"MC."
"Semesta raya dalam kepala masih menahanmu disana.
"Marie Claire."
Terdengar lagi suara itu. Memanggilmu kembali ke bumi.
Kaki mungilmu yang tak sampai di lantai terayun riang mengikuti gumam nyanyianmu, sampai kemudian keduanya terhenti. Teralih binar polos yang menyelimuti sepasang netramu pada sosok yang akrab dalam ingatanmu.
"Ya, Dokter Eugene?"
"Lihat itu."
Dokter Eugene melirik ke sepasang lututmu yang tertutup pembalut luka. Tak luput juga beberapa plester antiseptik bermotif bintang-bintang di tangan dan dagumu.
"Diam-diam kabur lagi, ya?"
"Tadi ada kelinci muncul di taman!"
Kedua tanganmu bertemu dengan antuasias, menimbulkan suara tepukan yang mengiringi senyum lebar nan lugu di wajahmu.
"Lucu banget telinganya!" Kamu memperagakan bentuk telinga hewan itu dengan kedua tangan di atas kepala. "Aku mau pegang kelinci itu, Dokter!"
"Oh, dear, Marie Claire.... hati-hati."
Dengan peralatan medis dan informasi hologram yang kamu tak tau apa namanya dan maknanya, Dokter Eugene memeriksamu dengan seksama sembari mendengar kilas peristiwa yang kamu alami tadi pagi. Nyaris tanpa jeda celotehanmu. Beruntung dokter empat puluh tahunan itu sudah terbiasa menghadapi ceriwis menggemaskanmu.
"Apa kamu ngga merasa sakit saat mengejar kelinci itu sampai jatuh?"
"Hanya sakit sedikit, tapi aku ngga nangis!" ucapmu bangga, memamerkan gigi-gigi kecil yang berbaris rapi seperti biji mentimun.
"Kelincinya tertangkap?"
Kamu seketika menghela nafas panjang. Bibir kecilmu yang seakan tak mengenal diam itu mengerucut. "Ngga... kelincinya kenceng banget larinya! Tapi besok-besok aku akan kejar lagi dan menangkapnya!"
"MC."
Hembusan nafas Dokter Eugene kemudian terdengar lebih berat dan serius. Memancing instingmu untuk patuh, membuatmu menatapnya penuh.
"Kamu ngga kasihan sama Paman Sam dan Bibi Lily? Mereka benar-benar mencemaskanmu."
Tentu saja, bagaimana kamu akan lupa jeritan Paman Sam dan wajah Bibi Lily yang basah berlinang air mata saat menemukanmu jatuh terluka di taman?
"Sudah minta maaf pada mereka?"
Kamu menunduk. Ceriamu yang sebelumnya meredup, tergantikan sayu rasa bersalah. "Sudah, Dokter."
Dokter Eugene mengelus kepalamu lembut. Hangat perhatian yang tertinggal disana kamu sambut dengan senyum.
"Marie Claire, sweetheart. Berikutnya, kalau ingin bermain di luar lagi, minta tolong ditemani Paman Sam atau Bibi Lily, ya?"
Kamu mengangguk.
"Dokter Eugene..." gumammu dengan raut yang kemudian menunjukkan ragu. "Mmm... jantungku sembuhnya kapan?"
Tak kamu sadari, pertanyaanmu menimbulkan usik di hati Dokter Eugene. Membuatnya terdiam tanpa jawaban, berusaha menyamarkan sesak iba dalam dada.
"Aku mau seperti anak-anak lain yang bisa main di luar dan pergi ke sekolah."
Kamu luapkan untaian rasa yang selaras dalam benak dan pikiran, memandang jendela yang terbuka di balik tirai-tirai putih yang tertiup angin. Langit senja mulai menggelap. Tampak sendiri bulan yang menggantung disana. Oh, mungkin dia tak sendiri? Meskipun lemah, terlihat kelip satu bintang kecil yang bersanding menemani sang bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WINS ALL ∥ 【MC ♡ Xavier/Rafayel/Zayne/Caleb/Sylus】∥ Indonesian FF ✔
Fanfiction"Breathe again. Love again. Die again. It's a never ending loop." ⸻ ©amon ♥ Adapted from: "Love and Deepspace" (Main story, Memories, Phone/Video calls, Posts, Secret Times/Tender Moments, Myths) ♥ Pairings: MC x Rafayel/Zayne/Xavier ♥ Language: Ba...