2.72

202 44 18
                                    

Sepeninggal Xiao Sa, Ye Mi segera mendorong Jeff. Namun, yang didorong semakin menguatkan dekapan sembari berseru penuh kesedihan, "Ye Mi, jangan marah. Itu resiko memiliki kekasih yang muda. Bagaimanapun, Xiao Sa masih berjiwa labil. Sepertinya dia belum bisa serius dalam menghadapi suatu hubungan."

Secara tidak langsung, Jeff berusaha memasukkan asumsi negatif untuk pihak lain. Ye Mi tidak membenarkan meski tidak memberi penyangkalan. Dia sadar bahwa Xiao Sa memang masih sangat muda, masih senang untuk bermain-main. Di lain sisi, dia merasakan ada satu kejanggalan yang sulit dienyahkan. Meski demikian, untuk saat ini Ye Mi ingin berdiam diri selagi mencari tahu sesuatu sebelum bertindak dengan pasti.

"Tinggalkan aku sendiri." Nada suara Ye Mi begitu tajam dan dalam, tetapi masih menyelipkan kelemahan.

Jeff masih terus berusaha menghibur meski Ye Mi sama sekali tidak merespon. Pada akhirnya, dia terpaksa harus pergi meninggalkan pihak lain dalam kekalutan. Setelah pintu kamar tertutup rapat, Ye Mi menjatuhkan diri di ranjang, merebahkan diri dengan mata tertutup. Kedua tangan mengusap gusar bagian wajah. Dia tidak berminat melakukan hal lain selain menenggelamkan jiwa dalam tidur panjang demi mengurangi rasa sakit yang semakin merajalela.

Setiap inci tubuhnya bergetar hebat, seakan-akan ranjang ikut tergerak. Dia pikir Xiao Sa dapat dipercaya, mengingat seberapa lama mereka telah menjalin hubungan. Kini, dia sadar bahwa jangka waktu tidak menjamin apa pun. Pikiran-pikiran negatif mulai menggerogoti, salah satunya adalah kemungkinan jika dia tidak memutuskan untuk membuka hati sejak awal. Sudah pasti kejadian seperti itu tidak akan terulang lagi. Betapa bodohnya dia yang tidak mampu menahan diri. Dia menjadi lebih bodoh lagi karena masih memikirkan keadaan Xiao Sa beberapa saat lalu. Meski dia tampak abai, masih ada kepedulian yang mengakar di dasar hati. Dia tidak sanggup membiarkan lelaki manis itu kacau. Dia ingin menghibur melalui sebuah dekapan hangat, tetapi ditahan sekuat tenaga.

Perasaan sesak di dada semakin meneror hati, mata yang tertutup sedikit demi sedikit menitikkan air kepedihan. Mau sekejam apa pun seseorang, mau sekeras apa pun hati seseorang, dia tetaplah manusia yang tentu memiliki perasaan kompleks. Meski dari luar tampak begitu kuat, tetapi siapa yang akan tahu sesuatu di dalam hati masing-masing orang. Kalaupun tahu, itu sudah pasti adalah orang terdekat. Dalam kasus Ye Mi, sebenarnya Xiao Sa yang patut dipercaya dapat membaca segala hal tentang lelaki tampan itu. Dengan demikian, begitu berat bagi Xiao Sa untuk berpisah tanpa mencoba untuk meluruskan inti permasalahan.

Jiwa yang sedikit lagi menyentuh alam mimpi, ditarik kembali pada dunia nyata oleh sebuah suara yang menggema di balik saku celana. Ye Mi yang merasa terganggu segera meraih ponsel, tanpa berminat mengetahui siapa sosok di balik sang penelepon. Dia dengan cepat melemparkan ponsel ke sisi dinding hingga hancur berkeping-keping. Bagi Ye Mi, ponsel sudah tidak ada artinya lagi, bahkan hidup pun juga. Dia tidak ingin berhadapan dengan dunia untuk sejenak, benar-benar ingin menemukan pelarian terbaik dari rasa sakit.

Sementara itu, di tempat lain Marco kebingungan akan membawa Xiao Sa ke mana. Dia tidak ingin membuat keluarga Wang khawatir setelah melihat penampilan rapuh dari sang anak yang berujung dengan mencari tahu segala yang terjadi. Hubungan mereka yang sulit mendapatkan restu bukanlah rahasia besar, semua orang tahu jika orangtua Xiao Sa masih belum memberikan restu, bahkan beberapa orang menebak tidak akan ada restu mengingat status Ye Mi yang mungkin dianggap dapat membahayakan diri Xiao Sa.

Pada akhirnya, mau tidak mau Marco membawa Xiao Sa ke sebuah hotel. Dia menyuruh lelaki manis itu menunggu sejenak selama dia menyelesaikan proses pembayaran. Ketika semuanya sudah selesai, dia kembali menuntun pihak lain masuk ke kamar hotel. Namun, tanggapan yang diberikan oleh Xiao Sa adalah aura linglung yang kental dirasa. Lelaki manis itu enggan bergerak sedikit pun. Tatapan mata yang menyiratkan tuntutan kejelasan, memberikan arti tersendiri bagi Marco. Tatapan mata Xiao Sa berbicara, Aku tidak salah, 'kan?

THE GLOOM S.2 (YIZHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang