Laksamana Samudra - Tread The Sea

16 1 0
                                    


Bagaimana seharusnya kehidupan dalam keluarga yang harmonis terbentuk? Keharmonisan tersebut sepatutnya dicirikan oleh kejujuran yang saling terjaga di antara setiap anggota keluarga, tanpa ada satu pun yang menyimpan rahasia. Namun, bagaimana jika kondisi yang terlihat damai seperti laut yang tenang dari luar, sebenarnya menyembunyikan ketidakseimbangan dan potensi konflik di dalamnya, siap meledak kapan saja seperti bom waktu.

Samudra memarkirkan vespa kuningnya tepat di halaman rumah kecil yang memiliki halaman yang luas. Di depan, terdapat papan kecil bertuliskan "Panti Asuhan Anugrah Pertiwi". Begitu Samudra membuka pintu pagar putih itu, seorang anak kecil berlari ke arahnya dan menabrakkan dirinya ke kaki Samudra.

Dengan senyum ramah, Samudra menundukkan dirinya dan menggendong anak kecil itu. Anak itu adalah Jia, salah satu penghuni panti asuhan yang berumur lima tahun. "Kok Jia tahu Kakak mau datang?" tanya Samudra.

"Hehe, Ibu yang kasih tahu. Makanya, Jia dari tadi sudah nungguin Kakak di teras. Hampir saja Jia bosan, tapi begitu denger suara motor Kakak, Jia langsung tahu Kakak sudah di depan, jadi Jia lari," cerita Jia dengan riang.

Samudra dan Jia memasuki rumah kecil yang hangat. Suasana di dalamnya begitu akrab, seperti keluarga besar yang penuh keceriaan. Bu Asih, pengelola panti asuhan, menyambut Samudra dengan tangan terbuka.

"Sudah lama tidak melihatmu, Samudra. Bagaimana kabarmu?" tanya Bu Asih sambil tersenyum.

Samudra menjawab sambil tersenyum, "Baik, Bu. Sibuk sedikit sama sekolah apalagi osis, pusing bu. Makannya aku main kesini, biar ilang pusing ku."

Bu Asih mengangguk mengerti, "Jia nih semangat banget tadi pas denger kamu mau kesini, Setelah makan siang tadi dia sibuk saja duduk di teras bahkan nolak main sama Darren sampai ngambek itu Darren nya,"

Samudra tertawa mendengar cerita bu Asih, "Yaudah bu, ini aku mau taruh makanan dari bunda terus mau main dulu ya sama anak-anak,"

"Yaudah sana gih, tuh liat udah ada yang ngitip-ngintip dari pintu belakang nungguin kakaknya ya", dibalik pintu ada trio kurcil Darren, Jia,Nala yang bertumpukan menunggu Samudra bermain bersama mereka di halaman belakang.

"Eh kurcil ngintip-ngintip nanti bintitan loh, yaudah ya bu Sam izin ke belakang dulu." ujar Samudra yang kemudian langsung menghampiri tiga bocah kecil itu.

Sore itu, suasana di halaman belakang rumah panti asuhan dipenuhi tawa riang anak-anak yang bermain bersama Samudra. Bersama Darren, Jia, dan Nala, mereka mengejar bola, bermain layang-layang, dan menikmati kebersamaan yang hangat.

Samudra juga membawa beberapa mainan baru yang ia beli khusus untuk mereka. Setiap mainan yang dikeluarkan dari tasnya disambut dengan sorak sorai kecil dan mata berbinar-binar dari anak-anak panti. Darren yang paling kecil di antara mereka dengan cepat mengambil kendali atas permainan-permainan baru tersebut.

Bu Asih, yang ikut bergabung, duduk di kursi kecil di samping halaman, tersenyum melihat keceriaan anak-anak. "Terima kasih, Nak Samudra. Anak-anak seneng banget kamu dateng bawa mainan-mainan ini," ucapnya dengan penuh rasa terima kasih.

Samudra hanya tersenyum , "Sama-sama, Bu. Sam juga seneng liat mereka ketawa-tawa gini."

Sore berlanjut dengan berbagai permainan dan canda tawa. Sesekali, Samudra menceritakan kisah-kisah petualangannya sebagai driver ojek online, dan anak-anak mendengarkan dengan antusias. Darren bahkan bersemangat bercerita tentang cita-citanya menjadi seorang pahlawan seperti Samudra.

Ketika waktu berlalu, langit mulai memerah, memberi tanda bahwa malam telah tiba. "Waktu bermainnya sudah habis, ya?" tanya Samudra kepada anak-anak sambil tersenyum lembut.

Mereka mengangguk dengan sedih . Darren, Jia, dan Nala merangkul Samudra dalam sebuah pelukan kecil. "Terima kasih, Kak Sam! Besok main lagi ya?" ucap Jia dengan mata berbinar.

Samudra mengangguk, "Pasti dong, Jia. Besok kita main lagi. Sekarang, ayo kita makan malam terus istirahat."

Anak-anak panti mengekor di belakang Samudra dengan nyanyian naik kereta api yang mengiringi mereka ke arah ruang makan.Samudra melihat mereka di meja makan malam itu terseyum puas dengan reaksi mereka yang meyukai masakan yang Samudra bawa.

Malam semakin larut dan Samudra pun kini berada di ranjang Jia, bercengkrama sedikit sebelum samudra pulang,"Jia,cita-cita Jia kalau sudah besar mau jadi apa?" Samudra iseng menanyakan.

Jia, dengan senyum manis di wajahnya, menjawab pertanyaan Samudra dengan suara lembut, "Kak Sam, Jia gak mau tumbuh besar karena kalau Jia besar, mungkin Kak Sam nggak akan se-sering ini main sama Jia. Jia suka banget main sama Kak Sam, Kak. Kalau Jia besar, mungkin Kak Sam punya banyak hal yang harus dilakukan, kan?"

Samudra tersenyum mendengar jawaban Jia yang tulus. Ia memahami bahwa keinginan Jia untuk tetap kecil adalah ungkapan dari rasa sayang dan keterikatan mereka. "Jia, Kakak Sam akan selalu mencari waktu untuk main bareng, baik Jia kecil atau besar. Kak sam bakal terus main sama Jia, gak peduli seberapa besar Jia tumbuh nanti."

Jia mengangguk mengerti, tetapi matanya masih mencerminkan kekhawatiran kecil. Samudra, dengan lembut, menyentuh kepala Jia, "Kak Sam janji, kita akan tetap sering main bersama, bahkan ketika Jia sudah besar. Tapi sekarang, ayo tidur, besok kita main lagi, ya?"

Jia setuju sambil tersenyum, dan dengan pelukan hangat dari Samudra, ia pun tertidur dengan mimpi-mimpi kecilnya yang penuh kebahagiaan. Lagi pula bagaimana bisa Samudra meninggalkan Jia. Jia membawa darah ayahnya, yang sayangnya, memiliki sisi yang terlalu dingin dan tak terjamah. Ayahnya yang, dengan kejamnya, meninggalkan hasil dari hubungan gelapnya di panti ini.

Saat Samudra meninggalkan kamar, bayangan ketidakadilan yang menimpa Jia terus menghantui pikirannya. Samudra bertekad untuk memberikan kehangatan dan kasih sayang yang sepatutnya Jia terima, sekaligus menjadi sosok yang akan menggantikan kekurangan kasih dari sang ayah. Dengan tekad itu, Samudra berjalan keluar dari kamar Jia dengan harapan bahwa dunia kecil di panti asuhan ini bisa menjadi tempat yang lebih baik bagi Jia dan anak-anak lainnya.

Soal ini biar Samudra yang menyimpannya, karena selain Jia ada hati bundanya yang perlu ia jaga. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ceiling Stars | Seoksoo.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang