Aneesha ke pondok

93 13 5
                                    

Beberapa minggu kemudian

"Kamu ke mau kemana mas?" tanya Aneesha saat melihat Faris yang berjalan ke arahnya menggunakan baju yang sangat rapi.

Faris tersenyum, "Mau ke pondok sayang, kamu mau ikut?" tanyanya.

Aneesha menggeleng, bibirnya dia manyunkan ke depan. Membuat suaminya itu langsung mencubit pipinya karena merasa gemas dengan kelakuan istrinya yang masih seperti anak kecil.

"Yaudah, ngga apa apa. Aku akan pulang lebih cepat dari biasanya, entah kenapa hatiku sangat gelisah sedari tadi. Jika terjadi sesuatu, tolong langsung beritahu aku, sayang!" ucap Faris, raut wajahnya berubah khawatir.

Aneesha menganggukkan kepalanya. "Iya, pasti adek kasih tau mas jika ada sesuatu. Udah sana mas berangkat, hati-hati ya mas!" Aneesha menyalami tangan Faris.

Laki-laki itu berjalan keluar rumah, Aneesha memandangi intens. Entah kenapa hatinya sama resahnya seperti Faris. Wanita itu berharap semoga tak ada kejadian apapun yang menimpa mereka berdua.

"Lindungi suamiku dimana pun dia berada ya Allah."

Aneesha mengusap perutnya. "Semoga baba baik-baik saja ya utun, biar bisa temenin utun nanti waktu utun keluar dari perut umma." Aneesha tersenyum ketika hatinya merasa lebih ringan dari yang sebelumnya.

Aneesha terus memandang punggung suaminya, seakan tak ada hari esok. Senyum di wajah pun memudar dengan perlahan. Hatinya kembali merasa resah, sepertinya dirinya harus mengubungi Kahfi untuk memastikan keadaan suaminya nantinya.

Aneesha berjalan cepat sembari memegangi perutnya yang terlihat semakin membesar, bentar lagi makhluk yang ada di dalam perutnya itu akan keluar.

Aneesha duduk setelah mendapatkan ponselnya, semakin hari seperti dirinya makin hilang tenaga.

[Halo abi, assalamu'alaikum] salam Aneesha ketika Kahfi mengangkat telponnya.

[Wa'alaikumsalam, sayang, ada apa?] tanya Kahfi dari seberang sana.

[Emm ... Abi ke pondok?]

[Tidak, sayang, kenapa tanya begitu?]

[Mas Faris ke pondok, Anes pikir abi juga akan ke sana] ujar Aneesha dengan lirih di akhir kalimat.

[Engga sayang, abi di rumah saja, kebetulan abi ngga ada tugas dari pondok]

[Anes khawatir sama mas Faris, apa Anes susul saja ke sana ya abi?]

[Apaan kamu? Perutmu udah besar gitu mau keluar sendirian? Kalau ada apa apa siapa yang mau nolong?]

[Banyak orang, kan ramai]

[Halah, pokoknya ga boleh! Kamu di rumah saja!] tegas Kahfi.

[Baiklah] jawab Aneesha lesuh.

Wanita itu segera menutup panggilannya tanpa mengucapkan salam, otaknya itu sudah tak bisa berpikir apapun.

"Apa aku susul saja ya? Lagipula bisa naik ojek mobil kan?" ujarnya tanpa memikirkan kembali larangan Kahfi.

Tanpa memikirkan kembali resikonya, Aneesha segera memesan ojek online dari ponselnya. Setelah itu dia siap siap untuk berangkat.

"Bismillah!"

Aneesha keluar rumah saat di rasa drivernya sudah sangat dekat dengan rumahnya. Meskipun rasa tak enak hati menyeruak dalam dadanya, tetapi Aneesha masih saja menepisnya. Biarlah nanti dia pikirkan kembali mengapa hatinya sangat resah hari ini.

"Mbak Aneesha?" tanya drivernya.

Aneesha menganggukkan kepalanya, "Iya pak." Lalu Aneesha segara naik ke mobil.

---

Beberapa menit berlalu, kini Aneesha sudah menginjakkan kakinya di pesantren. Aneesha memilih untuk langsung datang ke ndalem, dirinya takut mengganggu Faris jika dirinya berkeliaran di pondok.

"Assalamu'alaikum, Abah." Aneesha sedikit mengencangkan suaranya.

Tak ada jawaban? Aneesha bingung.

"Assalamu'alaikum," ulangnya kembali.

Terdengar sahutan dari dalam sana, membuat senyum Aneesha sedikit mengembang.

"Waalaikumsalam, mba Anes. Maaf, mba cari mas Faris ya?" tanya orang ndalem.

Aneesha tersenyum, "Iya, saya cari suami saya. Perasaan saya engga enak dari tadi, makanya saya susul kesini."

Orang di hadapan Aneesha pun mengernyit, Aneesha yang menyadari pun ikut bingung.

"Kenapa mang?"

"Ha, engga. Bukannya tadi mas Faris sama mba Anes ya?"

"Haa? Saya di rumah mang."

"Ihh engga, tadi saya lihat mas Faris jalan sama cewe kok. Suer, mang ga bohong, baju gamisnya juga mirip sama mba Anes yang sekarang."

Aneesha terdiam, hatinya makin tak karuan. Air matanya ingin menetes, hatinya sakit. Mengapa Faris begitu, dan siapa wanita yang di maksud oleh mang Aji? Siapa? Apakah dia?

Aneesha mendongak, mang Aji langsung merasa kasian dengan wanita hamil itu. Mata Aneesha di penuhi dengan bulir air mata yang menggenang di ujung matanya.

"Mba, kayanya saya salah lihat, coba mba hubungi mas Faris dulu."

Aneesha mengangguk, meskipun di hatinya merasa takut jika yang di ucapkan mang Aji adalah sebuah kebeneran.

Aneesha mengambil ponselnya dan segera menghubungi suaminya. Panggilan pertama tidak di angkat, hingga panggilan kelima baru tersambung.

"Halo?" Suara perempuan yang terdengar.

Aneesha shock, dia menjauhkan ponselnya begitu saja. Wanita itu menangis sesenggukan, sembari memukul dadanya yang terasa sakit.

"Sakit mang ... Di sini aku mengandung anaknya, tapi kenapa dia justru bertemu sama perempuan lain? Apa karena Aneesha suka marah marah, apa karena Aneesha anak nakal makanya di cari yang lain?" Aneesha mengeluarkan seluruh isi hatinya.

"Neng, yang tenang ya?"

"Gimana saya bisa tenang mang, suamiku bermain sama wanita lain saat aku hamil anaknya?"

----

Halo, lama ya? Cie nungguin🗿

Living With Mas Santri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang