Nao menatap dengan serius beberapa lembar kertas di dalam map biru yang Devon baru saja berikan. Keningnya mengerut dan wajahnya sangat serius meneliti satu persatu profil wajah yang tercetak disana. Namun tak seorang pun yang menarik baginya.
Sedangkan Devon menatap bingung pada atasannya yang terlihat sangat aneh sejak kepulangannya dari rumah sakit seminggu yang lalu. Kebingungan Devon semakin menjadi ketika pria itu meminta dirinya untuk mencari profil semua dokter yang berada di Rumah Sakit Soeharso. Walaupun bingung, Devon tetap mengerjakannya. Namun sewajarnya profil atlet yang diberikannyalah yang harus lebih dahulu Nao periksa, bukan profil dokter rumah sakit.
"Pak, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya Devon hati-hati. Dia tidak ingin membuat kesalahan lagi.
"Mmm."
"Apa Bapak ingin mencari dokter pribadi atau dokter untuk agensi?"
Nao tidak menjawab. Pria itu fokus mencari wajah yang diinginkannya. Tapi hasilnya nihil.
"Kamu yakin semua profil dokter yang ada disana sudah ada disini?" tanya Nao dengan nada mengintimidasi. Tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan Devon yang menurutnya tidak penting.
"Su-sudah Pak," jawab Devon terbata-bata.
"Jadi dia bukan dokter disana?" gumam Nao yang ternyata Devon bisa dengar.
"Siapa Pak?" tanya Devon.
"Tidak ada," balas Nao dingin.
"Dokter cantik itu?" tanya Devon asal menebak. Dia tidak bodoh. Dia menyadari reaksi atasannya tersebut saat kejadian seminggu yang lalu di rumah sakit. Awalnya dia pikir Nao mungkin hanya sebatas kagum. Tapi melihat sikap Nao seperti remaja baru pubertas, Devon mengambil kesimpulan bahwa atasannya yang keras kepala dan dingin hati itu sedang jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang wanita.
"Siapa yang kamu maksud? Jangan asal bicara!" ucap Nao kesal karena Devon membaca pikirannya.
"Sebenarnya ada satu dokter yang saya tidak bisa dapat profilnya. Sepertinya rumah sakit menjaga ketat data dokter tersebut. Hanya nama dokter itu yang bisa saya dapatkan," ujar Devon berpura-pura hanya mengetahui sedikit informasi saja. Dia yakin untuk yang satu ini bisa menjadi senjatanya agar Nao mau membebaskan Dani.
"Siapa?" tanya Nao cepat. Tanpa sadar dirinya beranjak dari duduknya dan menghampiri Devon.
"Kalau tidak salah namanya Abraham."
"Itu nama pria," geram Nao. Devon mengulum bibirnya agar tawanya tidak lepas. Sungguh lucu melihat Nao uring-uringan seperti ini.
"Ahh iya. Saya baru ingat itu nama belakangnya."
"Jangan mempermainkan saya Devon!" peringat Nao sadar dirinya sedang dipermainkan oleh Devon.
"Saya akan coba ingat lagi Pak. Namanya cukup unik dan sulit diingat," balas Devon membeli diri.
"Devon!"
"Ahhh saya ingat sekarang!" seru Devon cepat ketika dilihatnya Nao sudah seperti harimau yang siap menerkamnya.
"Namanya Juanita Ulina Abraham!" ujar Devon cepat dan segera berlari keluar dari ruangan Nao. Dia harus segera menyelamatkan diri. Dia juga tidak ingin memberitahu semua informasi tentang wanita incaran atasannya itu. Dia perlu pegangan untuk bisa menaklukkan Nao.
Nao terdiam ditempatnya, tidak ada niat untuk mengejar Devon. Ucapan Devon terngiang-ngiang dalam pikirannya. Lagi-lagi dirinya merasakan euforia itu. Jantungnya bahkan berdebar kencang walaupun tidak ada kepastian bahwa nama yang Devon ucapkan tadi adalah wanita yang dicarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadir
Romance- Titik terendah cakrawala - Juanita Ulina Abraham (Jua) tidak menyangka pria bernama Nao Haribawa Shendy (Nao) akan kembali ke kehidupannya setelah pria itu berhasil menghancurkan masa depannya. Bahkan Nao memperlihatkan ketertarikan yang berhasil...