"... lari, Marie Claire!"
Tersentak bangun seluruh inderamu.
Haru pedih bercampur geram pada kebengisan semesta bergema menusuk pendengaranmu. Perpisahan di depan mata. Mungkin terakhir kalinya kamu akan dengar suara itu. Remuk hatimu bersama harapan, namun ini satu-satunya kesempatan untuk memenuhi permintaan itu.
"Lari! Jangan berhenti!"
Langit menjadi merah kelam hari itu, atau mungkin karena terselimuti netramu oleh darah. Awan musim panas tak terlihat, tergantikan oleh asap hitam yang membumbung tinggi hingga ke angkasa. Sebuah lubang hitam raksasa terlihat di atas sana.
'Aku harus lari! ... lari!'
Sepasang tungkaimu mencoba untuk menyerah, namun tak kamu ijinkan dirimu untuk pasrah. Belum. Berpijak di atas kehancuran dengan telapak telanjang membuatmu berlari dengan menahan tangis. Berlari, terus berlari... meskipun kamu tau kamu sedang berlari menuju ironi.
Sementara itu, dadamu seakan memiliki monsternya sendiri. Melumpuhkanmu dari sana.
Sakit yang tak terperi menjadi sesak, membuatmu akhirnya tak lagi mampu bergerak. Nafasmu telah sampai di penghujung, ketika sebuah bola besi besar kemudian melayang mendekat dan berhenti tepat di hadapanmu.
Bola besi itu lalu membuka, menjadi seperti mata merah raksasa yang menatapmu tajam tanpa iba.
Lalu, kegelapan menguasaimu.
Sesuatu, entah apa, tiba-tiba mematahkan rusuk dan menghujam tepat di jantungmu. Udara yang menyesakkan pun terpecah oleh raung sengsaramu dan...
BRUK!
Kamu mendadak bangun dan menemukan dirimu sudah terjatuh di lantai di samping tempat tidur. Begitu pula dengan plushies dan bantalmu yang terserak berantakan.
"Aw, aw... sial..." gerutumu dengan kantuk yang belum surut sekaligus kesal, mengusap-usap dahimu yang berdenyut sakit setelah beradu langsung dengan permukaan konkrit. "Mimpi buruk itu lagi..."
Tergerak oleh insting, kamu menunduk dan meraba dadamu. Tepat dimana bisa kamu rasakan detak-detak yang masih menggedor keras.
Jahitan luka tersingkap dari kancing piyamamu yang terlepas. Tak banyak masa lalu yang kamu ingat, namun Granma Josephine rutin beberapa bulan sekali membawamu ke rumah sakit untuk mengecek keadaan jantungmu. Kamu juga tak ingat derita apa yang kamu alami sebelumnya, tapi Granma Josephine meyakinkanmu kalau kamu sudah sembuh.
Terdengar pintu kamarmu yang diketuk.
Kamu menoleh.
"Oi, Pipsqueak. Pasti jatuh lagi dari kasur, ya?"
"Diam!" gerammu ke arah pintu yang masih tertutup. "Ngga usah nyari gara-gara, Caleb!"
"Emang bagusnya kamu jatuh dari kasur aja sih tiap hari. Alarm sudah ngga ada gunanya."
Tawa menggoda terdengar di luar kamar. Terkepal tanganmu karena gemas ingin meninju seraya bangkit.
Benar saja, jam digital di ujung tepi meja nakas yang hanya sesenti saja menuju jatuhnya sudah memperlihatkan angka 8.35. Seketika kamu terkejut. Linkon Oceanarium, akuarium kota yang baru saja resmi dibuka lagi hari ini setelah empat tahun, akan mulai buka gerbang dan menerima pengunjung tepat jam 10!
Langsung kamu pacu kedua kaki menyambar handukmu dari balkoni, lalu membuka pintu dan akan mulai berlari. Semerbak wangi roti panggang menyapa inderamu, tapi kamu tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WINS ALL ∥ 【MC ♡ Xavier/Rafayel/Zayne/Caleb/Sylus】∥ Indonesian FF ✔
Fanfiction"Breathe again. Love again. Die again. It's a never ending loop." ⸻ ©amon ♥ Adapted from: "Love and Deepspace" (Main story, Memories, Phone/Video calls, Posts, Secret Times/Tender Moments, Myths) ♥ Pairings: MC x Rafayel/Zayne/Xavier ♥ Language: Ba...