◎ Happy Reading ◎
01. Murid Pindahan
"Adek yakin gak mau Papi anter?" Prima memandang ke arah putri bungsunya yang baru saja menyelesaikan sarapan.
Lunar menggeleng kecil. "Gak, Pi. Adek bisa sendiri. Lagian Mami bilang Papi ada meeting pagi ini."
"Papi masih punya waktu buat nemenin Adek ke sekolah."
"Adek udah gede, Pi," balas Lunar pura-pura cemberut. Membuat Prima dan Nadila terkekeh kecil olehnya.
"Iya, iya. Sekarang putri Papi udah mandiri," balas Prima yang memunculkan senyum sumringah di wajah cantik Lunar.
"Anaknya Papi sama Mami gitu loh," sombongnya, kemudian dihadiahi cubitan gemas oleh sang ibu di pipinya yang sedikit berisi. "Ya udah, Adek berangkat sekarang."
"Hati-hati, Sayang. Kalo ada apa-apa, kabari Mami," pesan Nadila ketika Lunar mendaratkan kecupan hangat di pipi kanannya.
"Siap, Mami," balas Lunar, lalu melakukan hal serupa pada Prima. "Adek berangkat dulu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Pandangan sepasang suami-istri itupun mengiringi kepergian Lunar dari ruang makan. Ada perasaan haru ketika melihat sikap Lunar yang dua tahun terakhir ini sudah kembali ceria.
"Semoga dengan kepindahan kita disini, Adek bisa berdamai dengan semua yang sudah terjadi di masa lalu," celetuk Prima dengan tatapan penuh makna.
Nadila mengangguk dengan sorot penuh harap. "Semoga, Mas."
◎◎◎
Lunar menghentikan motor matic kesayangannya tepat di seberang jalan. Kepalanya mendongak memandang tulisan 'Sekolah Menengah Atas Taruna Bangsa' yang terdapat di bagian atas dari gerbang masuk sekolah.
Tatapan Lunar kemudian mengarah pada siswa-siswi yang baru saja memasuki gerbang. Dengan mengenakan seragam yang sama, Lunar yakin jika ia tidak salah alamat.
"Oke, semangat Lunar," gumam Lunar bermonolog menyemangati dirinya sendiri.
Setelah memastikan jalanan aman untuknya melintas, Lunar gegas mengendarai sepeda motornya hingga ke parkiran sekolah.
Beberapa pasang mata tampak memperhatikan dirinya dengan tatapan bertanya. Namun, Lunar mencoba untuk abai. Walau telapak tangannya sendiri sudah berkeringat dingin, sebab Lunar memang tidak suka dan kurang nyaman bila dijadikan pusat perhatian.
Dengan sedikit tergesa-gesa Lunar turun dari motor. Ia membenahi sedikit penampilannya, sebelum akhirnya masuk menuju koridor utama dimana meja piket guru berada.
Langkah kakinya membawa Lunar semakin ke dalam, hingga ia kebingungan sendiri mencari letak ruangan kepala sekolah.
"Permisi." Lunar menghentikan salah satu siswi yang baru saja melewatinya.
Satu alis siswi itupun naik. Ia melayangkan pandangan bertanya tanpa ada sepatah kata yang keluar dari bibir yang diberi perona tersebut.
"Aku mau tanya, ruang kepala sekolah dimana ya?"
Bukannya menjawab, gadis cantik dengan riasan sedikit berlebihan bagi seorang siswi SMA justru balik bertanya, "lo anak baru?"
"Iya." Lunar mengangguk canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir
Ficção AdolescenteIni tentang Lunara Jingga, seorang siswi pindahan di SMA Taruna Bangsa yang berharap melewati masa SMA dengan damai. Namun harapannya pupus, tatkala Askala Nawasena datang dengan sejuta pesona yang ia punya. Dia Askala, pemuda tampan yang identik de...