are you?

4.5K 236 58
                                    

1.

"Kamu harus kuat."

Jay mendengar kalimat tersebut hampir dari semua orang yang datang hari ini. Tak ada satupun yang ia jawab atau bahkan terpicu minatnya untuk menanggapi.

Jay merasa kosong.

Semenjak ia terbangun tepat di tengah malam. Semenjak ia mendengar suara nyaring nan panjang dari alat-alat medis yang menempel di tubuh sang Mama. Semenjak ia menjadi saksi para pekerja medis itu berusaha membangunkan sang Mama.

Jay merasa kosong seketika—hingga detik sekarang, dimana orang-orang pelayat semakin surut.

"Kak, sama Papa disuruh makan." ucap seseorang sembari menepuk bahu Jay.

Kali ini Jay mengalihkan atensi, akibat suara yang cukup dapat ia toleransi. Itu adiknya. Adik tiri, lebih tepatnya. Putra lain dari sang Papa dengan wanita lain. Putra sang Papa selain dirinya.

"Aku nggak lapar. Kamu makan aja." balas Jay, pada akhirnya. Ia kembali duduk dalam diam—kembali melamun.

"Tapi Papa nyuruh—"

Adik Jay, menghentikan suaranya ketika Jay menatapnya tajam—seperti Jay yang biasanya.

"O-okay.." terbata sang Adik berhenti memaksa.

2.

Jay tak bisa tidur sama sekali, terhitung dua hari, bahkan mengantuk pun tidak. Isi kepalanya serasa berat, walau sebetulnya kosong. Jantungnya tak jauh berbeda—teramat berat untuk sekadar diajaknya berdetak hidup.

Ia bangkit dari kasur, membuka pintu kamar. Jay dapati sang Adik sudah berseragam SMA lengkap. Adiknya bergestur mengangkat genggaman tangan, mungkin hendak mengetuk pintu Jay yang bahkan tak dikunci itu.

"Kak, Papa bilang Kak Jay ada jadwal ngeospek." ucapnya sembari menurunkan kepalan tangan.

Jay mengangguk, ia tahu jadwalnya sendiri. Jay terlalu pintar dalam mengingat untuk sekadar melupakan agenda tersebut pasca ditinggal sang Mama.

Harapnya pun ia ingin lupa, sayangnya Tuhan tak setuju. Harapnya selalu tak terkabul, lagi, kesekian kali.

"Aku mau berangkat sekolah dulu. Kata Papa, kunci motornya ditaruh di atas kulkas." sambungnya lagi.

Jay mengangguk kembali. Ia mengerti.

"Jangan lupa kunci pagar depan, kata Papa."

Kini, Jay menatap lurus pada adiknya itu. Ia mengangguk kesekian kali, "Sana, pergi." ucapnya sebelum melangkahkan kaki.

Jay yang terlebih dulu pergi.

3.

Jay punya banyak teman, tapi sengaja tak satupun ia sampaikan kabar akan perginya sosok tersayang.

Jay punya banyak kenalan, tapi sengaja tak berbagi kisah hidupnya yang mungkin dikata menyedihkan.

Jay punya banyak pendukung, tapi bukan itu yang Jay harap membantunya lepas dari mendung.

"Bro, muka lo sepet." ledek Jake, salah satu teman Jay—yang tak tahu menahu bahwa Mama Jay sudah pergi.

Jake tersenyum culas, "Gue bacain blocknote* mereka, sama sekali nggak ada yang keisi tanda tangan lo." sambungnya sembari duduk di sisi kiri Jay.

[*Blocknote : Buku kecil handmade dan bentuknya sama seangkatan. Berisi nama-nama panitia ospek, dibuat untuk "kenalan" dengan cara minta tanda tangan. Biasanya s&k berlaku di orang-orang tertentu]

peiskos : jaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang