Harvy membuka mata, pandangnya mengitari ruangan yang nampak asing. Cukup lama ia mencerna hingga bisa tahu dimana ia berada. Ia tak perlu mempertanyakan bagaimana ia berakhir di tempat ini, ia bisa mengingat kejadian sebelum ia terbaring di tempat ini. tangannya terkepal kuat, ada dendam yang tersimpan di dalam hatinya yang harus ia balaskan segera.
Ia kemudian penasaran, siapa orang baik yang telah menemukannya dan membawanya sampai di tempat ini. perlukah ia berterima kasih? Kata yang tak pernah keluar dari mulutnya.
Ia akhirnya tahu orang baik itu bernama Devan, seorang dokter yang terus di elu-elukan oleh para perawat. Ia ingin segera bertemu tetapi lelaki itu belum pernah muncul di depannya.
"dia gak kerja di rumah sakit ini." jawab perawat saat ia meminta dipertemukan dengan Devan. Harvy makin penasaran bahkan saat hari ketiganya ia di rumah sakit, lelaki itu belum menampakkan batang hidungnya juga. kata terima kasih memang mungkin tak akan pernah keluar dari mulutnya.
Sebuah derap langkah terdengar makin mendekat menuju ruangannya, sesaat kemudian pintu terdorong dan sosok lelaki muncul dari balik pintu itu. Harvy belum berpaling sampai lelaki itu memanggil namanya.
"Harvy...." Suara lelaki itu terdengar kaku. Harvy menoleh dengan ekspresi datar, ia menatap lelaki di depannya, ia mungkin akan setuju bahwa sosok lelaki itu sangat sempurna, tak jauh beda dari apa yang dielu-elukan para perawat.
Lelaki itu tersenyum, menampilkan baris giginya yang rapih walau begitu Harvy belum membalas keramahan lelaki itu.
"bagaimana keadaanmu?" tanyanya.
Harvy mengangkat bahu seolah tak perlu ia jelaskan. Ia masih memakai pakaian pasien, masih berada di ruang perawatan.
"aku ingin mengembalikan ini." Devan merogoh dompet dari saku jaketnya. "aku menemukannya di mobil." Lanjutnya.
"oh." Hanya sepatah kata itu yang keluar dari mulutnya. Devan yang hangat tiba-tiba menjadi awkward juga dengan sikap dingin yang ditunjukkan oleh Harvy.
"kuharap kamu segera membaik." Ucap Devan kemudian beranjak dan bermaksud keluar dari ruangan itu. namun tangan Harvy mencegatnya.
Devan berbalik, matanya tertuju ke tangan Harvy kemudian menatap lelaki itu.
"terima kasih." Ucap Harvy. Seingat dia, ini adalah ucapan terima kasihnya yang pertama.
"oh, sama-sama." jawab Devan tersenyum kemudian mengisyaratkan Harvy melepaskan tangannya. "aku pamit dulu."
Harvy kembali mencegatnya. "bawa aku bersamamu." Ucapnya.
"hah?" Devan membuat ekspresi kebingungan.
"bawa aku bersamamu." Ucap lelaki itu kembali. Ini bukan sebuah permohonan darinya dan entah karena apa, Devan menuruti kemauan lelaki itu.
"oke." Jawabnya menyanggupi. "tapi kamu harus tetap dirawat disini sampai lukamu benar-benar sembuh." Ucap Devan. Harvy tak membantahnya lagi, ia mengikuti apa yang di katakan Devan hingga seminggu berselang tetapi apa yang dijanjikan lelaki itu nampaknya hanya omong kosong.
"cih....." kesalnya setelah ia diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan Devan belum juga menampakkan batang hidungnya.
Harvy akhirnya bisa menghirup udara bebas, seminggu ini ia hanya bisa mencium bau obat-obatan yang sangat membuatnya sesak. Ia masuk ke sebuah minimarket tak jauh dari rumah sakit, membeli sebungkus rokok dan satu kaleng beer tanpa alkohol. Apalah artinya beer tanpa alkohol baginya, itu sebuah joke yang sangat menggelikan.
Saat ingin membayar, ia menarik kembali kartu atm yang awalnya ia sodorkan. Ia tak boleh membiarkan keberadaannya terekspos. Mereka pasti mengira bahwa Harvy telah mati dan untuk sementara, biarkan ia menjadi orang mati hingga dendamnya terbalaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in Love By Accident
RomanceDevan adalah seorang dokter yang tergabung dalam program Nusantara sehat. suatu malam, saat ia dalam perjalanan menuju lokasi penempatannya, ia menemukan seorang pria yang tergeletak di tengah jalan. takdir mempertemukan mereka. apakah hubungan mere...