Sore hari yang diselimuti berbagai macam emosi, nyaris persis seperti gejolak sosial yang terjadi seiring mendukung pilihan masing-masing. Padahal kampanye belum berlangsung, tapi para murid terlampau percaya diri dengan pilihan yang bersifat pribadi. Mendayu penuh rayu lewat sang angin yang membawa suara speaker pengumuman, sebuah laras menyiarkan nama-nama daftar Komisi Pemilihan Ketua OSIS. Mereka yang disebut dipanggil untuk pertemuan perdana di GOR indoor bersama para Inti dan Koordinator pengurus OSIS.
"Secepatnya mohon KPKO bisa mendiskusikan tanggal untuk kampanye pertama bagi para paslon."
Jaka dengan toa yang menggantung di badannya, mengarahkan secara rinci tugas kerja KPKO selepas kata-kata pembukanya yang sederhana namun magis.Di salah satu sudut GOR, pupil Vania tidak sengaja menangkap pergerakan Bu Megu yang melipat tangan sementara perhatian sang Pembina ada pada Jaka. Ekspresi keruhnya diperlihatkan terang-terangan bukan main. Kalau Aminah, Wakil dari Paslon nomor 1 melihatnya, Vania yakin perempuan itu bakal menjahili Bu Megu lewat guyonan-guyonannya.
Kalau dipikir-pikir sebentar lagi para paslon akan berdiri di ruang publik dan menyampaikan visi-misi, program serta aspirasi mereka. Tapi yang paling ditunggu Vania adalah tema apa yang bakal digunakan untuk proses kampanye nanti. Biasanya ada saja kejadian-kejadian menarik semasa kampanye. Namun sebenarnya bagian yang paling menarik untuk diperhatikan adalah debat terbuka.
Sekretaris KPKO tiba-tiba muncul di samping Vania untuk bertanya. "Van, tugas Sekretaris apa-apa aja?"
Vania mengajak Sekretaris KPKO itu untuk duduk di tribun. "Nanti pas hari pemilihan, wajib untuk buat berita acara. Terus buat juga laporan proposal ke OSIS tentang anggaran dan inventaris yang dibutuhin untuk pemilihan nanti. Paling lambat lusa udah ada di mejanya Jaka." Sekretaris itu mengangguk-angguk seraya menulis apa yang dikatakan Vania dalam notes kecil. "Oh iya, jangan lupa juga kerja sama dengan divisi perlengkapan dan humas untuk buat daftar nama paslon sama fotonya yang nanti bakal di tempel di tiap-tiap kelas dan daftar nama murid-murid untuk absensi. Sama surat suara juga, jangan lupa buat desainnya." Vania berpikir sebentar. "Hmm... kayaknya itu aja."
Logat medok khas dari Ketua OSIS menarik atensi keduanya. "Baik. Untuk bertanya-tanya seputar kelanjutan kinerja KPKO, kalian bisa langsung menghubungi OSIS di ruang kami. Harap untuk mengundang Inti OSIS juga ketika hendak melakukan rapat. Sekian untuk hari ini, selamat sore."
Jaka mengakhiri pertemuan sore itu dan Vania mendesah lega karena dia sudah sangat capai beberapa hari terakhir dipaksa bekerja bagai kuda. Tapi Vania salut dengan Jaka, kalau laki-laki itu jadi CEO nanti, dia mungkin bakal mudah beradaptasi karena terbiasa dengan jam terbang seperti ini. Mukanya kadang Vania dapati raut keruh karena lelah, tapi semangatnya dalam bekerja itu patut diberi dua jempol. Tapi dengan kinerja Jaka selama menjabat telah mencatat track record yang lumayan untuk dilirik HRD kalau ingin melamar kerja, masih banyak yang tidak suka dengan posisi Jaka dan keputusan-keputusan yang dibuat selama menjabat. Biasa, orang populer itu kalau soal haters sudah jadi kayak main course mereka.
Kalau diingat-ingat lagi tentang kejadian tadi siang, Vania bawaanya ingin terkikik. Dulu itu, Jaka sebenarnya murid kesayangan Bu Megu. Tapi Bu Megu sama sekali tidak menyangka kalau tali kekang Jaka bisa lepas dari kendalinya.
Iya, Vania lebih senang untuk menyebut hubungan keduanya itu pertunjukan-wayang-hidup. Kalau mau mengikuti trend saat ini, mungkin hubungan keduanya lebih mendekati drama korea Extraordinary You. Vania suka dengan yang berbau-bau freedom. Makanya dia bersedia untuk lelah diri bersama Jaka karena lelaki itu juga mungkin suka freedom. Duh, memangnya siapa sih yang tidak suka kebebasan?
"Van, mau numpang sampai depan lorong rumahmu gak?" Jaka dengan logat medoknya yang disukai banyak orang muncul bersama vespa scoopy hitam di samping Vania. Lelaki itu memang ramah dan mudah bergaul, makanya tidak heran dia jadi idola di SMA Nusantara.
"Nggak perlu Jak. Aku mau ke minimarket dulu soalnya."
Jaka mengangguk. "Oke. Hati-hati, ya!" Motornya melaju pelan.
Sambil melangkah ke arah minimarket yang jaraknya kurang lebih 300 meter, Vania terhenti ketika melihat Prawiro--calon Ketos nomor urut 2--sedang memandang sanggar pencak silat di seberang jalan.
Duh, negur gak, yah? batin Vania. "Ah, harus nyeberang dulu juga. Lainkali aja, deh."
Perempuan itu melanjutkan perjalanan ke minimarket diikuti oleh ingatan-ingatan beberapa bulan silam. Ada rumor yang sampai sekarang belum dikonfirmasi secara jelas oleh Prawiro tentang dikeluarkannya lelaki pemegang sabuk putih--lambang untuk merepresentasikan tingkat tertinggi--tersebut dari sanggarnya. Vania tidak akan heran denga kemampuan Prawiro, soalnya lelaki itu sudah famous sejak SMP. Namanya simpang-siur di berbagai media karena memiliki banyak prestasi dalam kejuaraan pencak silat. Tapi hanya karena satu kasus yang belum jelas kebenarannya, semua usaha yang dibangun Prawiro jatuh seketika. Menurut kabar si Prawiro sudah melanggar kode etik atlet makanya dikeluarkan langsung oleh pelatihnya. Dari yang Vania dengar, Prawiro sempat mukul lawannya di kejuaraan nasional pencak silat usai pertandingan.
Yah, karena Prawiro juga tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menjelaskan berita tersebut, alhasil murid-murid sekolah banyak yang percaya dan kurang menyukai aksinya itu. Bahkan yang paling ekstrem, Prawiro sempat dikucilkan dan nyaris tidak diizinkan untuk naik jadi calon Ketos karena kasus tersebut.
Opini sosial memang jangan dianggap enteng. Secuil kalimat khalayak umum itu kadang bisa menjadi bahan bakar yang beringas jika disepelekan. Adakalanya juga lontaran dari publik itu dapat mengancam keutuhan suatu bangsa.
Mengerikan.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADE SARKASME: KICAUAN KONYOL KONTESTASI PUTIH ABU-ABU
HumorSebuah satir yang tak sebanding dengan realita panggung politik +62 yang menggelitik. Dalam alur cerita penuh politisasi yang dimulai sejak dini anda akan dibawa meluncur lewat diksi yang menyentil pola pikir. Tokoh Fiksi Cerita Kita: 01) Anisa-Amin...