Episode 1

2 0 0
                                    

"Lo liat aja nanti!" tantang Hendra berkacak pinggang.

"Lo yakin bisa ngalahin gue?" tanya Nita menyilangkan tangan.

Keduanya saling tatap penuh permusuhan. Hendra tersenyum sinis. "Gue kalah dari elo? Mimpi!" ujar Hendra tertawa mengejek. Wajah Nita seketika merah padam. Giginya bergemulutuk.

Nita mengacungkan jari telunjuknya ke arah Hendra. Kilatan amarah terlihat jelas di mata hitamnya. "Tunggu aja! Gue pasti buat elo menyesal," ancam Nita.

Suara klakson membuat kepala Nita tertoleh ke belakang. Tampak mobil sedan hitam terparkir di gerbang sekolah. Dia kembali menatap Hendra dan berdecih. Lalu berbalik dan pergi meninggalkan Hendra.

Tatapan Hendra tak lepas dari punggung Nita hingga memasuki mobil. Lajunya yang cepat meninggalkan gerbang SMA SMANLI.  Bibirnya melengkungkan senyuman. "Gue gak sabar nunggu besok pagi," gumamnya meninggalkan gerbang SMANLI.

...

Pukul 1 siang Nita akhirnya tiba di rumah. Dia langsung ke kamar. Tanpa berganti pakaian, Nita langsung rebahan di kasur. Seketika rasa lelah di sekujur tubuh sirna. Namun teringat pertengkarannya dengan Hendra membuat Nita kesal.

"Cih! Dasar buaya buntung!" makinya.  "Sialan! Dia pikir gue bakalan takut? Semakin diingat buat gue kesal aja," rutuknya mengacak rambut hingga berantakan.

Tok! Tok! Tok!

"Nita cepat ganti baju dan buruan makan!" titah Dahlia didepan pintu. "Mama sudah siapkan makanan kesukaanmu," imbuhnya membuat mata Nita berbinar.

"Iya ma," sahut Nita penuh semangat. Gadis itu segera turun dari kasur dan berganti pakaian casual. Kaos hitam lengan pendek dipadukan celana hitam selutut.

Dia membuka pintu dan berlari menuruni tangga. Aroma sup ayam tercium dari dapur. Larinya dipercepat. "Astaga Nita! Jangan berlarian nanti jatuh," tegur Dahlia.

Nita tersenyum lalu menarik kursi dan duduk. "Nita kan bukan anak kecil lagi ma. Jadi gak mungkin jatuh," celetuknya menyendok nasi ke piring. Lalu menuangkan kuah sop dan mengambil beberapa potong ayam. Hidungnya mengendus aroma sop yang lezat.

Hela napas terdengar. "Iya mama tau. Tapi tetap saja mama khawatir. Bagaimana jika kamu jatuh dan terluka?"

"Ma, kan udah Nita bilang barusan. Nita tu udah besar ma bukan anak kecil lagi. Jadi gak mungkin Nita jatuh ma," ujarnya bersikukuh. "Lagipun tadi Nita lapar banget. Makanya lari biar bisa makan masakan mama yang lezat," imbuhnya menyunggingkan senyuman.

Kemudian menyuap nasi dengan sop ayam. Nita memakannya dengan lahap. Dahlia balas tersenyum. "Baiklah jika Nita bilang begitu. Mama bisa bilang apa." Dahlia menambahkan potongan ayam diatas piring Nita. "Makanlah yang banyak. Mama masakin cuma buat Nita," imbuhnya yang diangguki Nita.

Meski hanya berdua tapi suasana meja makan itu terasa hangat. Suara obrolan dan tawa terdengar memenuhi dapur.

Usai makan seperti biasa Nita mencuci piring. "Ma, kapan papa pulang?"

"Mungkin nanti malam kalau tidak ada rapat," sahut Dahlia mengelap meja. Nita mengembuskan napas. Sudah 2 hari Fajri tidak pulang ke rumah. Profesinya sebagai CEO memiliki banyak pekerjaan dan terpaksa lembur. Meski rindu hanya melalui telepon keduanya dapat berkomunikasi. Waktu yang dihabiskan pun bisa dihitung jari.

"Apa kamu rindu?" tanya Dahlia mengusap kepala Nita. Lamunannya seketika buyar.

"Iya ma. Papa sudah 2 hari belum pulang," jawab Nita sendu. Kepalanya tertunduk.

"Coba telpon papamu seperti biasa. Tanyakan kapan dia pulang," kata Dahlia yang diangguki Nita.

"Nita ke kamar dulu ma," pamit Nita yang diangguki Dahlia. Gadis itu meninggalkan dapur. Langkahnya terayun menaiki tangga menuju kamar.

Setelah menutup pintu, dia segera meraih ponsel di atas nakas. Lalu menelpon Fajri.

Suara dering ponsel memecah keheningan di ruang rapat. Pria berusia 51 tahun itu segera merogoh ponsel. Di layar tertera nama Nita. Senyuman tersungging dibibir.

"Maaf sepertinya kita tunda rapat hari ini. Nanti kita mulai lagi setelah jam 3," ujarnya yang diangguki serempak anggota rapat. Satu per satu mereka pergi.

"Halo pa," suara merdu Nita menyambut Fajri.

"Halo nak. Ada apa menelpon papa? Kangen?"

Bibir Nita seketika mengerucut. "Kangen lah. Papa kapan pulang? Nita udah gak sabar ketemu papa."

Fajri terkekeh. "Mungkin nanti malam papa usahakan pulang. Papa juga kangen Nita."

"Idih! Gombal." Lagi suara kekehan Fajri terdengar.

"Mana ada papa gombal. Serius papa tu kangen ma Nita. Nanti Nita mau dibeliin apa?"

Nita terdiam sejenak. Dia tampak berpikir. "Nita mau dibeliin boba brown sugar pa," jawab Nita yang diangguki Fajri.

"Oke. Nanti papa belikan."

"Janji?"

"Janji."

"Yes! Makasih papa. I love you."

"I love you too."

Tak lama telepon ditutup. Fajri menghela napas. Semangatnya kembali membara untuk menyelesaikan pekerjaan. Ada banyak rapat yang harus dilakukan.

Fajri kembali memeriksa berkas lagi sebelum memulai rapat. Meski terasa melelahkan tapi demi istri dan anak seketika langsung sirna.

Nita tersenyum sumringah. Dia sudah tak sabar bertemu Fajri malam ini. Apalagi dibawakan oleh-oleh kesukaannya setelah lama tak bertemu.

Gadis itu langsung rebahan di kasur. Matanya terpejam karena rasa kantuk menyerang. Tak lama dia terlelap dalam mimpi.

....

Pukul 8 malam Fajri akhirnya tiba di rumah. Nita menuruni tangga dengan cepat. Dia merentangkan lengan lalu memeluk erat Fajri. Lalu mengecup puncak kepala Nita.

Dahlia menghampiri mereka. Senyuman tersungging dibibirnya. "Selamat datang sayang," ucap Dahlia yang diangguki Fajri.

Nita melepaskan pelukannya dan menoleh ke belakang. Tatapannya bertemu dengan Dahlia. "Ma, papa sudah pulang." Nita tersenyum lebar. Gigi putihnya berjajar rapi.

Dahlia mengangguk lalu mengalihkan pandangan ke arah Fajri. "Mas ganti bajumu dan mandilah. Aku sudah menyiapkan masakan kesukaanmu," ujar Dahlia yang diangguki Fajri.

Pria berusia 51 tahun itu menatap Nita. Tangannya menyentuh bahu. "Papa mandi dulu dan ganti pakaian. Nanti kita berbincang lagi di dapur," ujarnya. "Ini boba kesukaan Nita," imbuhnya membuat Nita sumringah.

"Makasih pa," ujar Nita menepi. Fajri melepaskan sepatunya dan berjalan menuju lantai dua.

"Nita bantuin mama menyiapkan makan malam."

"Iya ma," sahut Nita penuh semangat. Gadis berkucir satu itu langsung bergegas ke dapur. Dia dengan cekatan menyusun masakan di atas meja. Aromanya yang lezat membuat perut Nita keroncongan.

Tak lama Fajri muncul dan duduk di kursi. Kemudian mereka makan sambil bercengkrama. Suasana hangat yang selalu membuat Nita betah di rumah.

...

"Nita hari ini mau papa antar ke sekolah?" tanya Fajri yang sedang membaca koran. Nita tersenyum lebar lalu menganggukkan kepala. "Ya sudah sekarang habiskan rotimu. Kita akan berangkat sebentar lagi," imbuhnya melirik jam di dinding.

Pukul 6.30 pagi waktu yang tepat untuk berangkat ke sekolah. Nita segera menghabiskan rotinya dan meneguk susu sampai tandas.

"Ma, Nita berangkat dulu." Nita bangkit dari kursi. Lalu mengecup pipi Dahlia.

"Iya. Hati-hati," ujarnya tersenyum. Fajri juga berdiri dan menghampiri Dahlia.

"Mas pergi dulu," pamitnya yang diangguki Dahlia. Keduanya kemudian meninggalkan dapur menuju teras.

Dewi Vs PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang