Jena Lyn, menatap pintu di depannya dengan antusias. Tangannya mengetuk pintu itu dengan semangat dan masuk di detik berikutnya,
"Halo El!"
Senyum yang sejak awal ia perlihatkan tak pernah luntur apalagi saat menatap gundukan lucu di depannya. Jena mengambil kursi dan dihadapkan pada ranjang yang ditempati Mikael.
"Apa kau sudah makan?"
Tak ada jawaban.
"Apa kau tidak ingin keluar dan bermain bersama yang lain?"
Masih sama.
"Ngomong-ngomong nama ku Jena, Jena Lyn kau bisa memanggil ku kak Jena aku 2 tahun lebih tua dari mu jadi kau sudah seharusnya memanggil ku kakak."
Dengan begitu ceria Jena berkata, "oh aku membawa permen coklat kebetulan masih ada sisa satu di kantong baju ku... kau mau?"
Lagi-lagi ia di cueki tapi tidak apa, tidak masalah Jena meletakkan permen coklat itu di samping nampan makanan anak itu.
Jena mengulum bibirnya, "aku tidak tau kehidupan seperti apa yang kau jalani sebelum datang ke sini. Yang pasti itu bukan sesuatu yang bahagia. Ibu panti selalu bilang, kebahagiaan akan datang jika kau bersabar dan yakin bahwa suatu saat kau akan bahagia."
Karena masih tak ada jawaban Jena menyerah untuk kali ini. "Em adik, aku pergi dulu jika kau butuh bantuan ku aku ada di kamar sebelah. Jangan lupa makan dan mandi ya..."
Buntalan itu sedikit bergerak dalam keterdiaman nya saat Jena keluar dari kamar. Menyingkap pelan selimut tebal yang membungkusnya, matanya melirik nampan berisi sarapannya di atas nakas.
Dengan pelan mulut kecilnya terbuka dan mengunyah bubur yang sudah dingin itu dengan lahap.
"Ini manis," ucapnya saat menyuapkan permen coklat ke dalam mulutnya.
Saat matahari berada tepat di atas kepala Jena duduk bersadar pada batang pohon rindang di belakang panti.
Matanya perlahan tertutup merasakan kantuk yang mendera apalagi angin semilir sejuk menerpa wajahnya dengan manis.
Srrak!
Jena sontak membuka matanya kembali, "siapa?"
Menatap anak kecil yang menunduk dalam tak jauh di sana kakinya yang telanjang berbunyi nyaring saat menginjak daun kering.
"Oh El?"
Jena tersenyum senang menyambut Mikael, "kemari lah El duduk di samping ku."
Sepertinya bocah itu ragu namun meskipun begitu kakinya tetap melangkah mendekat.
"Kau sudah makan?"
Anak itu mengangguk.
"Bagus!" Jena mengusap kasar kapala Mikael.
Anak itu tiba-tiba mengulurkan bekas bungkus permen coklat dengan wajah tertoleh malu, "terima kasih." Begitu pelan dan hal itu tak luput dari pandangan Jena, ia tersenyum senang.
Jena terus saja memperhatikan gerak-gerik Mikael sekecil apapun mencoba membuat nyaman Mikael saat berada di dekatnya, "El tatap aku."
Anak itu menurut dan Jena menghela napas kasar saat tak melihat mata anak itu yang tertutup poni panjangnya, "boleh aku mengikatnya?" Menunjuk poni Mikael.
"Um." Kecil sekali suaranya.
Dengan hati-hati Jena menyibak rambut yang menutupi mata anak itu dan mengumpulkannya menjadi satu, seketika Jena terpana dengan wajah Mikael yang tampak begitu manis. Kedua onyx berwarna biru itu begitu cantik memikat, memang sudah pantas jika Mikael merupakan pemeran utama pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unhealing Wound [Hiatus]
Romance[Transmigrasi] Mikael, gambaran sempurna tokoh utama dalam novel romansa penuh drama. Siapa sangka sosoknya juga digambarkan merupakan sumber kemalangan tokoh utama wanita, obsesi gila Mikael menjerat dan mengekang batas dengan dunia luar, mulut man...