Perjalanan menuju mansion Lucas terasa panjang dan penuh ketegangan. Edward—yang kini mengendalikan tubuh Langga—duduk di kursi belakang mobil, tangan terikat erat di belakang punggung. Di depannya, anak buah Lucas tetap diam, mengawasi dengan tatapan tajam.
Mobil hitam itu melaju pelan di jalan berkelok, diterangi hanya oleh cahaya rembulan yang samar. Tubuh Edward terasa kaku dan lelah setelah perjalanan panjang yang diwarnai kejar-kejaran. Namun, kelelahan itu tak sebanding dengan kebingungan yang terus menghantuinya.
"Semuanya akan segera berakhir," kata salah satu bodyguard di kursi depan tanpa menoleh. Suaranya dingin, tanpa rasa empati.
Edward tetap diam. Tidak ada gunanya berdebat. Ia tahu bahwa Lucas memegang kendali penuh, dan dirinya hanya pion dalam permainan ini.
Ketika mobil berhenti di depan gerbang mansion besar yang megah, atmosfer semakin terasa mencekam. Hanya suara deru mesin dan langkah para penjaga yang memecah kesunyian malam. Aura kekuasaan dan kontrol begitu terasa, menekan siapa pun yang melangkah di halaman luas mansion itu.
Pintu mobil terbuka, dan seorang bodyguard memberi isyarat agar Edward keluar. Ia melangkah dengan berat, setiap langkah terasa seperti menyeret beban tak kasatmata. Begitu sampai di depan tangga utama, sebuah suara lembut menghentikan langkahnya.
"Langga."
Edward mendongak, dan di sana, Saka—abang tertua Langga—berdiri di tangga utama. Matanya menatap Edward dengan perhatian, senyum tipis menghiasi wajahnya.
"Sudah kembali, ya?" Saka melangkah turun perlahan, ekspresinya tetap tenang meski tersirat kecemasan.
Edward hanya menghela napas. "Aku tidak punya pilihan lain. Tapi kau tahu aku tidak ingin berada di sini."
Saka berhenti di depannya, menatapnya dalam-dalam. Ada kehangatan dalam sorot matanya, namun juga ketegasan yang tak bisa disembunyikan. "Abang tahu. Tapi di sini lebih aman daripada kau terus berlari tanpa tujuan. Daddy tidak akan pernah membiarkanmu bebas begitu saja."
Edward mengalihkan pandangannya, menyembunyikan rasa frustrasinya. "Aku tidak peduli soal keamanan. Aku hanya ingin bebas. Aku lelah."
Saka mengangguk pelan, memahami beban yang dipikul adiknya. "Abang tahu. Tapi kita harus melalui ini bersama. Abang tidak akan membiarkanmu sendirian."
Kata-kata itu membawa sedikit kelegaan bagi Langga, yang terperangkap dalam tubuhnya sendiri. Namun, Edward tetap waspada.
"Masuklah. Kita bisa bicara di dalam." Saka memberi isyarat, lalu berjalan mendampingi Edward memasuki mansion.
Begitu mereka melangkah masuk, suasana di dalam terasa dingin, penuh kesunyian yang menekan.
Namun, tidak lama kemudian, suara tawa menyambut mereka.
"Baru semalam Daddy membawa lo pulang, tapi lo sudah bikin masalah lagi! Dasar pembuat onar!" Aslan, salah satu abang Langga, mencibir dengan nada tajam.
"Maklum, anak panti ya begitu. Selalu bikin drama," timpal Aiden, abang lainnya, sambil menyeringai.
Edward mengepalkan tangan, menahan amarah yang membakar di dalam dadanya.
"Kepribadian ganda? Lo cuma cari perhatian, Langga!" Aiden menambahkan dengan tawa sinis.
Aslan ikut tertawa. "Kepribadian ganda? Yang bener aja. Itu mah cuma alasan orang yang nggak punya kendali diri."
Tawa mereka menggema di ruangan itu, menusuk ego Edward.
"Bajingan kalian semua," gumam Edward dengan nada geram, menggertakkan gigi untuk menahan ledakan emosinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ERLANGGA(Hiatus)
Novela Juvenil[Brothership not BL] Erlangga Rahandika Bratajaya nama yang cukup indah tapi tidak seindah hidupnya. Ia lahir tidak diharapkan oleh kedua orang tuanya dan juga keluarganya. Hanya karena kesalahan yang dirinya sendiri pun tidak tau ia jadi dibeda-be...