The Chosen Ones

16 3 1
                                    

Key membuka matanya perlahan ketika terdengar suara melengking diikuti suara ledakan. Langit gelap di atasnya tampak dihiasi warna-warna meriah.

Kembang api?

Pandangan Key berbayang sebentar, sementara kepalanya terasa nyeri. Yang terakhir ia ingat adalah ia sedang berjalan bersama Boots menuju restoran jepang yang menjual ramen. Ia sama sekali tidak ingat apa yang terjadi setelahnya.

Dan di sinilah Key terbangun, di atas permukaan yang dingin. Angin berhembus cukup kuat. Udara malam membawa aroma tanah yang magis.

Key mengangkat batang tubuhnya yang terasa berat, dengan bertopang pada kedua tangannya.

"Boots?" panggil Key, seraya mengitari pandangannya ke sekitar.

Sejauh mata memandang, terdapat hamparan tanah berwarna kehitaman. Sebagian besar dilapisi rumput-rumput, sebagian kecil dihiasi batu nisan yang tersebar tidak merata.

Ini pemakaman.

Terdengar suara melengking lagi, sebelum suara ledakan. Cahaya warna-warni kembang api menghiasi langit tanpa bintang malam itu.

Bulu kuduk Key bergidik ngeri, ia segera bangkit untuk berdiri.

Key baru menyadari, ia tidak sendirian. Ia melihat beberapa orang lain, yang juga tampak kebingungan dan takut. Mereka ada banyak, mungkin lebih dari 50 kepala, mungkin hampir 100 kepala. Mata Key kembali bergerak-gerak mencari Boots. Terakhir Ia tadi sedang berjalan bersama Boots. Mungkin saja Boots juga ada di tempat aneh ini.

"Welcome, girls and boys... Welcome."

Suara berat itu menyapa, entah dari arah mana. Dari kanan? Kiri? Atas? Yang Key yakini, bukan hanya dia yang mendengarnya, karena kini mereka saling memandang satu sama lain, bertanya-tanya.

"Welcome to the sacred place, where the mortals die and the immortals born, where the light faints and the dark arises... Welcome to the last Grave's Festival, my dear chosen daughters and sons."

Semua terdiam, membeku di pijakannya. The Grave's Festival... nama itu tentu tidak terdengar asing. Mitos yang secara turun-temurun terus disebar, kisah horor yang selalu menarik untuk dikulik.

Ya, festival itu seharusnya hanyalah sebuat mitos atau kisah horor. Bukan kenyataan.

Key pernah mendengar langsung cerita mengenai festival sakral dan mengerikan itu dari nenek Boots. Karena itu, hanya ada satu hal yang sekarang Key harapkan. Entah apa yang akan terjadi malam ini adalah lelucon dari orang-orang usil atau memang benar-benar acara pembantaian masal, Boots tidak boleh ada di sini.

Demi Tuhan, Boots tidak boleh ada di sini.

|****|

Tahun 2005

Nana, panggilan untuk nenek Boots yang saat itu baru berusia 50-an, duduk menyender pada sofa dengan segelas dry martini* di tangan kanannya. Ia tampak cantik dengan balutan piyama sutra berwarna kuning gading dan cardigan putih. Kerut-kerut halus di samping matanya terlihat lebih jelas ketika ia tersenyum.

(*jenis cocktail)

"Bagaimana hari kalian di sekolah?" tanyanya pada Boots dan Key yang baru pulang.

Boots mendengus sembari menjatuhkan tas ranselnya sembarangan. Sementara Key menaruh tasnya rapi di atas kursi meja makan.

"Dia lagi kesal tuh. Tadi diejek-ejek sama Jamie, Brandon dan yang lain," jawab Key sambil menunjuk Boots.

"Diejek karena apa?" tanya Nana dengan ekspresi heran.

The Grave's FestivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang