Aneesha terisak, berjalan ke rumah sang ayahnya. Tanpa memberi salam pada abinya, Aneesha langsung masuk ke dalam kamar abi dan ummahnya. Membuat keduanya kebingungan saat melihat Aneesha yang langsung masuk ke dalam pelukan Halwa.
Untung saja Halwa mengerti dan langsung membalas pelukan putrinya itu, membelai rambutnya yang tertutup hijab, dan mengecupnya beberapa kali, berusaha menyalurkan ketenangan. Sedangkan Kahfi sedari awal hanya menyimak tanpa mau menanyakan keadaan putrinya, biarlah nanti Aneesha yang bercerita dengan sendirinya.
Hiks ... Hikss ...
Beberapa menit berlalu, barulah Aneesha menyudahi tangisannya. Wajahnya kembali dia angkat, menatap wajah ummahnya yang tersenyum lembut ke arahnya.
"Sudah lebih baik, sayang?" tanya Halwa sembari menyelipkan rambut Aneesha yang keluar dari sela hijabnya.
Aneesha mengangguk, "Ya, terima kasih, ummah!" ucapnya dengan riang.
Dia ingin bangkit berdiri tetapi tak bisa, perutnya terasa sakit. Aneesha mengeluh atas rasa sakit di perutnya, tangannya pun turut serta memegangi. Membuat Kahfi dah Halwa merasa panik.
"Akhh sakit ummah," pekiknya tertahan.
Air matanya menetes tanpa bisa di tahan lagi, isak tangis yang keluar dari bibir mungil itu terdengar pilu. Kahfi dengan sigap menggendong tubuh putrinya, dan membawanya langsung ke mobil.
"Ayo, segera kita ke rumah sakit!" ujar Kahfi pada istrinya.
Halwa mengangguk, "Kamu turun saja dulu, biar aku menyusul. Tidak akan lama!"
Kahfi tanpa bicara lagi langsung berlari ke mobilnya, dan meletakkan Aneesha di kursi penumpang. Pria paruh baya itu ikut serta mengusap perut putrinya, berharap bisa meredakan rasa sakitnya.
"Bertahanlah sayang! Harus kuat ya? Demi utun!" bisik Kahfi lirih.
Pria itu terlihat begitu lemah saat melihat putrinya bertaruh nyawa untuk sosok yang akan hadir di dunia ini. Kahfi menyatukan keningnya dengan kening Aneesha. Dia dapat melihat mata Aneesha yang terpejam perlahan, membuatnya semakin kelimpungan.
"SAYANG, CEPATLAH!" teriak Kahfi dengan kencang, membuat beberapa orang yang ada di sana ikut menoleh ke arahnya.
"Ada apa pak?" tanya tetangga wanita mendekat ke arah mereka berdua.
"Sepertinya putriku akan melahirkan, mohon doanya ya bu." Kahfi tersenyum lembut ke arah ibu-ibu yang sudah mulai berkumpul mengelilingi Kahfi dan Aneesha.
"Semoga di lancarkan ya pak ustadz."
"Aamiin, terima kasih banyak."
Terdengar suara derap langkah kaki, dan Kahfi mengetahui siapa yang datang. Pria itu langsung masuk ke dalam mobilnya dan membiarkan istrinya mengangganti dirinya.
"Duluan ya ibu ibu, Assalamu'alaikum!" pamit Halwa kepada yang lain.
"Wa'alaikumsalam."
Mobil kuning itu melaju meninggalkan pekarangan rumahnya, membelah riuhnya kemacetan di kota Surabaya.
---
Derap langkah yang terdengar begitu tergesa-gesa, di sana Kahfi sedang berlari dengan beberapa perawat untuk mengantarkan Aneesha ke ruang bersalin.
Halwa yang berada di UGD pun mencoba menghubungi Faris. Sebenarnya Halwa dan Kahfi tau permasalahan putrinya, tetapi mereka membiarkan Aneesha mengeluarkan keluh kesahnya, ternyata justru berakibat fatal bagi Aneesha.
"Assalamu'alaikum, nak. Istrimu di larikan ke rumah sakit, sepertinya akan melahirkan. Kamu masih di rumah sakit ini? Ummah di UGD, ummah tunggu ya" pesan Halwa.
Sambungan telpon itu langsung terputus tanpa memberikan jawaban apapun, Halwa tau jika Faris akan kemari tanpa basa basi lagi.
5 menit berlalu
"Assalamu'alaikum, ummah!" Faris menepuk pundak Halwa.
Halwa memutar tubuhnya, dan mendapati wajah Faris yang terlihat kacau. Matanya di penuhi dengan air mata, rambutnya sudah tak beraturan. Laki-laki itu tertunduk, terisak di depan Halwa. Membuat wanita paruh baya itu merasa iba dengan ke arah menantunya.
"Tenanglah, istrimu akan baik-baik saja, dia wanita yang kuat. Kamu percaya kan?"
Faris mengangguk, tetapi bagaimanapun istrinya, dia tetap merasa khawatir. Takut jika Aneesha akan pergi meninggalkan dia dengan membawa buah hatinya, sepertinya ibunya yang pergi membawa adiknya, kemudian beberapa bulan kemudian di susul dengan kepergian ayahnya.
Faris langsung berlari ke ruangan bersalin, mencoba masuk ke dalam. Tetapi terlambat, Aneesha di masukkan ke dalam ruang oprasi karena wanita itu tiba dalam keadaan tak sadarkan diri.
Faris menyandarkan keningnya pada pintu ruang oprasi. Kakinya tak lagi mampu menopang tubuhnya, Faris kembali terduduk dan tergugu di lantai. Membuat semua orang merasa iba.
"Doakan saja Ris." Kahfi menepuk pundak Faris.
Faris menoleh, menggeleng pelan, tetapi tak mengeluarkan sepenggal kata apapun.
Tak lama kemudian Faris juga ikut tumbang, Kahfi menepuk jidatnya.
"Gini nih kalau udah bucin akut! Gak bisa tinggal dikit sama belahan jiwa!" ujar Kahfi mendumel kesal, tetapi tetap mengangkat tubuh Faris. Untuk saja dirinya TTK, tua tua kuat!
"Sus tolong saya, menantu saya juga ikut tak sadarkan diri." Kahfi berlari, dan berpapasan dengan istrinya.
"Kenapa ini?"
"Biasalah, bucin!"
Halwa membuntuti Kahfi.
"Sini biar aku bantu." Halwa membantu Kahfi menurunkan tubuh Faris ke atas brankar.
---
Halwa menunggu Aneesha, sedangkan Faris di tunggu oleh Kahfi. Keduanya juga belum sadar, membuat Kahfi merasa heran.
"Kayanya ada alam bawah sadar date ini mah!" gumamnya tak masuk akal.
Kahfi menghembuskan napasnya pelan, "Bangun nak, siapa yang akan menunggu istrimu jika kamu juga ikutan sakit seperti ini?"
"Bangun ya? Istrimu salah paham sama kamu, maaf abi belum bisa menyampaikannya tadi. Istri kamu sudah keburu kontraksi sih, jadi abi ikutan panik!"
Seolah mendengar penyebab istrinya yang tiba-tiba kontraksi, Faris perlahan membuka matanya.
Eughh
Mata laki-laki itu perlahan terbuka, Kahfi yang menyadarinya langsung berdiri dan memanggil perawat yang kebetulan melintas ke arahnya.
"Sus, menantu saya sudah sadar, tolong di periksa keadaannya," pinta Kahfi.
Perawat itu mengangguk, memanggil rekannya untuk memeriksa tubuh Faris.
"Tidak ada masalah serius, mungkin tadi hanya shock saja mendengar kondisi istrinya. Di jaga dulu ya pak, jangan kecapean!" ucap perawat itu, langsung pergi meninggalkan keduanya.
Kahfi menatap ke arah Faris, ingin memberitahukan sekarang, tetapi ini bukan saat yang tepat. Kahfi memilih untuk menutup mulutnya.
"Tadi aku mendengar sesuatu."
Benarkan yang di bilang Kahfi? Kalau soal Aneesha, Faris yang nomor satu! Faris yang punya firasat lebih besar daripada dirinya, makanya Kahfi menyebutnya belahan jiwa! Memang sebucin itu!
---
Udah ya segini dulu, besok up kalau ada waktu senggang 🗿
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With Mas Santri [END]
Teen FictionDI MOHON UNTUK MEMBACA SEASON 1 NYA TERLEBIH DAHULU, KARENA ADA BEBERAPA TOKOH YANG MEMANG DARI SEASON 1! Aneesha Ayu Dira, Perempuan muda yang mencintai seorang santri. Perjuangannya selama ini tak sia-sia, santri itu membalas perasaannya dan hing...