“Ayah dari mana saja?”
Setelah menghilang semalaman, esok harinya ayah pulang ketika matahari sudah nyaris terbenam. Entah hal penting apa yang sebenarnya ayah lakukan, yang membuat lelaki itu seolah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga bagi istri dan anaknya.
“Adek sakit, Yah. Kakak udah coba nelfon Ayah dari kemarin, tapi nggak Ayah angkat, pesan dari kakak juga nggak ada yang Ayah bales. Ayah kenapa? Kenapa Ayah enggak peduli lagi sama kita?”
Rentetan pertanyaan Yoongi lontarkan. Tetapi hal tersebut pun seolah ayah abaikan. Sejak menginjakkan kakinya di rumah, ayah hanya berdiam diri di kamar dan sibuk sendiri dengan ponselnya. Lelaki itu bahkan sama sekali tidak berniat melihat Taehyung yang masih terbaring lemas di kamarnya—ditemani ibu dan Jimn. Atau sekadar basa-basi untuk menanyakan keadaannya saja.
“Kakak bisa diem dulu, nggak? Nggak liat, Ayah lagi istirahat?” ujar ayah. Meletakkan ponselnya di meja samping ranjang, ayah lantas beranjak berdiri untuk kemudian menggiring Yoongi keluar.
“Ayah capek. Jadi lebih baik, kakak nggak usah ganggu ayah kalau niatnya cuma mau nyalahin ayah aja.” Begitu kata ayah sebelum menutup rapat pintu kamar dengan bantingan yang cukup kasar.
***
“Adek mau nonton tayo, kak Yoongi!”
“Nggak! Adek kan udah nonton doraemon tadi, sekarang gantian Jimin dong mau nonton pororo!”
Yoongi hanya bisa menepuk jidatnya melihat perdebatan tak berbobot adik-adiknya. Entah Taehyung yang ngeyel ingin menonton tayo, atau Jimin, yang matanya sudah berkaca-kaca karena Taehyung yang tidak mau mengalah—membiarkannya menonton pororo—dengan terus memegang erat remotnya.
Terkadang Yoongi heran; apa kedua adiknya benar-benar kembar? Tidak hanya rupa, bahkan selera mereka pun sama sekali berbeda. Bahkan untuk sekedar tontonan mereka harus berdebat karena saling memiliki kartun kesukaannya sendiri. Dengan jam tayang yang sama pula. Bikin pusing Yoongi saja!
“Jimin nonton di handphone kakak saja, ya?” ujar Yoongi, mencoba menengahi. Akan tetapi, sepertinya hal itu sia-sia sebab Jimin tetap kekeuh pada pendiriannya.
“Nggak mau! Hape kak Yoongi kecil, nggak seru nontonnya!”
“Adek—“
“Nggak mau!”
Astaga.
Jika sudah begini, Yoongi benar-benar bingung harus bersikap bagaimana.
“Adek udah nonton doraemon, 'kan?”
Mencoba kembali memberi pengertian pada Taehyung yang masih setia menggenggam erat remotnya, memeluknya dengan kedua tangan seolah tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya; Yoongi berujar sembari sesekali melirik Jimin yang hidungnya sudah kembang kempis dan siap menangis kapan saja.
Sementara di sebelahnya, Taehyung mengangguk pelan menanggapi ucapan sang kakak. Sebelumnya, Taehyung memang sudah menonton doraemon, ia juga mengiyakan permintaan Jimin yang katanya ingin menonton pororo setelah kartunnya selesai. Akan tetapi, begitu episode tayo usai dan berganti menjadi doraemon, anak itu justru membalik ingin menontonnya juga. Hal tersebut tentu saja membuat Jimin kesal. Merasa dicurangi lantaran Taehyung mau seenaknya sendiri.
“Nah, kalau begitu sekarang giliran kak Jimin,” cetus Yoongi. Tersenyum kala melihat raut wajah si bungsu yang tampaknya sudah sedikit meluluh.
“Inget apa yang ibu bilang? Kita ini saudara, apa-apa harus saling berbagi dan mengalah. Adek nggak boleh serakah, tadi kak Jimin udah biarin Adek nonton tayo, masa sekarang kak Jimin mau nonton pororo nggak boleh. Gantian, Dek. Kasian kak Jimin kan mau nonton juga.”