereka, gadis itu telah hampir menerobos semua kerumunan jika saja salah satu siswa tidak menahan lengannya. Angga.
Siswa berpakaian basket yang berada di barisan depan itu masih menahan Karina kuat agar gadis itu tak sampai menerobos semua kerumunan di belakangnya dengan kembali membuat ulah.
Semuanya bergeser menjauhi karina dan Angga karena-takut.
"Lo ngapain kesurupan? Sadar," kata pria itu cukup tenang di saat hampir semua siswa-siswi lain menampilkan raut tegang.
Aran datang kembali menahan bahu maupun lengan Karina. Namun bukannya kembali berontak, Karina malah terdiam akan mata indah siswa berseragam basket itu.
"Aku sadar. Nih mata aku kebuka," katanya dengan menunjuk matanya sendiri sambil mengerjab-ngerjabkan matanya beberapa kali.
"Lo bukan Karina," kata pria ketua basket sekaligus ketua OSIS itu dengan suara deep rendah khasnya.
"Kamu nggak liat, yah?! Aku Karina!"
Gadis dengan percikan cat di wajahnya itu kemudian berlalu, berjalan kebelakang untuk menendang salah satu kursi. Ia mendudukkan diri dengan kedua kepalan tangannya ia tumpu di bawah dagu.
Menatap jengah pada orang-orang yang masih berkumpul di depan ruangan membuat ia berdecak kesal.
"Ck, apa sih liat-liat?! Nggak takut mata kalian copot semua ngeliatin aku kayak gitu?! Ku bikin mata kalian ngelinding ke lantai baru tau rasa," katanya dengan nada sedikit galak pada orang-orang yang kini berdiam diri menatapnya dengan tatapan bermacam-macam.
Kebanyakan dari mereka bingung, karena...
Jelas saja ini bukan Karina sama sekali. Bukan Karina yang mereka kenal selama ini.
"EH! ITU NGAPAIN RIBUT!" bentaknya sambil menggebrak meja. Matanya melotot pada dua orang yang sebenarnya bukan ribut tapi hanya bisik-bisik. Siapa lagi kalau bukan Dendi dan Bayu yang kini menampilkan raut takutnya.
"Setan dari mana sih? Sebaiknya pulang ke rumah asalnya kamu," ucap Aran membawa satu kursinya di samping Karina dengan botol masih di tangan.
"Nggak, aku nggak mau pulang,"
"Trus mau masuk ke sini," kata Aran mengangkat botol memperlihatkanya pada Karina.
"Mau ngapain? Jauhin!"
"Ngak sebelum lo masuk ke sini,"
"Ogah!!! NGGAK MAU!!!" ucapnya lantang.
"Kalo badan lo panas, lo bisa balik biasa aja setelahnya. Kalo kuping lo kebakar, bisa balik seperti semula. Tapi kalo lo udah masuk ke sini, nggak bisa keluar lagi. Abadi dalam botol ini." Jelas Aran memperingatinya.
Membuat pias wajah Karina semakin kentara.
"Bohong. Kalo gitu kenapa nggak sedari tadi aja masukin aku ke sana?!" katanya sedikit tak percaya akan kata Aran. Namun dia tetap was-was.
"Ya maaf, soalnya baru inget cara dan bacaan yang paling mujarab buat setan bandel kayak Lo," tutur Aran.
Karina seperti menimbang pilihan.
"Gimana?" tanya Aran menatap Karina sekilas lalu kembali mengarahkan matanya ke botol di bawah tagannya.
"Kamu... ngak bohong kan?"
"Bohong apanya?" tanya Aran yang sekilas tersenyum smirk.
"Abadi di situ," katanya dengan nada yang terdengar lucu seperti anak kecil.
"Ya nggak bohong. Emang lo mau di sini?"
Aran mengangkat botolnya memperlihatkan pada Karina sambil menanti jawaban Karina atau lebih tepatnya menunggu jawaban jin yang sedang menguasai tubuh Karina saat ini.
"Ya udah, aku mau pulang," putusnya kemudian.
"Silahkan. Saatnya.... Kamu harus pergi, kasihan Karina."
"Aku mau pergi tapi ada syaratnya, dan harus di penuhi," kata Karina membuat semua orang saling bertatapan satu sama lain dengan bingung. "Apa?"
Karina menunjuk salah seorang yang masih di antara kerumunan disana.
Angga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angganara
Teen FictionKarina tiba-tiba saja kerasukan di sekolahnya, juga berlaku aneh, yang duluanya pendiam tiba-tiba menjadi gadis yang sangat cerewet. Namun... Ada satu hal yang tak banyak orang tahu. Bahwa... sebuah dendam, tidaklah datang dengan begitu saja.