Randy turun dari pesawat. Dia menghirup udara Jakarta yang tidak ada segar-segarnya. Tapi di sinilah dirinya dulu mengukir kenangan masa SMA. Sudah tiga tahun dia pergi meninggalkan negeri ini. Sekarang dia kembali lagi.
Randy sudah disambut oleh seorang wanita yang mengenakan setelan jas dan rok berwarna hitam membawa papan bertuliskan 'Randy Aditya Wibowo'.
"Mohon maaf. Saya perwakilan dari PT. Vinotik. Anda..." Ucapan wanita itu terhenti ketika Randy hanya mengangguk diselingi senyum singkat melewatinya begitu saja.
Di belakang Randy ada seorang lelaki yang kepayahan membawa dua koper besar. "Nih, bawain satu," celetuk pria itu menyerahkan koper kepada wanita yang tadi menjemput mereka.
"Eh, kok aku yang bawa?" protesnya. Wanita bernama Vero itu menolak. Enak saja, dia hanya ditugasi untuk menjemput orang yang namanya Randy atas perintah atasan. Bukan untuk membawakan barang-barangnya.
"Gue agennya Randy. Otomatis gue yang ngurus kerjasama kontrak BA Randy sama perusahaan lu. Sebenernya Randy ogah terima kontrak jadi BA cuma gue rayu-rayu sampe akhirnya dia mau. Gue bisa gampang banget batalin kerjasama ini, tau?!" ancam Jerry selaku agen Randy.
Dengan terpaksa Vero mengambil salah satu koper yang diberikan Jerry. Koper yang paling besar lagi!
Mereka berjalan mengikuti Randy. Sampai di pintu keluar, Vero mengarahkan kedua lelaki itu menuju ke mobil yang sudah disediakan. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk selanjutnya dibawa ke hotel tempat mereka akan menginap.
Di sepanjang perjalanan Vero menjelaskan tentang kontrak kerjasama antara perusahaannya dengan Randy sebagai brand ambassador.
Randy tampak tak berminat. Dia memilih memasang headphone di kepalanya sembari mendengarkan musik dan memandangi lalu lintas yang padat. Beberapa tempat yang pernah Randy kunjungi terlihat sudah berbeda dari sebelumnya.
Vero menjelaskan kontrak tersebut kepada Jerry. PT. Vinotik adalah perusahaan Apparel lokal yang jadi produsen Ortisnine. Sepatu yang selalu Randy pakai untuk bermain basket sejati awal karirnya. Hingga beberapa kali sempat robek tapi Randy selalu memperbaikinya tanpa punya minat untuk ganti yang baru.
Ya, itu adalah sepatu pemberian dari Icha sebagai kado ulang tahun Randy yang ke dua puluh satu. Ulang tahun yang dirayakan oleh Randy, Icha, dan anak mereka Aira. Jadi Randy terus memakai sepatu itu bukan karena kualitasnya yang juara, tetapi karena ada histori di dalam sepatu tersebut.
Dan setelah Randy tampil sangat apik di pertandingan abroadnya, saham perusahaan Ortisnine melejit pesat dan laku di pasaran. Karena itu mereka sangat berambisi untuk merekrut Randy sebagai BA sebelum ditikung oleh brand lainnya.
Mereka pun sampai di hotel. Vero mengantar mereka hingga ke kamarnya. Randy langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Capeknya...libur off season harusnya gue santai. Malah ngurusin kontrak gak jelas," gerutu Randy.
"Anjir songong bet dah. Capek gue bujuk lu. Banyak banget yang nawarin kontak yang bahkan jauh lebih gede nilainya daripada ini, tapi lu tolak dengan alasan lu gak mau pake produk sepatu dari mereka. Lu malah milih terus pake sepatu butut lu itu."
"Enak aja sepatu butut. Gini-gini sepatu paling berharga buat gue. Gue bakalan terus pake sampe bener-bener gak bisa dipake."
"Emang yang bentuknya kayak gitu masih bisa dibilang bisa dipake? Tuh vinotik nawarin sepatu yang sama persis buat lu. Itu model lama udah gak keluar. Mereka produksi lagi khusus buat lu, eh lu malah tolak."
Randy terkekeh. "Lu gak paham, Jer. Ini bukan soal sepatunya. Tapi soal histori di sepatu itu. Walaupun lu pake sepatu yang persis kayak gitu, feeling-nya tetep beda."