Di sinilah Kahfi, di pondok, seperti permintaan Aneesha. Pria itu berusaha mencari santriwati yang di maksud oleh putrinya. Meskipun dirinya sangat kesulitan mencarinya, bagaimana mungkin? Kelas 10 ada sekitar 7 kelas yang berbeda, dan putrinya tidak mengetahui jelas siapa nama gadis yang di carinya itu.
"Waduh ngapunten ustadz, saya ngga tau kalau ada santriwati pendiam seperti itu. Sepertinya mbak Aneesha salah lihat," ujar ustadz Abdul.
Pria tua itu mengeruk tengkuknya yang tak gatal, terlebih saat melihat wajah Kahfi yang masam. Abdul menepuk-nepuk pundak Kahfi dengan pelan, sembari terkekeh kecil.
"Semangat carinya ya, semoga ketemu!" Kemudian Abdul kembali masuk ke dalam kelasnya.
Kahfi menghela napas, ini sudah kelas ke 4, tetapi pria itu masih belum menemukan gadis yang di maksud oleh putrinya.
"Semangat!" Kahfi tersenyum getir, meratapi nasibnya saat ini.
Sedangkan di sisi lain, Aneesha justru sedang bermain bersama putranya tanpa tahu perjuangan sang ayah untuk menuruti permintaannya.
"Sayang, nanti sama Abi doain umma ya? Ajak main terus abinya!" gumam Aneesha saat putranya terus tertawa.
Bayi mungil itu berusaha menggapai wajah Aneesha yang terlihat sangat dekat di matanya. Aneesha yang peka, lantas memajukan wajahnya. Dan benar saja, bayi itu langsung memukul pelan wajah ibunya.
"Nakal ya kamu!" Aneesha yang gemas pun menggesekkan wajahnya ke perut putranya, dan membuat bayi itu tertawa lebar.
"Kalau besar nanti gak boleh nakal, ya?"
Ceklek ...
Aneesha menghentikan aktifitasnya, menatap ke arah pintu. Faris berdiri di ambang pintu, di belakangnya ada dua orang yang sepertinya Aneesha mengenal orang itu.
Faris berjalan masuk mendahului keduanya. "Ayo masuk Bara, Aqila."
Faris mengambil duduk di samping kiri Aneesha sedangkan Aqila dan Bara berada di sebelah kanan wanita itu.
Aneesha yang melihat itu langsung duduk di ranjangnya. Tersenyum kecil ke arah Aqila dan di balas oleh wanita itu dengan senyuman tipis.
"Assalamu'alaikum, aku hanya ingin melihat keadaan kamu," ujar Aqila yang salah paham dengan tatapan Aneesha.
"Waalaikumsalam, ah, iya. Kakak juga apa kabar?" tanya Aneesha lembut.
"Aku? Tentu saja baik. Oh, iya, aku juga ingin memberikan ini." Aqila merogoh tasnya, dan memberikan selembar kertas yang begitu tebal.
Aneesha membukanya, wanita muda itu terkejut, mendongak dan menatap keduanya dengan tatapan tak percaya.
"Aku pasti akan datang," ucap Aneesha begitu antusias.
"Selamat ya, kak Aqila." Aneesha memeluk tubuh gadis yang ada di hadapannya.
"Selamat juga untukmu, Aneesha."
---
Kahfi uring-uringan sendiri, ternyata di kelas 10-6 terdapat satu santriwati yang mirip ciri-ciri dengan yang di ucapkan oleh Aneesha. Dia adalah gadis yang paling pendiam di antara santriwati pendiam lainnya. Hanya dia, yang sepertinya Aneesha cari.
Hingga Halwa sendiri bingung ingin menenangkan suaminya bagaimana lagi. Sedari pulang dari pondok, suaminya itu mengerucutkan bibirnya.
"Udahlah sayang, besok kita cari lagi, ok?" Halwa mengelus bahu Kahfi, berharap suaminya itu bisa lebih tenang.
"Bagaimana bisa aku tenang, permintaan putriku memang aneh!"
Kahfi sengaja tidak mengatakan jika ada seseorang yang di curigai, tetapi tidak di katakan oleh pria itu, takut dirinya salah, dan justru membuat keadaan istri dan putrinya berharap pada santriwati itu.
"Ya mau gimana lagi, mungkin memang putrimu lagi ingin mengatakan sesuatu pada santri itu!"
"Huhh ... Lihat saja besok!" ketus Kahfi.
Pria itu merebahkan tubuhnya di atas kasur, matanya memejam secara perlahan. Rasa pusing telah menjalar di kepalanya sejak mengatahui jika santriwati itu sedang sakit hingga akhirnya pihak pesantren memulangkan gadis itu terlebih dahulu.
---
"Kamu belum cerita, kenapa kamu bisa berdua sama cewe lain!" Lihatlah! Setelah Bara dan Aqila pulang, Aneesha langsung merajuk pada suaminya.
Faris mendekat, menarik kepala Aneesha dan di sandarkan ke bahunya. Tangan satunya mencari ponselnya yang berada di atas nakas.
Faris menujukkan chatingan dirinya dengan seseorang yang tidak Aneesha kenali.
Faris menujuk gawainya, "Dia anak laki-laki dari wanita yang aku tabrak kemarin. Lalu, jika kamu bertanya kenapa suaranya adalah suara seorang wanita, jawabannya simpel. Saat itu wanita itu sedang bersama putrinya, aku berniat membawanya langsung ke rumah sakit, tetapi aku lupa jika aku mempunyai jadwal mengajar di pesantren di jam yang sama dengan kecelakaan itu. Sehingga aku memutuskan untuk membawanya terlebih dahulu ke pesantren, lagipula jalannya searah, bukan?" papar Faris panjang lebar.
"Aku juga sempat menghubungi abi sebelum kamu menghubungi abi." Faris tersenyum ke arah istrinya yang sedang menimang putranya yang tertidur.
"Dia tidur ya? Aku pindah, boleh? Kamu harus istirahat!" pinta Faris.
Aneesha mengangguk. "Iya, pelan-pelan saja, takut jika dia terbangun."
Kini, giliran Faris yang mengangguk. "Iya."
Setelah meletakkan bayinya jauh dari istrinya, langkah pria itu kembali seperti semula, di samping istrinya.
"Kamu tenang saja, bahkan sampai aku mati, hanya kamu satu-satunya orang yang akan menjadi istriku. Berjanjilah untuk tetap bersamaku, karena aku telah menyerah seluruh hidupku untukmu." Kata-kata Faris terdengar serius, mata Aneesha sudah berkaca-kaca saat mendengar ucapan Faris.
"Terimakasih, atas seluruh cintamu padaku. Jika Allah izinkan, semoga nantinya aku yang menemanimu hingga ke Jannah-nya." Aneesha menghambur ke peluk Faris.
"Aamiin." Faris membelai kepala Aneesha.
"Dasar bucin! Sehari gak bucin kayanya udah meninggoy nih dua orang!" sela seseorang yang tiba-tiba saja sudah berada di ambang pintu ruangannya.
"Hasbi?" Serempak Aneesha dan Faris. Sedangkan orang yang di panggilnya hanya menyengir saja.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With Mas Santri [END]
Teen FictionDI MOHON UNTUK MEMBACA SEASON 1 NYA TERLEBIH DAHULU, KARENA ADA BEBERAPA TOKOH YANG MEMANG DARI SEASON 1! Aneesha Ayu Dira, Perempuan muda yang mencintai seorang santri. Perjuangannya selama ini tak sia-sia, santri itu membalas perasaannya dan hing...