1

1.9K 210 28
                                    


Ini cerita yang aku tulis setelah lama banget nggak nulis. Pastinya bahasa dan tulisannya jadi kaku, kurang lues atau gimana gitu. Harap maklum ya. Hehehe
Rencana cerita ini update selama bulan Ramadhan. Aku berharap banget bisa menyelesaikan cerita ini dalam sebulan. Tolong teror aku biar rajin nulis 😆😆

Selamat menikmati! ❤️

__________________________________

Seharusnya malam ini Luna Catalina makan malam bersama kekasihnya tapi seseorang telah membuatnya mabuk dan bermalam dengan seorang pria tidak dikenal. Dia bangun dengan kepala berat dan teramat pusing.

Saat Luna menyadari keadaan dirinya dan berada di tempat yang salah, dia berteriak sangat kencang hingga membangunkan pria yang tertidur pulas di sampingnya.

"Apa yang terjadi?" tanya pria itu gelagapan.

"Seharusnya aku yang bertanya," seru Luna terbata dengan tangan gemetar memegang selimutnya.

"Kamu yang masuk kamarku tiba-tiba dan menarikku."

Luna tidak bicara lagi hanya menangis melampiasakan segalanya. Dia sedikit terimgat dengan apa yang terjadi. Menyesal tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Sean Almero kebingungan sendiri melihat perempuan di hadapannya hanya menangis terus menerus. Ingin mengajak bicara pun tidak bisa. Rasanya frustasi. Seharusnya semalam dia mengurung diri di kamar mandi saja jika akhirnya seperti ini. Tapi dia sendiri dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar setelah menghabiskan beberapa gelas wiski berasa temannya.

"Halo. Ya, aku segera ke sana," ucap Sean saat mengangkat teleponnya yang berdering.

Walaupun awalnya ragu akhirnya Sean merapikan dirinya. "Maaf aku harus segera pergi. Bukan aku tidak bertanggung jawab. Ini kartu namaku. Kamu bisa menghubungiku dan bicara dalam keadaan lebih tenang," ucap pria dengan tinggi 186cm itu. Dia meninggalkan Luna setelah meninggalkan kartu nama di meja.

Luna berhenti menangis setelah kelelahan. Dia meninggalkan hotel dalam keadaan linglung. Maskaranya menghitam di bawah mata, wajahnya jelas terlihat tidak baik-baik saja.

"Dari mana saja kamu?" tanya Deri Reando yang menunggu Luna di depan pintu apartemen Luna.

"Aku mau sendiri dulu." Luna membuka pintu.

"Aku menunggumu semalam tapi kamu tidak datang dan sekarang kamu bilang ingin sendiri? Sebenarnya apa yang terjadi? Ada apa dengan wajahmu?" Deri mulai emosi karena Luna sama sekali tidak membalas pesan dan mengangkat teleponnya. Luna bahkan tidak datang ke tempat mereka janjian.

"Aku sungguh ingin sendiri," ucap Luna dengan air mata yang kembali meluncur tidak berani memperlihatkan wajah.

"Apa yang terjadi? Katakan padaku!" Deri mulai khawatir dan memeluk Luna. Tangis Luna pecah semakin keras.

Tapi Luna belum berani berkata jujur. Dia takut, dia butuh pelukan Deri saat ini. Kekasih yang sudah dia pacari selama setahun lebih.

"Maaf."

"Sudahlah. Kita bicarakan nanti. Kamu kelihatan sangat kacau. Kamu sudah makan?"

Luna menggeleng pelan. "Aku buatkan sesuatu. Tunggulah sebentar."

"Tidak usah. Di sini saja. Peluk aku."

***

Tiga minggu berlalu, Luna merasa lebih baik. Meski dia juga belum menjelaskan pada Deri. Dia takut jika dia jujur Deri pasti akan meninggalkannya. Kesalahannya tidak bisa termaafkan.

Luna masih tidak mengerti bagaimana bisa terjadi kejadian malam itu. Padahal dia berniat menemui Deri di tempat janjian. Luna memijat pelipisnya di ruang pantry.

Another Chance for LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang