PROLOG

59 5 2
                                    

_Jangan lupa vote and comment_

Selamat membaca

◎◎◎

Di balik kacamata berbingkai kuning keemasan, sepasang mata terpejam menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya nan teduh. Beberapa helaian rambut - yang tidak terikat sempurna - terasa membelai lembut pipi tembem hingga leher jenjangnya.

Lunar begitu menikmati keindahan langit senja di sudut taman kota. Dengan di temani sebungkus kuaci dan sekaleng soda, ia duduk di salah satu bangku taman, tepat di samping tangga yang menghubungkan area taman dengan area skatepark.

Sekedar informasi bahwa area skatepark tidak hanya dimanfaatkan oleh para penyuka skateboard, namun juga para penyuka BMX. Di tempat inilah mereka semua berkumpul, bersantai, dan berlatih bersama.

Iris matanya yang kecoklatan bergerak seiring gerakan para skater yang memutar papan skateboard mereka di udara. Lunar terpukau dan tanpa sadar tersenyum tipis.

"Keren," gumamnya pelan.

Niat hati ingin berkeliling sejenak, melepas penat setelah membantu sang ibu beres-beres, namun tanpa di duga dirinya malah berakhir di taman kota yang indah ini. Lingkungan yang bersih dengan fasilitas yang memadai, membuat siapapun yang mengunjungi taman kota akan betah menghabiskan waktunya disini.

Drtt~ Drtt~

Atensi Lunar teralihkan oleh dering ponsel yang berasal dari dalam saku hoodie abu-abunya.

Lunar menaruh bungkusan kuaci - yang hanya menyisakan kulit kuaci - di pangkuannya, kemudian merogoh saku hoodie.

Diliriknya nama sang ibu pada layar benda pipih itu, sebelum akhirnya menerima panggilan tersebut. "Iya, Mi?"

"Adek dimana? Kenapa sampe sekarang belum pulang?"

"Adek lagi di taman kota, Mi," jawab Lunar, meneguk minumannya hingga tetesan terakhir.

"Pulang sekarang ya. Ini kamar Adek belum selesai di beresin loh. Inget, bawa motornya jangan ngebut-ngebut."

"Iya, Mi," balas Lunar, kemudian panggilan suara diakhiri sepihak.

Lunar dan kedua orang tuanya baru saja datang dari kota Bandung. Sang ayah yang dipindahtugaskan dari kantor cabang menuju kantor pusat, yang mau tidak mau membuat Lunar harus ikut serta. Dan hari ini adalah hari pertamanya sebagai penduduk di kota metropolitan ini.

"Oke, taman kota, waktunya aku pulang. Sampai ketemu besok," monolog Lunar. Mulai detik ini ia mendeklarasikan taman kota sebagai tempat pilihannya di kala ingin menyendiri.

Lunar bangkit dari duduk. Dengan pasti, kaki jenjangnya yang terbalut sneaker putih melangkah mendekati tempat sampah. Membuang sampah kuaci dan kaleng soda ke tempat pembuangan.

Namun di waktu bersamaan, sebuah botol air mineral yang sudah tandas isinya tiba-tiba melayang mengenai lengan atas Lunar. Refleks ia pun meringis pelan.

"Sorry, gua gak sengaja," ucap si tersangka bergegas menghampiri Lunar.

Ekspresi Lunar tampak kesal. Tangan kirinya mengusap lengan kanan yang tadi terkena lemparan botol seraya memutar tubuhnya 90° ke kanan.

"Sakit?"

Oh God!

Dari balik kacamata, tatapan Lunar terkunci pada sepasang iris mata biru yang begitu tenang namun menghanyutkan. Menghipnotis netra kecoklatan Lunar untuk larut dalam keindahan yang tersaji di depan mata, hingga tanpa sadar usapan di lengannya kini berganti menjadi remasan lembut.

"Beautiful eyes," lirih Lunar menguar begitu saja.

Laki-laki bermata biru spontan menaikkan satu alisnya. "Oh?" Merasa tidak yakin dengan apa yang baru saja ia dengar.

Terciduk memuji laki-laki asing secara terang-terangan, tentu membuat Lunar malu bukan kepalang. Pipinya memanas bersamaan dengan jantung yang berdegup kencang.

"Owh, bu--bukan apa-apa," jawab Lunar tergagap.

"Okey." Laki-laki yang memegang papan skateboard di tangan kirinya itupun mengangguk kecil.

Senyum tipis terbit di wajah tampannya ketika mendapati Lunar yang langsung mengalihkan pandangan.

Cute girl.

"Woi, Ka!" panggil salah seorang remaja yang berdiri tepat beberapa meter di belakang Lunar. Satu kakinya menapak di atas papan skateboard. "Buruan, oy! Malah mojok," sambungnya dengan nada bercanda.

Laki-laki bermata biru justru tersenyum kecil. Tanpa sepatah katapun yang keluar dari bibir merah alaminya, ia kembali memusatkan atensi kepada Lunar. Seraya tersenyum amat tipis, ia berkata, "semoga ini bukan pertemuan pertama dan terakhir."

Lalu setelahnya, pemuda tampan berkulit sedikit tanned tersebut bergegas menghampiri temannya dengan menaiki papan skateboard. Menyisakan Lunar yang tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum tipis.

First impression yang begitu mengagumkan. Singkat, namun hampir membuatnya goyah.

Lunar membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Lalu detik berikutnya, ia pun turut beranjak menuju parkiran.

Senja pertama di taman kota yang cukup berkesan bagi seorang Lunara Jingga.

◎◎◎

Jangan lupa follow akun tik-tok @veelightx_ untuk mendapatkan info seputar cerita ini.

See you next chapter!

Senja Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang