Jena terbangun dalam keadaan keringat dingin mengucur deras membasahi tubuhnya seketika gemetar hebat saat bayangan aneh hinggap menyapa ingatannya, pikirannya kacau terasa pecah kepalanya pusing saat mencoba mengingat kilasan aneh.
"Aakkhhh!!"
Pintu kamar terbuka kencang Mikael datang dengan terburu dengan nampan di tangannya, "Jena? Hei kenapa, ada apa?"
Refleks Jena menepis tangan Mikael kasar seraya mundur hingga menabrak kepala ranjang.
"Me-menjauh dari ku!"
Mikael mengkerutkan alis tak mengerti, "apa mimpi mu seburuk itu sampai kau menjauhi ku Jena?"
Jena berusaha mengontrol napasnya yang tersenggal, tidak, tadi malam mereka... Mikael- "huekk!"
Ia turun dengan terseok ke kamar mandi dan langsung memuntahkan seluruh isi perutnya.
"El... apa yang terjadi pada ku?" Ia menoleh menatap Mikael, ekspresi wajahnya sungguh kacau tak terkira.
Mikael perlahan mendekat berjongkok di depan Jena dengan memberi sedikit jarak, takut jika dia kembali di tolak. "Hei Jena, aku tak tau mimpi mu seburuk apa tapi ingat itu hanyalah mimpi. Kemari lah peluk aku Jena."
Awalnya sedikit enggan namun perlahan Jena mendekat dan memeluk Mikael erat sambil terisak pilu, "mimpi ku Mikael. Aku bermimpi buruk, sangat buruk. Itu menyakitkan, aku takut El, aku takut~!"
"Tidak apa-apa semua akan baik-baik saja Jena, ada aku hm? Ada aku yang akan menjaga mu." Tangannya mengelus surai Jena lembut.
Jena masih terisak ia mencengkram kuat pakaian Mikael, "shhh sudah yaa mata mu akan perih nanti." Selembut mungkin Mikael mengusap kedua mata Jena.
Setelah di rasa lebih tenang dengan mudah Mikael mengangkat Jena dan diletakannya di ranjang, "aku pergi sebentar hm, takkan lama."
Jena mengangguk lemah Mikael tersenyum lalu membubuhkan kecupan manis di kening Jena, "tidurlah."
Setelah kepergian Mikael tinggal lah Jena dengan kesendiriannya, meremat selimut dan berusaha menutup matanya kuat. Mimpi tadi malam sungguh sangat menakutkan baginya, tunggu-
Apa yang terjadi tadi malam? Bukankah Mikael pulang lalu Jena berinisiatif untuk menghangatkan makanan, setelah itu Mikael bertanya siapa yang datang ke apartemen lalu-
"Ugh!" Kepalanya mendadak pusing, ingatan malam tadi terasa kabur.
Jena mengira mungkin efek mimpi buruknya, ya itu mungkin efek mimpi buruknya.
Ceklek!
Kamar itu gelap dan 'ctak' saklar lampu dinyalakan, Mikael menaruh sekresek obat-obatan. Mikael lalu duduk di sisi ranjang mengusap sisi wajah Jena dengan senyum teduh andalannya, "Jena..."
Tak lama Mikael ikut membaringkan dirinya di samping Jena membawanya dalam dekapan tanpa jarak menempel tanpa celah, harum peach manis adalah candu Mikael.
Tiba-tiba dia tersenyum lebar saat mengingat kejadian tadi malam.
Jeritan- ah bukan desahan Jena saat dirinya menjamah tubuh indah Jena berputar layaknya lagu kidung. Bekas keunguan yang Mikael buat pun masih terlihat jelas sayangnya Jena tak sadar akan hal itu, Mikael terkekeh senang dan semakin tak memberi jarak diantara mereka.
"Ah~ Ini membuat ku gila!"
Di bawah sana ada yang kembali mengeras sayang sekali tadi malam Mikael belum berhasil membuat Jena menjadi miliknya, tidak, sejak awal Jena sudah resmi menjadi miliknya tak ada bantahan. Hanya tinggal menunggu waktu untuk sesuatu yang besar di bawah sana mendapatkan rumahnya.
"Tunggu sebentar lagi ya, sabarlah sebentar."
***
Seminggu berlalu begitu saja, sejak terakhir mimpi buruk yang datang Jena lebih sering melamun. Terkadang dalam tidurnya ia merasa tak nyaman dan berakhir begadang sampai pagi, hanya Mikael yang bisa menenangkan Jena jika begitu.
Tidur pun jika ingin nyenyak Jena akan mencari Mikael dan terbukti tidurnya nyenyak dan tak merasa terganggu. Jena juga sudah menyerah dengan mencari pekerjaan, bayang-bayang seperti 'bagaimana jika tiba-tiba ada pria asing yang melecehkannya' Mikael terkadang bilang begitu.
Kemungkinan-kemungkinan aneh yang datang saat dirinya di luar tanpa pengawasan Mikael. Hingga sebuah doktrin aneh hadir, setiap ia keluar tanpa Mikael pasti akan terjadi hal buruk padanya.
Ya, awalnya tidak pernah satu hari Jena hendak membuang sampah dan ada seorang pria yang mengikutinya dari belakang. Ia ketakutan dan segera berlari masuk, untung saja gedung apartemen sedang ramai jadi keberadaan dirinya tak terlihat.
"Hei."
Jena menoleh tersenyum kecil ke arah Mikael yang datang dengan dua cup ice cream, "sedang memikirkan apa hm?"
"Tidak ada."
"Kau yakin?"
Jena terdiam sejenak, "El maaf."
"Maaf karena akhir-akhir ini aku pasti sangat merepotkan mu, pasti pekerjaan mu banyak tertunda karena ku."
Mikael menggeleng, "tidak masalah untuk mu Jena. Sudah jangan pikirkan apapun aku sama sekali tak terbebani."
"Hu'um."
Setelah menghabiskan ice cream mereka beranjak pergi dari taman Mikael setia memegang tangan Jena.
"Kak Jena!"
Jena tak tau dan tak kenal pada orang yang ada di depannya kini memanggil namanya seolah sudah kenal.
"Siapa?"
Gadis itu terkekeh, "maafkan aku karena tiba-tiba memanggil. Em aku-"
"Lilith!"
Jena tersentak kaget, apa tadi Lilith?
Jena menatap gadis di depannya lalu beralih pada Mikael yang mana kini tengah melempar tatapan tajam pada Eugene, seperti benang permusuhan tak kasat mata terlihat.
Tunggu sampai sejauh mana plot novel berjalan?
Mikael tak mengindahkan keberadaan kakak beradik itu dan memilih meraih tangan Jena dan membawanya pergi, sudah cukup Jena diluar hari ini.
"El, kenapa?"
"Aku lelah Jena."
Wajah Jena seketika berubah merasa bersalah, "maafkan aku-"
Mikael tak membiarkan Jena untuk bicara maka dari itu Mikael memeluk Jena, "shh kau salah paham Jena. Aku takkan pernah lelah untuk membawa mu meski keliling dunia sekalipun."
Jena menyamankan posisinya di pelukan Mikael, "El."
"Hum."
"Aku mengantuk El."
"Tidurlah Jena."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unhealing Wound [Hiatus]
Romance[Transmigrasi] Mikael, gambaran sempurna tokoh utama dalam novel romansa penuh drama. Siapa sangka sosoknya juga digambarkan merupakan sumber kemalangan tokoh utama wanita, obsesi gila Mikael menjerat dan mengekang batas dengan dunia luar, mulut man...