sandi's effect

128 7 2
                                    

ARISANDI

Sandi's effect


"Sandi!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sandi!"

"Woy, San, mau ke mana lo?"

"Hai, Sandi."

Kata orang-orang, kalimat-kalimat di atas muncul akibat dari sesuatu bernama Sandi's effect. Awalnya gue nggak paham dan hanya geleng-geleng kepala aja waktu temen-temen gue menyematkan kata itu pada gue. Tapi, pada akhirnya gue mengerti kenapa Sandi's effect muncul dan terus ada sampai sekarang.

Setiap kali gue lewat, pasti adaaaa aja orang yang menyapa. Bahkan yang nggak gue kenal pun ikutan menyapa gue sambil tersenyum lebar. Kalau gue lagi jalan sama temen-temen gue, mereka pasti langsung berkoar, "Do you see that? It's Sandi's effect," setiap kali ada yang menyapa.

Nggak jarang gue mendapat pertanyaan, "Temen lo kenapa bisa ada di mana-mana, sih, Ndi?" yang nggak pernah bisa gue jawab soalnya gue juga nggak tau. Jujur, gue nggak tau kenapa mereka bisa sesantai itu menyapa gue, bahkan mereka ngasih gue bonus senyuman lebar. Bukannya gue nggak suka disapa, tapi gue bingung aja tiap kali mau nyapa balik soalnya gue nggak hapal namanya. Inget pernah ketemu di mana aja enggak.

Jadi, kalo ada yang menyapa, gue membalasnya dengan mengangkat tangan sambil senyum tipis.

"Nah, kan, abis ngelakuin apa lagi nih temen lu, Rik?" Oki, salah satu dari dua teman akrab gue nepuk pundak gue kencang. Padahal dia nanya ke Erik, teman akrab gue yang lain, kenapa mukulnya malah ke gue? Iya, teman gue hanya mereka berdua. Nggak ada yang lain. OH, mungkin ada, tapi nggak ada yang bisa gue percaya selain Oki dan Erik. Nggak tau deh, padahal mereka berdua tuh nggak ada bagus-bagusnya jadi temen, tapi gue betah-betah aja sama mereka bertahun-tahun—kita temenan dari SMP, omong-omong.

Lama juga ya. Gue baru sadar.

Bukan tanpa alasan Oki mengucapkan kalimatnya tadi. Beberapa meter lagi, gue sampai di kelas matkul pertama hari ini. Dan di depan pintu, gue melihat ada dua orang perempuan—yang kalo dilihat dari celingak-celinguknya kayaknya adik tingkat—berdiri gelisah sambil sesekali melongok ke dalam kelas.

"Samperin, Ndi," kata Erik sambil cengengesan. "Kasian tuh mukanya udah kayak orang nahan pipis berhari-hari."

Gue berdecak. "Mulut lo. Belum tentu juga mereka mau ketemu gue."

"Mau taruhan?" kata Oki, nantangin.

Belum juga gue menjawab, dua perempuan itu keliatan kaget waktu melihat gue. Kalau sudah begini, apa yang dibilang Erik kayaknya benar. Mereka mau ketemu gue.

Sengaja gue nggak menggubris dan akan masuk ke kelas kalau saja salah satu dari dua orang yang sepertinya sudah menunggu lama ini nggak menghalangi jalan gue.

ARISANDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang